5 Alasan Da Wit Menolak Gugatan Gang Hun di Pro Bono

- Gugatan Kim Gang Hun dipertimbangkan tidak memiliki dasar hukum yang kuat
- Risiko preseden hukum yang berbahaya jika gugatan diterima
- Perlindungan terhadap anak sebagai subjek, bukan objek gugatan
Kasus gugatan Kim Gang Hun (Lee Chun Moo) menjadi salah satu konflik paling emosional dan filosofis dalam drama Korea Pro Bono. Bukan hanya karena melibatkan seorang anak difabel berusia 10 tahun, tetapi juga karena gugatan tersebut menyentuh wilayah sensitif antara hukum, etika, dan makna kehidupan itu sendiri. Di sinilah perbedaan sudut pandang antar anggota tim pro bono mulai terlihat jelas.
Kang Da Wit (Jung Kyung Ho), sebagai pemimpin tim dan mantan hakim antikorupsi, justru menjadi sosok yang paling keras menentang gugatan tersebut sejak awal. Penolakannya bukan karena kurang empati, melainkan karena cara berpikir hukumnya yang dingin, terstruktur, dan penuh perhitungan risiko. Muncul lima alasan utama Kang Da Wit menolak gugatan Kim Gang Hun di Pro Bono, yang sekaligus memperlihatkan benturan antara idealisme dan realitas hukum.
1. Gugatan dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat

Alasan pertama Kang Da Wit menolak gugatan Kim Gang Hun adalah karena ia menilai dasar hukumnya sangat rapuh. Gugatan yang secara implisit mempertanyakan hak untuk hidup adalah wilayah abu-abu yang hampir mustahil dimenangkan di pengadilan. Dalam perspektif hukum positif, kelahiran manusia tidak pernah diposisikan sebagai kerugian.
Sebagai mantan hakim, Kang Da Wit memahami betul bagaimana hakim akan memandang kasus ini. Ia melihat sejak awal bahwa pengadilan cenderung melindungi prinsip dasar hak hidup, sehingga gugatan berpotensi ditolak tanpa masuk ke pembahasan substansi lebih jauh.
2. Risiko preseden hukum yang berbahaya

Kang Da Wit juga memikirkan dampak jangka panjang jika gugatan semacam ini diterima. Ia khawatir kemenangan kasus Kim Gang Hun justru menciptakan preseden hukum berbahaya, di mana kelahiran dengan difabilitas dapat dianggap sebagai bentuk kerugian hukum.
Bagi Kang Da Wit, hukum harus berhati-hati agar tidak membuka pintu diskriminasi baru terhadap penyandang disabilitas. Ia takut gugatan ini, meskipun diniatkan baik, justru bisa melukai kelompok yang ingin dilindungi.
3. Perlindungan terhadap anak sebagai subjek, bukan objek gugatan

Alasan berikutnya bersifat moral sekaligus hukum. Kang Da Wit melihat Kim Gang Hun berisiko diposisikan sebagai “objek penderitaan” dalam proses persidangan. Ia khawatir anak tersebut akan tumbuh dengan stigma bahwa keberadaannya adalah kesalahan atau beban.
Sebagai hakim yang terbiasa menimbang dampak putusan terhadap individu, Kang Da Wit merasa gugatan ini berpotensi melukai psikologis Kim Gang Hun di masa depan. Ia tidak ingin hukum justru mengukuhkan narasi bahwa hidup sang anak seharusnya tidak pernah ada.
4. Peluang kemenangan yang nyaris nol

Sebagai sosok yang selalu menghitung peluang, Kang Da Wit memandang gugatan Kim Gang Hun sebagai pertaruhan dengan kemungkinan kalah hampir pasti. Tim pro bono sendiri memiliki persentase kemenangan yang sangat rendah, dan kekalahan telak hanya akan memperburuk posisi tim.
Penolakan ini juga berkaitan dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Ia tidak ingin membawa tim ke dalam pertarungan emosional yang hasilnya sudah bisa ditebak, terlebih dengan konsekuensi tekanan publik dan media yang besar.
5. Keyakinan bahwa empati tidak selalu sejalan dengan hukum

Alasan paling mendasar Kang Da Wit adalah keyakinannya bahwa empati tidak selalu bisa diterjemahkan menjadi kemenangan hukum. Ia memahami penderitaan Kim Gang Hun dan ibunya, tetapi baginya rasa kasihan tidak cukup untuk membangun argumen hukum yang kokoh.
Di sinilah perbedaan paling tajam antara Kang Da Wit dan Park Gi Ppeum (So Ju Yeon) terlihat. Jika Park Gi Ppeum bergerak dari niat baik dan empati, Kang Da Wit bergerak dari kalkulasi dan realitas sistem. Penolakan gugatan ini menjadi cerminan cara berpikirnya yang masih sangat dipengaruhi dunia peradilan.
Lima alasan Kang Da Wit menolak gugatan Kim Gang Hun di Pro Bono menunjukkan bahwa konflik utama drama ini bukan sekadar menang atau kalah di pengadilan, melainkan benturan cara pandang terhadap keadilan itu sendiri. Kang Da Wit hadir sebagai representasi hukum yang rasional, dingin, dan penuh kehati-hatian, sementara kasus Kim Gang Hun memaksa nilai-nilai tersebut diuji secara emosional. Melalui dilema ini, Pro Bono berhasil menampilkan wajah hukum yang kompleks, di mana niat baik, empati, dan logika hukum tidak selalu berjalan searah.

















