[REVIEW] The Tunnel to Summer—Visual Indah Saja Tidak Cukup

Film anime The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes akhirnya hadir di Indonesia setelah rilis duluan di Jepang pada 9 September 2022 silam. Didistribusikan oleh CBI Pictures dan Encore Films, film ini bakal tayang di bioskop Indonesia pada 15 November 2023. Namun, fan screening-nya diadakan duluan pada 11 November.
Nah, penulis pribadi juga ikut fan screening-nya dan sudah menulis review The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes. Apa saja kelebihan dan kekurangannya? Langsung saja simak ulasan di bawah!
1. Romansa dan misteri menjadi tema utama cerita

The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes berfokus pada seorang murid SMA bernama Kaoru Tono. Dihantui tragedi masa lalu, Kaoru menjauh dari semua orang dan menjalani kehidupannya yang tak berwarna. Namun, suatu hari, ia tak sengaja menemukan Terowongan Urashima.
Rumornya, hukum ruang dan waktu berlaku berbeda di dalam Urashima. Terowongan tersebut bahkan dapat mengabulkan permintaan orang yang melaluinya, tetapi dengan bayaran umur orang tersebut. Kaoru yang ingin salah satu bagian masa lalunya kembali lantas langsung berniat untuk masuk ke dalam Urashima.
Akan tetapi, Anzu Hanashiro, teman sekelas Kaoru yang baru pindah dari Tokyo, rupanya mengikuti Kaoru dan juga tahu akan Urashima. Sama seperti Kaoru, Anzu memiliki masalah pribadi yang dipendam sendiri. Oleh karena itu, Anzu juga ingin melewati Urashima demi menyelesaikan masalahnya.
Kaoru dan Anzu lantas bekerja sama untuk menginvestigasi Urashima dan saling membantu untuk mengatasi masalah satu sama lain. Meski awalnya saling tertutup, mereka berdua perlahan saling membuka diri dan mendekat. Benih-benih cinta lantas mulai tumbuh perlahan dalam hubungan mereka.
Konsep cerita romansa dan unsur fantasi The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes mengingatkan penulis akan film Your Name. karya Makoto Shinkai. Meski begitu, cerita The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes jauh lebih membumi karena unsur fantasinya tak sebombastis Your Name. Kaoru dan Anzu juga punya backstory yang lebih relatable bagi audiens daripada Taki dan Mitsuha.
Walau Urashima jadi pendorong utama cerita film ini, konsep perbedaan waktu antara dunia luar dan Urashima sangatlah ambigu. Bahkan, penulis menyadari Anzu sempat menarik sebuah kesimpulan yang benar-benar kontradiktif dengan konsep waktu Urashima yang sebenarnya. Parahnya, kesimpulan Anzu itu tak pernah diluruskan sepanjang film.
Cara kerja waktu di dalam Urashima jadi terkesan tak ada pertaruhan di mata Kaoru dan Anzu. Tidak adanya rasa urgensi untuk keluar dari Urashima membuat kesan magis dan misterius Urashima berkurang. Hal ini diperparah dengan penokohan kedua karakter, yakni Kaoru dan Anzu, yang bakal dijelaskan lebih rinci di bagian selanjutnya.
2. Penokohan Kaoru dan Anzu yang kurang kuat menjadi akar masalah

Kaoru hampir tak pernah ditunjukkan berinteraksi dengan karakter lain, selain Anzu. Interaksinya dengan dunia sekitar kurang diperlihatkan sehingga kita kurang bisa mengenal karakter Kaoru, seperti seberapa pintar ia di sekolah dan bagaimana responsnya bertemu orang baru. Oleh karena itu, perkembangan karakternya terasa kurang spesial.
Di sisi lain, Anzu juga punya masalah serupa. Meski demikian, Anzu memiliki beberapa momen tak kentara yang secara halus menunjukkan karakternya yang sebenarnya. Jadi, saat ia mulai terbuka pada Kaoru, perkembangan karakternya terasa jauh lebih memuaskan.
Penggambaran karakter Kaoru dan Anzu sebagai remaja yang punya pengalaman traumatis pada masa lalu dan tak dapat move on juga tertata rapi. Perbedaan keduanya dalam menghadapi konfrontasi juga diperlihatkan secara baik. Kaoru lebih memilih untuk kabur, sedangkan Anzu akan menghadapinya secara agresif.
Sementara itu, karakter-karakter sampingan, seperti Shohei dan Kawasaki, sama sekali tak dikembangkan. Hal ini patut disayangkan karena mereka berdua bisa berfungsi untuk memperdalam karakter Kaoru dan Anzu. Mereka justru hanya muncul tanpa tujuan sama sekali.
3. Visual memanjakan mata merupakan daya tarik utama

Visual tak dapat disangkal merupakan daya tarik utama The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes. Bagaimana tidak? Warna monokrom khas sutradara Tomohisa Taguchi menambah kesan melankolis film ini. Hal tersebut sesuai dengan bagaimana Kaoru dan Anzu melihat dunia setelah mengalami pengalaman traumatis pada masa lalu.
Tidak hanya itu, perbedaan warna yang kontras menjadi benar-benar menarik perhatian. Hal ini amat terasa saat Kaoru pertama kali masuk ke dalam Urashima. Kontras antara dedaunan oranye kemerahan dan kristal biru di dalam kegelapan Urashima memberi kesan indah, magis, dan misterius pada saat yang bersamaan.
4. Musik dari Harumi Fuuki dan lagu tema karya eill tak kalah impresif

Scoring dari komposer Harumi Fuuki juga memperkuat mood melankolis The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes. Dengan memakai instrumen sehari-hari, seperti gitar dan piano, Harumi membuat musik halus dan tenang yang secara sempurna berbaur dengan latar film. Uniknya, Harumi menganggap keheningan sebagai musik juga dan memakainya dalam film ini.
Untuk musik dalam Urashima, Harumi memanfaatkan gamelan untuk menambah kesan misterius. Ia memutuskan untuk memakai gamelan atas saran dari sound director Satoki Iida. Harumi dan Satoki membuat melodi tak beraturan dari gamelan untuk merepresentasikan kacaunya dimensi sekaligus hukum ruang dan waktu dalam Urashima.
Penyanyi eill dipercaya untuk menggarap theme songs. Ia menyumbang lagu "Pre-Romance" dan "Finale". Lagu lamanya berjudul "Katappo" juga dibuat versi akustiknya sebagai lagu pembuka. Tiga lagu tersebut masing-masing berciri khas tersendiri, yakni "Katappo" sangat menenangkan, "Pre-Romance" lumayan catchy, dan "Finale" sempurna untuk menutup film.
5. Debut kesutradaraan film yang cukup impresif dari Tomohisa Taguchi

Meski tidak sempurna, The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes merupakan karya yang cukup impresif dari Tomohisa Taguchi. Taguchi memang dikenal sebagai sutradara berpengalaman dalam industri anime dengan telah menggarap sederet serial, seperti Akudama Drive. Namun, inilah pertama kalinya ia menyutradarai film anime standalone.
The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes juga amat berbeda dari karya-karya Taguchi sebelumnya yang lebih berfokus pada action. Kendati demikian, sentuhan ciri khasnya akan warna dan animasi sakuga (mengagumkan) tetap terlihat dalam The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes. Patut dinantikan karya Taguchi berikutnya!
Overall, penulis agak kecewa dengan The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes. Meski konsep ceritanya menarik, eksekusinya yang berantakan dan penokohan karakter-karakternya yang buruk membuat film ini gagal mencapai potensi tertingginya. Ini amat disayangkan mengingat visual dan musiknya amat menakjubkan. Skor akhir penulis untuk The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes adalah 2,5/5.
Namun, jangan lupa bahwa ini hanya opini pribadi penulis, ya. Bisa saja kalau kamu memiliki penilaian dan pendapat yang berbeda dari penulis. Yuk, tonton The Tunnel to Summer, the Exit of Goodbyes di bioskop dan bagi penilaianmu di kolom komentar!