5 Pelajaran Penting dari Film Dokumenter "The Tinder Swindler"

The Tinder Swindler, film dokumenter Netflix yang menjadi perbincangan dan menarik banyak perhatian masyarakat sejak ditayangkannya pada 2 Februari 2022 lalu. Film ini menceritakan bagaimana seorang pria bernama Simon Leviev, seorang penipu profesional melancarkan aksinya dan mendapatkan jutaan dollar dari aplikasi kencan online.
Meski pun sangat disayangkan karena akhir film tidak seperti yang kita bayangkan, namun ada lima pelajaran penting yang dapat kita ambil dari film dokumenter rilisan Netflix ini.
1. Kenali tanda red flag pada asmara sedari dini

Dalam dokumenter, pada kencan pertama, Simon secara terang-terangan akan mengajak korbannya untuk bertemu di sebuah tempat mewah dan memanjakan dengan fasilitas terbaik. Kemudian Simon menceritakan tentang pekerjaan, hal-hal yang membuatnya terlihat unggul dan terus menjaga komunikasi dengan para korban sampai mengetahui semua hal pribadi tentang korban seperti alamat ataupun kontak keluarganya.
Tanpa adanya timbal balik informasi pribadi mengenai Simon, korban telah masuk ke dalam permainan. Saat dirasa cukup, Simon akan mulai menjalankan aksinya dengan berpura-pura dikejar oleh musuh, terluka dan tidak dapat menggunakan kartu kredit sehingga membutuhkan bantuan korban. Jika korban tidak menurutinya, Simon akan mulai mengancam korban seperti yang terjadi pada Cecilie.
Bukan hanya di aplikasi kencan online saja, kita harus berhati-hati dengan orang yang baru kita temui. Harus selalu waspada, apalagi saat orang tersebut selalu menanyakan informasi pribadi kita tanpa berbagi informasi mengenai dirinya. Karena tanpa kita tahu, mengumpulkan informasi pribadi merupakan salah satu cara untuk memanipulasi dan bahkan dapat menjadi senjata yang digunakan untuk melawan korbannya saat mereka tidak menurutinya.
2. Love bombing

Kaya, tampan, romantis, mengetahui apa yang perempuan inginkan, dan tidak segan-segan mengajak para korban untuk ikut merasakan kehidupannya mewah. Simon juga selalu mengirim kata-kata romantis, memuji para korban, tak dapat dimungkiri bahwa sosok Simon membuat para korban tidak dapat mengatakan 'tidak'.
Pernyataan cinta yang berlebihan atau lebih dikenal sebagai love bombing ini merupakan taktik yang tepat agar Simon dapat melewati batas kewaspadaan dengan membuat korbannya merasa istimewa. Dengan begitu, korban akan merasakan ikatan emosi yang meningkat sehingga menyulitkan korban untuk membuat keputusan yang rasional dan terjatuh dalam perangkap Simon dengan meminjamkan kartu kredit tanpa rasa curiga sedikit pun.
Bahkan ada yang sampai meminjam uang di sembilan tempat berbeda, seperti Cecilie untuk membantu Simon. Oleh karenanya, disarankan untuk tidak mudah percaya dengan rayuan dan pujian dari 'buaya darat'. Jika ingin membantu seseorang, membantu sewajarnya saja. Jangan sampai kalian membantu orang lain, tapi menyengsarakan diri kalian sendiri.
3. Identitas palsu

Simon menggunakan aplikasi Tinder untuk mencari mangsa dengan pesona serta foto-foto kehidupan mewahnya. Realitanya Simon Leviev hanya salah satu dari nama palsu yang sering digunakan, sedangkan identitas aslinya adalah Shimon Yehuda Hayut dan telah beraksi kejahatan lebih dari 10 tahun. Simon melakukan pencurian, penipuan, pemalsuan dokumen, dan menjadi buronan yang korbannya tersebar dari Norwegia, Mykonos, London, Finlandia, Tel Aviv, serta beberapa negara Eropa lainnya.
Pelaku pelecehan biasanya mengubah citra mereka untuk lepas dari masa lalu dan menghindar dari tanggung jawab. Sama seperti Shimon Yehuda Hayut yang memutuskan untuk mengganti nama dan kabur dari negaranya untuk menghindari hukuman. Agar tidak tertangkap dan dapat terus melakukan kejahatannya, Simon selalu melakukan hal yang sama berulang kali dengan berpindah-pindah negara.
Seseorang seperti Simon yang menemui langsung korbannya saja ternyata seorang penipu, apalagi orang yang wujudnya belum pernah kita lihat secara langsung. Apalagi jika orang itu merupakan anak dari orang terkenal, kita perlu ekstra waspada dan cross check tentang identitas mereka, sosial media atau bila perlu akun LinkedIn juga.
Anehnya dalam film ini, korban hanya cek perusahaan LLD Diamonds dan profil Lev Leviev yang dikatakan sebagai 'ayah' Simon. Para korban tidak cek apakah Lev Leviev memiliki anak bernama Simon Leviev atau tidak.
4. Future faking manipulation

Di samping memberikan love bombing, pelaku juga akan memainkan pikiran korban dengan pemalsuan masa depan atau 'future faking'. Pemalsuan masa depan adalah kondisi di mana pelaku akan menjanjikan masa depan yang lebih baik kepada korban, tanpa ada niat untuk menepati janjinya.
Dalam film The Tinder Swindler, Simon memanipulasi pikiran korban agar bertahan dalam hubungan yang berbahaya dengan menjanjikan bahwa segala sesuatunya akan menjadi lebih baik. Seperti saat Simon dikejar musuh, serta memohon bantuan berulang kali, Cecilie dan Parnilla terus membantu Simon dengan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Kita harus berhati-hati dengan janji-janji yang diberikan oleh seseorang, terutama jika berkaitan dengan menjamin masa depan yang cerah. Karena tidak ada yang tahu apakah dia akan menepatinya atau tidak. Pelaku tidak akan segan untuk terus membuat korban merasa terbang sampai ke langit dan menghempaskan korban di waktu yang sama.
5. Menutup diri dan tidak akan menyelesaikan masalah

Kebanyakan korban dari kasus penipuan seperti ini memilih untuk menutup mulut rapat-rapat, entah karena takut atas ancaman Simon atau takut disalahkan publik. Namun, nyatanya menutup diri tidak dapat menyembuhkan mereka dari apa yang telah terjadi. Hal itu hanya akan memunculkan korban-korban baru lainnya dan membiarkan penjahat tetap berkeliaran di luar sana.
Jika ingin sembuh dan mendapat penyembuhan, kita harus terbuka, berbagi cerita dan memaafkan diri sendiri. Karena dengan begitu, kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan, mendapatkan masukan atau pun bantuan dari orang lain. Hal yang harus diingat adalah kita tidak akan pernah benar-benar sembuh jika kita terus berpura-pura bahwa kita tidak terluka.
Dari dokumenter ini, kita harus berhati-hati membagikan kehidupan pribadi dengan orang yang kita kenal melalui aplikasi online. Lalu, jangan sembarang percaya dengan orang lain jika memang merugikan dan mengancam kamu sedari awal.