Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jangan Kaget! Ini 8 Realitas Remote Working yang Jarang Diungkap

ilustrasi remote working (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi remote working (pexels.com/Mikhail Nilov)
Intinya sih...
  • Sulit membedakan waktu kerja dan waktu pribadi, membutuhkan disiplin dan batas yang jelas
  • Rasa kesepian bisa datang diam-diam, penting untuk menjaga koneksi sosial
  • Komunikasi digital butuh usaha ekstra, keterampilan menulis dan membaca konteks menjadi krusial

Bekerja dari rumah sempat dianggap sebagai impian banyak orang. Bebas dari macet, bisa pakai piama saat rapat, dan punya fleksibilitas tinggi. Tapi seiring waktu, makin banyak pekerja remote yang menyadari bahwa kenyamanan itu datang bersama tantangan yang tak kalah besar. Apa yang tampak ideal di awal, ternyata punya sisi tersembunyi yang sering kali luput dibicarakan.

Remote working memang memberi kebebasan, tapi juga menuntut disiplin, komunikasi yang jernih, dan kemampuan mengatur batas. Jika kamu sedang atau akan menjalani kerja jarak jauh, ada baiknya kamu mengenali delapan realitas ini lebih dulu. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi agar kamu bisa menyiapkan strategi yang lebih bijak.


1. Sulit membedakan waktu kerja dan waktu pribadi

ilustrasi wanita yang stres saat remote working (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi wanita yang stres saat remote working (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Tanpa kehadiran kantor fisik, batas antara “jam kerja” dan “jam istirahat” sering kali mengabur. Banyak pekerja remote yang akhirnya bekerja lebih lama karena tidak sadar waktu sudah malam. Di sisi lain, ada juga yang sulit fokus karena merasa terlalu santai di rumah.

Realitasnya, otakmu terus “menyala” karena tidak ada transisi jelas antara waktu kerja dan waktu pribadi. Akibatnya, kamu bisa cepat merasa lelah secara mental, bahkan jika tubuhmu tidak banyak bergerak. Menentukan jam kerja yang jelas dan disiplin menjalaninya menjadi hal yang sangat penting dalam remote working.


2. Rasa kesepian bisa datang diam-diam

ilustrasi wanita yang merasa kesepian (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi wanita yang merasa kesepian (pexels.com/Liza Summer)

Saat kerja di kantor, kamu terbiasa mendengar tawa di pantry atau obrolan santai selepas rapat. Tapi saat kerja dari rumah, interaksi semacam itu menghilang. Meskipun tampak sepele, hal ini bisa membuat kamu merasa terisolasi secara perlahan.

Bahkan jika kamu seorang introver yang tidak suka keramaian, tetap ada kebutuhan dasar untuk terhubung dengan orang lain. Tanpa komunikasi hangat dan spontan, semangat kerja bisa menurun, dan kesehatan mental ikut terganggu. Penting untuk mencari cara menjaga koneksi sosial, meskipun lewat layar.


3. Komunikasi jadi lebih rumit dari yang dibayangkan

ilustrasi remote working (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)
ilustrasi remote working (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Tanpa tatap muka, ekspresi dan nada suara bisa disalahartikan. Chat yang kamu maksudkan sebagai pesan biasa bisa terasa dingin atau kasar bagi penerima. Di sisi lain, pesan penting bisa saja tenggelam di antara ratusan notifikasi grup.

Realitasnya, komunikasi digital butuh usaha ekstra. Kamu harus belajar menyampaikan pesan dengan lebih jelas, lebih sopan, dan lebih cepat. Keterampilan menulis dan membaca konteks jadi lebih krusial dalam kerja jarak jauh dibandingkan saat kamu bekerja di kantor.


4. Godaan distraksi lebih banyak dan lebih dekat

ilustrasi wanita yang terdistraksi saat remote working (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi wanita yang terdistraksi saat remote working (pexels.com/Ivan Samkov)

Saat bekerja dari rumah, jarak antara kamu dan gangguan hanya beberapa langkah. Kasur menggoda untuk rebahan, Netflix tinggal satu klik, dan cucian kotor bisa membuatmu tergoda menunda pekerjaan. Bahkan suara anak atau hewan peliharaan bisa mengacaukan fokus.

Kamu butuh tingkat disiplin yang jauh lebih tinggi daripada saat bekerja di kantor. Membuat jadwal, menciptakan ruang kerja khusus, dan menyiapkan “ritual mulai kerja” bisa membantu menjaga fokus. Tanpa itu, produktivitasmu bisa menurun drastis tanpa kamu sadari.


5. Tidak semua rumah nyaman untuk bekerja

ilustrasi remote working (pexels.com/Annushka Ahuja)
ilustrasi remote working (pexels.com/Annushka Ahuja)

Idealnya, kamu punya meja ergonomis, kursi yang mendukung postur tubuh, dan koneksi internet yang stabil. Tapi kenyataannya, tidak semua orang punya fasilitas kerja yang memadai di rumah. Banyak yang harus kerja di meja makan atau berbagi ruang dengan anggota keluarga lain.

Realitasnya, kondisi tempat tinggal sangat memengaruhi performa kerja dan kesehatanmu dalam jangka panjang. Rasa tidak nyaman saat duduk, internet yang putus-putus, atau bising dari luar bisa menurunkan konsentrasi dan semangat. Karena itu, menciptakan sudut kerja yang nyaman layak jadi prioritas.


6. Evaluasi kinerja jadi lebih berdasarkan output, bukan proses

ilustrasi remote working (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi remote working (pexels.com/Mikhail Nilov)

Dalam sistem kerja remote, atasanmu tidak bisa melihat secara langsung bagaimana kamu bekerja. Akhirnya, yang jadi ukuran utama adalah hasil akhir. Apakah target tercapai? Apakah pekerjaan selesai tepat waktu? Proses panjangmu bisa jadi tidak terlihat.

Ini bisa jadi peluang sekaligus tantangan. Kalau kamu mampu mengelola waktu dan tanggung jawab dengan baik, kamu bisa bekerja lebih efisien. Tapi jika tidak pandai mengatur prioritas, kamu bisa tertinggal dan dicap tidak produktif, meskipun sudah bekerja keras seharian.


7. Tantangan kolaborasi lebih kompleks

ilustrasi remote working (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi remote working (pexels.com/Anna Shvets)

Ingin bertanya sesuatu? Kamu perlu jadwal meeting. Punya ide spontan? Perlu waktu tunggu agar semua tim bisa online. Diskusi cepat yang biasanya terjadi secara natural di kantor kini butuh effort lebih dalam setting virtual.

Kekompakan tim bisa menurun jika tidak ada strategi komunikasi yang cerdas dan terstruktur. Tanpa kejelasan waktu komunikasi atau platform kolaborasi yang efektif, proyek bisa molor dan miskomunikasi jadi lebih sering. Kolaborasi jarak jauh butuh desain kerja yang matang, bukan asal jalan.


8. Sulit menunjukkan progres dan kontribusi secara nyata

ilustrasi remote working (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi remote working (pexels.com/Ivan Samkov)

Tanpa interaksi langsung, sulit menunjukkan bahwa kamu sudah bekerja keras. Apalagi jika peranmu bersifat pendukung dan hasil kerjamu tidak langsung terlihat. Bisa jadi orang lain menganggap kamu “menghilang” padahal kamu sudah menyelesaikan banyak hal di balik layar.

Karena itu, kamu perlu lebih aktif memberi update, menyampaikan progres, dan menunjukkan hasil kerja secara rutin. Dokumentasi dan komunikasi menjadi kunci agar kontribusimu tetap terlihat dan dihargai. Dalam kerja remote, visibilitas bukan soal pamer, tapi soal menjaga kejelasan peran.

Remote working memang memberi fleksibilitas yang luar biasa, tapi juga membawa tantangan yang tidak selalu mudah. Dengan memahami realitas-realitas ini lebih dalam, kamu bisa menyiapkan strategi kerja yang lebih sehat, efektif, dan manusiawi, agar bekerja dari rumah tetap terasa produktif dan memuaskan.



This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us