Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Talk to Me, ketika Pemanggilan Arwah Berujung Bencana

Joe Bird dalam film Talk to Me (dok. Causeway Films/Talk to Me)

Para penggemar film horor sepertinya benar-benar dimanjakan pada 2023 ini. Bagaimana tidak? setelah M3GAN (2023), Scream VI (2023), Evil Dead Rise (2023), The Boogeyman (2023), dan Cobweb (2023), hadir film horor yang tak kalah ditunggu-tunggu, yakni Talk to Me (2022).

Puas melenggang di berbagai festival film bergengsi, seperti Sundance Film Festival dan SXSW, film horor Australia ini akhirnya menyapa sinefili di tanah air pada Rabu (23/8/2023). Tak ayal, sejumlah netizen pun menyebut film arahan Danny Philippou dan Michael Philippou ini sebagai film horor terbaik tahun ini. Bahkan, beberapa di antaranya mengaku "tak nyaman" ketika menyaksikannya.

Sebenarnya, sebagus apa, sih, film yang meraih skor 94 persen di Rotten Tomatoes ini sampai mampu menimbulkan sensasi tersebut? Sebelum menontonnya, simak dulu review film Talk to Me di bawah ini. Ternyata, memang semengerikan itu!

1. Sulap tema yang telah usang menjadi sesuatu yang menyegarkan

Sophie Wilde dalam film Talk to Me (dok. Causeway Films/Talk to Me)

Sebagai penggemar film, khususnya horor, pasti kamu tahu kalau seance alias pemanggilan arwah telah berkali-kali diangkat sebagai tema dalam banyak judul. Dari dalam negeri, kita punya seri film Jailangkung dan Sebelum Iblis Menjemput. Sementara itu, Hollywood mempunyai seri film Evil Dead dan Ouija yang sukses berteriak ketakutan.

Lantas, sebagai film yang mengangkat tema sejenis, bagaimana Talk to Me memoles tema yang telah usang tersebut menjadi sesuatu yang baru? Pertama yakni media. Alih-alih papan pemanggil arwah dan buku terkutuk, Talk to Me menghadirkan potongan tangan misterius yang dibalsem sebagai perantara tokohnya "berbicara" dengan hantu.

Kedua yakni karakter. Jika kebanyakan film horor supernatural hanya memperlihatkan penderitaan karakternya ketika dihantui oleh penampakan, maka Talk to Me mempunyai Mia (Sophie Wilde), remaja 17 tahun yang telah lebih dulu menderita secara psikis akibat kematian sang ibu.

Di sinilah naskah buatan Danny Philippou dan Bill Hinzman berperan. Tak hanya membuat karakter Mia mudah meraih simpati penonton, keduanya juga memperlihatkan bagaimana Mia, yang semula tak percaya dengan alam gaib, menjadikan pemanggilan arwah sebagai pelariannya dari duka. Bisa ditebak, dari situlah segala malapetaka dalam Talk to Me dimulai.

2. Akting para pemain yang natural, kayak kesurupan beneran!

Joe Bird dalam film Talk to Me (dok. Causeway Films/Talk to Me)

Semua sinefili pasti sepakat kalau naskah yang bagus tak akan ada artinya tanpa akting yang mumpuni dari para pemainnya. Untungnya, Talk to Me mempunyai jajaran pemain muda yang sangat bertalenta.

Selaku pemeran pendukung, Joe Bird (Riley) dan Otis Dhanji (Daniel) mencuri perhatian dalam dua adegan kerasukan yang mengerikan. Khususnya Bird, yang mengingatkan pada performa Linda Blair sebagai Regan MacNeil dalam The Exorcist (1973).

Di sisi lain, Sophie Wilde (Eden, You Don't Know Me) sukses menghidupkan karakter Mia yang kompleks. Di tangan aktris lain, Mia bisa saja menjadi karakter protagonis yang menyebalkan. Namun, Wilde mampu menyeimbangkan semua itu dan membuat karakternya lebih terkoneksi dengan audiens.

3. Gak cuma bernuansa creepy, Talk to Me juga bertabur adegan yang mengganggu

Sophie Wilde dalam film Talk to Me (dok. Causeway Films/Talk to Me)

Ngomongin soal adegan kerasukan, Talk to Me mempunyai beberapa momen yang bakal selalu membekas di ingatanmu. Selaku sutradara, Danny Philippou dan Michael Philippou tak hanya pandai membangun atmosfer, tapi juga sukses membuat penonton syok lewat beberapa "kejutan".

Tak sepenuhnya bergantung pada jumpscare—bahkan bisa dihitung dengan jari, keduanya memilih bermain dengan ekspektasi penonton. Percayalah, setiap adegan penampakan dan kerasukan dalam Talk to Me dikemas secara disturbing. Bahkan, beberapa di antaranya mengandung trigger warning bagi self harm, beastiality, dan gore yang over-the-top

Segala kengerian tersebut juga ditunjang oleh camerawork dan scoring yang apik dari Aaron McLisky dan Cornel Wilczek. Pengambilan gambar dari sudut-sudut lebar yang tak biasa serta musik minimalis tapi menyayat, semuanya mampu membangkitkan perasaan tak nyaman. Keren banget, deh!

4. Setelah 95 menit, Talk to Me ditutup dengan ending yang mencengangkan

Sophie Wilde dalam film Talk to Me (dok. Causeway Films/Talk to Me)

Selain akting dan presentasi horornya, salah satu kelebihan Talk to Me dibanding horor supernatural lainnya adalah alur ceritanya yang sukar diprediksi. Sepanjang film, kamu akan diselimuti berbagai pertanyaan, seperti apakah hantu yang merasuki Riley benar-benar ibu Mia atau bagaimana upaya Mia dalam menyelamatkan roh Riley dari alam lain.

Hebatnya, semua itu mampu dijelaskan oleh Danny Philippou dan Michael Philippou tanpa bertele-tele dalam 95 menit durasinya. Bahkan, mereka juga memberi "bonus" lewat sebuah adegan mengejutkan di ending yang menjadi petunjuk bagi sekuel (atau prekuel?) di masa depan. Adegan seperti apa? Kamu wajib menyaksikannya sendiri, ya!

Lewat akting, naskah, penyutradaraan, dan teknis yang mumpuni, Talk to Me berhasil membuktikan kalau premis klasik, seperti pemanggilan arwah, pun bisa terasa baru asalkan dibuat dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, rasanya sayang banget kalau kamu melewatkan begitu saja penayangannya di Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Wibawa
EditorSatria Wibawa
Follow Us