Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Putar Musik Di Acara Nikahan Juga Dikenakan Royalti, Ini Skema Tarifnya!

ilustrasi acara pernikahan
ilustrasi acara pernikahan (pixabay.com/Ralf1403)
Intinya sih...
  • Memutar musik di acara pernikahan juga dikenakan royalti, meskipun bersifat non-komersial dan tidak dibuka untuk publik
  • Tarif royalti sebesar 2 persen dari biaya produksi musik, termasuk rental sound system, panggung, dan fee artis
  • Tidak ada alternatif selain membayar royalti jika menggunakan musik di acara pernikahan karena aturan yang berlaku belum berubah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setelah perdebatan soal memutar musik di kafe atau restoran dikenakan royalti, pertanyaan lain pun ikutan muncul. Bagaimana jika di acara pernikahan yang rasanya mustahil diselenggarakan tanpa memakai musik, apakah bakal kena royalti juga atau tidak?

Menjawab pertanyaan tersebut, Head of Corporate Communications & Membership Wahana Musik Indonesia (WAMI), Robert Mulyarahardja, menjelaskan kepada IDN Times bahwa memutar atau memainkan lagu di acara hajatan juga dikenakan royalti. Apa alasannya?

1. Meskipun bukan acara publik dan non-komersial, musik yang dimainkan di acara pernikahan juga dikenakan royalti

ilustrasi mikrofon
ilustrasi mikrofon (pixabay.com/connie_sf)

Sebelumnya, ramai dijelaskan salah satunya oleh LMKN, bahwa musik yang diputar di kafe, restoran, UMKM atau kegiatan lain yang bersifat komersial akan dikenakan royalti. Lalu, baru-baru ini WAMI menjelaskan bahwa lagu yang dimainkan dan diputar di acara hajatan pernikahan juga ada kewajiban pembayaran royalti.

"Pada prinsipnya ketika lagu digunakan di tempat umum, ada royalti yang harus dibayarkan kepada komposer. Mungkin kita bisa sama-sama bayangkan karya lagu itu seperti benda yang ada pemiliknya. Ketika ada yang mau menggunakan, maka selayaknya meminta izin ke pemiliknya. Dalam konteks penggunaan lagu di ruang publik (performing rights), cara meminta izin itu sudah diatur dalam Undang-Undang dan peraturan pemerintah yang berlaku, yaitu dengan pembayaran royalti dan pemberian lisensi oleh LMKN," kata Robert kepada IDN Times, Senin (11/8/2025).

Meskipun acara pernikahan tersebut tidak dibuka untuk publik, bersifat non-komersial, hingga digelar intimate terbatas untuk keluarga saja, kewajiban royalti tersebut tetap harus dibayarkan.

"Sebagai bahan pemikiran bersama, dalam pernikahan intimate-pun, ada vendor sound system, vendor lighting, fee performer yang dibayar. Bukankah selayaknya pencipta lagu yang karyanya digunakan juga mendapat pembayaran?" tegasnya.

2. Tarif royalti sebesar 2 persen

ilustrasi pernikahan
ilustrasi pernikahan (pixabay.com/OlgaVolkovitskaia)

Melalui pesan WhatsApp tersebut juga, Robert menjelaskan mengenai tarif dan skema pembayaran royalti yang berlaku. Menurutnya, pihak yang wajib membayar royalti pemutaran musik di acara pernikahan adalah si penyelenggara acara, bukan artis ataupun band penampil.

Ia juga menjelaskan mengenai tarif royalti yang berlaku untuk acara pernikahan. Dikarenakan acara ini tidak menjual tiket masuk, maka tarifnya yang dikenakan sebesar 2 persen dari biaya pengadaan musik tersebut.

"Tarifnya adalah 2 persen dikali biaya produksi musik (rental sound system, panggung, fee artis, dan lain-lain). Biaya ini dibayarkan ke LMKN. Perlu dipertegas bahwa biaya ini kemudian disalurkan kepada komposer, bukan pajak preman. Pembayaran yang diterima LMKN kemudian disalurkan ke LMK-LMK yang berada di bawah naungannya, termasuk salah satunya WAMI. Royalti tersebut kami bagikan secara rutin kepada komposer, 3 kali setahun di bulan Maret, Juli dan November bersama dengan hasil koleksi dari kategori-kategori lain," jelas Robert.

3. Tidak ada alternatif selain membayar royalti jika menggunakan musik

ilustrasi band
ilustrasi band (pixabay.com/Ralf1403)

Sangat sulit membayangkan jika acara pernikahan seperti resepsi, yang harusnya berlangsung meriah, harus diselenggarakan tanpa musik karena ingin terhindar dari royalti. Masih menurut Robert, penyelenggara acara tampaknya tidak memiliki pilihan lain selain mematuhi aturan yang telah berlaku.

"Selama peraturan yang ada sekarang belum berubah, maka tidak ada alternatif selain melaksanakan kewajiban tersebut. Semangat untuk meminta izin ketika menggunakan hak orang lain saya rasa perlu ditekankan juga di publik, bukan sekadar mengenai proses bayar/tidak bayarnya," tuturnya.

Peraturan mengenai kewajiban membayar royalti untuk pemutaran musik di ruang publik ini juga masih simpang siur. Sebab, dari beberapa lembaga belum satu suara dan memiliki versi penjelasan yang berbeda-beda. Terutama terkait pemutaran musik di acara komersial, seperti kafe, restoran, UMKM, hingga konser dan pemutaran di acara non-komersial seperti pernikahan dan ulang tahun.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indra Zakaria
EditorIndra Zakaria
Follow Us