Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Alasan Gen Z Sering Kehilangan Pekerjaan, Sulit Bertahan Lama?

ilustrasi Gen Z (pexes.com/cottonbro studio)

Gen Z sering kali disebut sebagai generasi yang punya pandangan dan harapan berbeda dalam dunia kerja. Mereka tidak hanya mencari pekerjaan untuk mendapat gaji semata, tapi juga pekerjaan yang sejalan dengan nilai-nilai pribadi mereka. Hal tersebut membuat banyak perusahaan menghadapi tantangan baru dalam mempertahankan karyawan muda ini.

Gen Z punya ekspektasi tinggi soal fleksibilitas, kesehatan mental, dan bahkan lingkungan kerja yang dinamis. Namun, sering kali ekspektasi tersebut malah membuat Gen Z terkesan sulit bertahan di satu pekerjaan atau mudah diberhentikan. Berikut ada beberapa alasan utama yang membuat Gen Z sering berpindah-pindah pekerjaan.

1. Ketidakpastian ekonomi

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Anna Tarazevich)

Gen Z tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik yang tinggi. Ketika mereka mulai memasuki dunia kerja, ekonomi global sedang kuat dengan tingkat pengangguran yang rendah. Namun, pandemik tiba-tiba mengubah seluruh lanskap ekonomi dan sosial, meninggalkan Gen Z dalam kondisi yang jauh dari stabil.

Pandemik berdampak besar pada stabilitas keuangan Gen Z. Menurut survei dari Pew Research Center pada 2020, hampir setengah dari Gen Z yang berusia 18-23 tahun melaporkan bahwa mereka atau anggota keluarganya kehilangan pekerjaan atau mengalami pemotongan gaji akibat COVID-19. Dampaknya masih terasa hingga saat ini, di mana pasar kerja terus berubah dengan cepat dan Gen Z dituntut untuk bisa mengikuti perubahan tersebut.

2. Ekspektasi tinggi akan fleksibilitas kerja

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/fauxels)

Tidak seperti generasi sebelumnya yang mengagungkan budaya kerja keras, Gen Z sangat menghargai fleksibilitas kerja. Mereka menginginkan keseimbangan hidup dan kerja yang nyata, bukan sekadar janji belaka. Gen Z ingin hidup yang tidak berpusat sepenuhnya pada pekerjaan dan mereka tidak ragu mencari pekerjaan yang mendukung hal ini.

Ekspektasi ini mencakup jam kerja fleksibel dan opsi kerja jarak jauh yang lebih leluasa. Mereka tidak lagi mendasarkan identitas atau harga diri mereka pada pekerjaan. Namun, ekspektasi fleksibilitas ini kadang membuat mereka kesulitan mempertahankan pekerjaan dalam lingkungan yang belum siap menerima perubahan.

3. Mencari lingkungan kerja yang lebih dinamis

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Alexander Suhorucov)

Alasan lain mengapa Gen Z sering mengalami kesulitan mempertahankan pekerjaan adalah karena menginginkan lingkungan kerja yang lebih dinamis. Mereka ingin bekerja di tempat yang memungkinkan untuk berkembang, bukan sekadar memenuhi tugas sama setiap hari. Hal ini terkadang sulit ditemukan di sebagian besar perusahaan yang masih beroperasi dengan budaya konvensional.

Studi pada 2022 oleh Current Psychology menunjukkan bahwa Gen Z lebih terbuka terhadap pengalaman baru dan sangat menghargai perubahan, berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih bertahan pada status quo. Gen Z sering kesulitan menyesuaikan diri di lingkungan yang kurang mendukung sehingga membuat mereka sulit bertahan dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan aspirasinya.

4. Menginginkan pekerjaan yang sejalan dengan milai mereka

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Gen Z sangat mengutamakan pekerjaan yang sejalan dengan nilai-nilai pribadi. Menurut survei Deloitte pada 2024, 86 persen Gen Z menyatakan bahwa memiliki tujuan dalam pekerjaan sangat penting bagi kesejahteraan dan kepuasan kerja mereka. Mereka tidak segan meninggalkan pekerjaan yang tidak memberikan makna atau selaras dengan pandangan hidupnya

Dalam memilih pekerjaan, banyak dari mereka mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan perusahaan. Hal ini menjadi faktor penting bagi Gen Z dalam mencari pekerjaan. Mereka sering terlihat berpindah-pindah pekerjaan bukan karena tidak peduli, tetapi justru karena ingin bekerja di tempat yang mendukung aspirasi sosialnya.

5. Kesulitan dengan hierarki tradisional

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/nappy)

Gen Z juga sering merasa kesulitan bekerja di tempat dengan struktur hierarki tradisional. Mereka cenderung tidak terlalu menghargai simbol-simbol status di tempat kerja seperti generasi sebelumnya, sehingga kadang bertabrakan dengan rekan kerja yang lebih tua. Gen Z juga lebih memilih lingkungan kerja yang fleksibel dan tidak terlalu formal.

Mereka ingin bekerja di lingkungan dengan proses pengambilan keputusan yang tidak kaku. Bagi Gen Z, datang terlambat beberapa menit mungkin bukan masalah besar, sementara bagi generasi yang lebih tua hal ini bisa menjadi isu. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan Gen Z terhadap pekerjaan sering kali berbenturan dengan budaya kerja konvensional.

6. Mengutamakan kesehatan mental daripada pekerjaan

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Tirachard Kumtanorm)

Kesehatan mental menjadi prioritas utama bagi Gen Z, lebih daripada generasi sebelumnya. Sebelum pandemi, mereka sudah menunjukkan tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan generasi lain. Kebutuhan akan dukungan emosional juga melebihi apa yang biasanya disediakan oleh tempat kerja.

Gen Z tidak ragu meninggalkan pekerjaan yang menimbulkan stres berlebihan atau berada di lingkungan yang tidak mendukung kesehatan mental. Bagi mereka, kesehatan mental lebih penting daripada apa pun. Meskipun banyak perusahaan berbicara tentang mendukung kesehatan mental, pada kenyataannya mereka masih sering mengutamakan keuntungan daripada karyawan.

7. Tidak toleran terhadap perlakuan yang kurang adil

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/Yan Krukau)

Gen Z memiliki toleransi yang rendah terhadap perlakuan tidak adil di tempat kerja. Mereka tahu nilai diri dan tidak ragu memperjuangkan hak-haknya, termasuk menuntut inklusi dan kesetaraan. Hal ini membuat mereka tidak ragu untuk berbicara dan menuntut perlakuan yang adil di lingkungan kerja.

Jika merasa tidak dihargai atau mengalami diskriminasi, Gen Z cenderung lebih vokal dalam menyuarakan pendapat. Mereka tidak akan tinggal diam di tempat yang tidak memberi penghargaan, yang menjadi salah satu alasan sering berpindah-pindah pekerjaan. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung bertahan, Gen Z menunjukkan bahwa mereka siap pergi jika tidak dihargai.

Gen Z sering kali dianggap sulit beradaptasi karena mudah kehilangan pekerjaan, tetapi ini lebih berkaitan dengan perubahan nilai dan ekspektasi mereka terhadap pekerjaan. Ini berati Gen Z bukan generasi yang malas atau kurang berdedikasi, melainkan mereka punya standar yang berbeda soal apa yang diinginkan dari pekerjaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Emma Kaes
EditorEmma Kaes
Follow Us