Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Quiet Quitting, Bekerja Secukupnya untuk Mental Health

ilustrasi journalling (pexels.com/Miriam Alonso)

Tren “quiet quitting’” kini menjadi perbincangan, khususnya di kalangan pekerja anak muda. Istilah baru ini populer karena mengacu pada prinsip bekerja secukupnya, tidak berlebihan atau melampaui batas.

Quiet quitting bisa mencegah overwork alias bekerja berlebihan akibat persaingan tidak sehat di tempat kerja sehingga pekerja tidak merasa kelelahan secara fisik maupun mental. Dilansir dari Healthline

Sebagai contoh penerapannya, seseorang yang memegang prinsip quiet quitting akan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu setiap hari, selalu istirahat makan siang, atau menolak proyek yang tidak berkaitan dengan jobdesk.

Lantas, apa sih, sebenarnya quiet quitting? Benarkah bisa bermanfaat untuk kesehatan mental pekerja? Dirangkum dari beberapa sumber terkait, yuk simak penjelasannya berikut ini.

1. Apa itu quiet quitting?

Ilustrasi orang sedang berpikir (pexels.com/Ivan Samkov)

Paula Allen sebagai Pemimpin Global dan Wakil Presiden Senior Riset dan Kesejahteraan Total di LifeWorks, mengungkapkan hal-hal yang menandakan quiet quitting

  • Mengatakan tidak untuk tugas di luar deskripsi pekerjaan;
  • Tidak membalas email atau pesan di luar waktu bekerja;
  • Pulang kerja tepat waktu;
  • Tidak ada lagi pencapaian yang berlebihan;
  • Bekerja secara profesional;
  • Berkurangnya minat untuk bekerja secara berlebihan (overwork). Dikutip dari Very Well Mind)

Dalam beberapa hal, quiet quitting mirip dengan gagasan bekerja seminimal mungkin. Contohnya tidak bekerja lembur, tidak memeriksa email selama akhir pekan, atau tidak melakukan tugas tambahan.

2. Mengapa orang-orang quiet quitting?

ilustrasi orang meditasi (pexels.com/Marcus Aurelius)

Ada banyak alasan mengapa orang-orang mengikuti tren quiet quitting.

Salah satu alasan utamanya adalah untuk mendapatkan kembali keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi. Melansir dari Very Well Mind

Sebelumnya, banyak pekerja yang memilih bekerja secara berlebihan demi mengejar karier agar kinerja kerja semakin diakui. Namun, tidak dapat dipungkiri hal tersebut dapat menyebabkan fisik dan mental menjadi lebih lelah.

Quiet quitting bisa dijadikan strategi untuk melindungi diri kita dari kerja berlebihan dan kelelahan. Jika terjebak dengan banyak pekerjaan, kamu akan kesulitan untuk meluangkan waktu bersantai, merawat diri, bertemu keluarga dan teman, berolahraga serta kegiatan lainnya.

Dengan menerapkan quiet quitting dapat memberdayakan pekerja untuk memiliki waktu berkualitas, menciptakan ruang untuk refleksi serta meningkatkan produktivitas. Dikutip dari Healthline

3. Menjaga kesehatan mental

Ilustrasi orang besikap tenang (pexels.com/Cedric Fauntleroy)

Quiet quitting mungkin bisa menjadi solusi untuk mencegah beban kerja yang tidak adil atau tidak sesuai jobdesk. Namun, tren ini hanya bersifat sementara untuk masalah yang jauh lebih besar. 

Paula Allen menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan bekerja keras, terutama jika seseorang bekerja untuk mencapai karier atau promosi jabatan impian. Sebab manusia perlu memiliki rasa pencapaian untuk mendukung kesejahteraan mental. Dikutip dari Very Well Mind

Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana usaha kita untuk menemukan keseimbangan kerja dan kehidupan yang baik.

Dengan menerapkan batasan sendiri di tempat kerja, maka hati akan terasa tenang dan damai hati. Prinsip quiet quitting atau kerja sewajarnya ini menciptakan kebiasaan bekerja secara optimal sesuai tanggung jawab dan jam, dan tidak terlalu pusing tentang jenjang karir.

Perlu diingat, setiap orang memiliki cara tersendiri dalam melakukan quiet quitting, karena tugas dan pekerjaan yang pasti berbeda-beda. Bagaimana menurutmu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us