5 Cerminan Beratnya Korban KDRT Memutus Kekerasan di As You Stood By

- Gaslighting membuat korban merasa bersalah dan tertekan mental
- Korban terjebak dalam ketergantungan emosional dengan pelaku yang sulit diputus
- Korban hidup dalam rasa takut terhadap ancaman dan konsekuensi, serta minim dukungan dari orang sekitar
Drama orisinal Netflix, yakni As You Stood By menjadi salah satu drama 2025 yang mengangkat tema kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Melalui karakter Jo Hui Su (Lee Yoo Mi), penonton diperlihatkan bagaimana korban KDRT terjebak dalam lingkaran kekerasan yang tampaknya mustahil untuk diputus karena berbagai tekanan yang dialami korban.
Lewat penggambarannya yang realistis, drama ini mengajak penonton memahami alasan korban tetap bertahan dan pentingnya dukungan bagi para korbannya. Berikut lima cerminan beratnya korban KDRT memutus rantai kekerasan dan mencoba menemukan jalan keluar dari situasi yang mencekik di drama As You Stood By!
1. Menjadi korban gaslighting hingga tertekan mental dan merasa bersalah

Drama ini menunjukkan bagaimana Hui Su terus-menerus menjadi korban gaslighting dari suaminya, Noh Jin Pyo. Ketika suaminya melakukan kekerasan padanya, ia akan disalahkan, sampai-sampai Hui Su mulai meragukan ingatan dan kewarasannya sendiri. Perlakuan ini membuat korban percaya bahwa kekerasan yang diterimanya terjadi karena kesalahannya sendiri. Dalam beberapa adegan, tatapan tajam, kata-kata dingin, dan sikap merendahkan dari Noh Jin Pyo jelas membuat Hui Su kehilangan pegangan emosional.
Gaslighting yang berulang ini membuat korban terjebak dalam rasa bersalah yang sebenarnya tidak pernah ia ciptakan. Korban memikul beban itu sendirian tanpa memahami bahwa ia hanyalah korban. Situasi ini juga memperlihatkan kuatnya kontrol psikologis yang dilakukan pelaku terhadap korban. Hal inilah yang membuat korban sulit melihat bahwa dialah yang sebenarnya sedang disakiti dan butuh pertolongan.
2. Korban ketergantungan emosional dengan pelaku yang sulit diputus

Hui Su sebagai korban sering terjebak dalam ketergantungan emosional akibat hubungan yang berubah-ubah antara hangat dan dingin. Noh Jin Pyo kerap menunjukkan sikap lembut setelah melakukan kekerasan, seolah ingin menarik kembali kepercayaan Hui Su. Siklus manipulatif ini, akhirnya membuat korban meyakini bahwa pelaku masih bisa berubah. Oleh karena itu, korban akan terus menahan diri untuk tidak pergi meski kekerasan terjadi berulang kali.
Drama ini menunjukkan bagaimana gestur kecil, seperti perlakuan manis atau pemberian hadiah, dapat menjadi racun yang membingungkan korban. Hal-hal itu membuat korban ragu terhadap rasa takut dan lukanya sendiri. Lambat laun, korban akan merasa hubungan itu masih memiliki kemungkinan untuk membaik. Padahal, kenyataannya hubungan tersebut hanya meninggalkan trauma yang semakin dalam pada dirinya.
3. Adanya rasa takut terhadap ancaman dan konsekuensi

Korban KDRT sering hidup di bawah ancaman yang membuatnya tidak berdaya, mulai dari ancaman fisik, kerusakan nama baik, hingga kehilangan stabilitas finansial jika berani pergi. Dalam drama ini, pelaku digambarkan sebagai seseorang yang memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar. Makanya, korban merasa bahwa setiap bentuk perlawanannya hanya akan membawa bahaya yang lebih besar. Ketakutan seperti ini tidak hanya muncul saat kekerasan terjadi, tetapi juga dalam rutinitasnya sehari-hari.
Satu kata yang salah saja bisa memicu kemarahan pelaku dan membuat korban selalu waspada. Rasa takut ini lama-kelamaan menciptakan batas palsu yang membuat korban percaya bahwa bertahan adalah satu-satunya pilihan paling aman. Drama ini menunjukkan dengan jelas bagaimana tekanan tersebut mempengaruhi pikiran dan keputusan korban. Keputusan korban untuk tetap tinggal bukan karena ia tidak berani, tetapi karena risiko yang ia hadapi berbahaya dan bahkan mengancam hidupnya.
4. Pelaku mengontrol dan mengikis harga diri korban

Pelaku terus mengendalikan korban dengan merendahkan dirinya, baik lewat kata-kata kasar maupun dengan mengatur seluruh hidupnya. Sedikit demi sedikit, identitas dan kepercayaan diri korban pun terkikis. Kekerasan yang terjadi bukan hanya fisik, tetapi juga verbal dan emosional. Semua itu membuat korban merasa tidak berharga dan seolah tidak pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Drama ini menunjukkan bagaimana korban perlahan kehilangan suara, pikiran, dan keberaniannya untuk membela diri. Tekanan yang terus-menerus ada, membuatnya lupa siapa dirinya sebelum kekerasan itu muncul. Ketika rasa dirinya sudah hancur, ia merasa terjebak dan tidak punya pilihan. Pada titik itu, ia berpikir bahwa memutus hubungan berbahaya ini menjadi tampak mustahil karena ia tidak lagi mengenali kekuatannya sendiri.
5. Terisolasi dan minim dukungan dari orang sekitar

Pelaku KDRT sering kali memutus hubungan sosial korban, membuat korban terasing dari teman, keluarga, dan sumber dukungan lainnya. Akibatnya, korban menjadi semakin bergantung sepenuhnya pada pelaku. Dalam drama ini, Hui Su mengalami hal yang sama, karena ia hampir tidak memiliki teman atau kerabat yang bisa ia temui. Satu-satunya orang yang menjadi penghubungnya dengan dunia luar yang aman hanyalah sahabatnya, Eun Su.
Selain terisolasi, korban dalam drama ini juga minim dukungan dari orang terdekat. Alih-alih ibu mertua dan adik ipar Hui Su melaporkan kekerasan tersebut, mereka justru memilih untuk diam dan tidak peduli. Sikap mereka menunjukkan bahwa kekerasan dianggap sesuatu yang normal dalam keluarga itu. Hal ini membuat korban merasa bahwa penderitaannya bukan hal yang pantas dibicarakan, apalagi dibela. Ia pun takut akan dihakimi atau tidak dipercaya, sehingga akhirnya lebih memilih menyembunyikan apa yang ia alami.
Drama As You Stood By memperlihatkan betapa beratnya upaya untuk keluar dari lingkaran kekerasan rumah tangga yang terus menjerat korban. Untuk bisa benar-benar terbebas, korban harus melalui perjalanan panjang yang dipenuhi rasa takut, manipulasi, dan luka yang tidak tampak oleh mata.
Drama ini tidak hanya menampilkan kekerasan itu sendiri, tetapi juga bagaimana trauma memengaruhi keputusan, perilaku, dan pola bertahan korbannya. Meski pada akhirnya korban keluar dari rantai kekerasan dengan cara yang ekstrem, terlihat jelas bahwa meninggalkan hubungan berbahaya bukan keputusan yang sederhana. Pada akhirnya, drama ini mengajak kita untuk selalu peka terhadap korban kekerasan dan menjadi pendukung untuknya.



















