Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Strategi Menjaga Life-Work Balance agar Tidak Burnout!

ilustrasi bekerja sama dalam team (pexels.com/fauxels)
ilustrasi bekerja sama dalam team (pexels.com/fauxels)
Intinya sih...
  • Menerapkan batas waktu kerja pribadi yang tegas, mematikan notifikasi setelah jam kerja, dan fokus pada kehidupan personal
  • Membuat jadwal harian dengan target yang masuk akal, menggunakan teknik time blocking, dan memberi ruang jeda untuk menjaga kesehatan fisik dan mental
  • Memilih berbicara "tidak" secara asertif untuk membatasi beban kerja, mengambil cuti sebagai hak untuk pemulihan energi, dan menjaga hubungan dengan orang terdekat tanpa gangguan dari pekerjaan

Di tengah tuntutan dunia kerja yang semakin cepat dan dinamis, banyak orang terjebak dalam pola hidup yang terlalu fokus pada pekerjaan, hingga lupa memelihara kehidupan pribadinya. Ini tidak hanya dialami oleh pekerja kantoran, tetapi juga para freelancer, pelaku usaha, bahkan mahasiswa. Akibatnya, tidak sedikit yang mengalami burnout, yaitu kondisi kelelahan fisik dan mental karena tekanan kerja yang berkepanjangan.

Menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, atau yang sering disebut life-work balance. Ini bukan sekadar soal waktu, tetapi juga tentang kesadaran dalam menetapkan prioritas, mengenali batas diri, dan menciptakan hidup yang selaras. Berikut ini adalah enam strategi yang dapat diterapkan agar kamu bisa tetap produktif tanpa mengorbankan kesehatan mental dan kualitas hidup.

1. Tetapkan batas jam kerja yang jelas

ilustrasi rekan kerja yang melakukan diskusi (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi rekan kerja yang melakukan diskusi (pexels.com/Yan Krukau)

Kesalahan umum dalam bekerja adalah tidak memiliki batas waktu yang pasti. Banyak orang masih bekerja larut malam, memeriksa email di akhir pekan, bahkan merasa bersalah saat beristirahat. Kebiasaan ini pelan-pelan merusak keseimbangan hidup.

Solusinya, tetapkan jam kerja pribadi yang tegas. Misalnya dari pukul 08.00 hingga 17.00. Setelah jam tersebut, hentikan pekerjaan, matikan notifikasi dari aplikasi kerja, dan alihkan perhatian pada hal-hal personal. Mendisiplinkan diri untuk memisahkan waktu kerja dan waktu hidup adalah fondasi penting dalam life-work balance.

2. Buat jadwal harian yang realistis dan fleksibel

ilustrasi membuat jadwal harian (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi membuat jadwal harian (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Jangan menumpuk terlalu banyak pekerjaan dalam satu hari. Hal ini hanya akan membuatmu kelelahan, bahkan merasa gagal jika tidak semuanya selesai. Buatlah jadwal harian dengan target yang masuk akal dan beri jeda di antaranya.

Misalnya, gunakan teknik time blocking, di mana kamu membagi hari menjadi beberapa blok waktu untuk fokus bekerja, istirahat, makan siang, hingga olahraga. Memberi ruang jeda secara sadar akan membuat tubuh dan otak tetap segar sepanjang hari.

3. Prioritaskan kesehatan fisik dan mental

ilustrasi (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Seringkali, dalam mengejar produktivitas, kita mengorbankan hal-hal paling penting, seperti tidur cukup, makan sehat, bergerak, dan menjaga kesehatan mental. Padahal, tubuh dan pikiran yang sehat justru merupakan modal utama untuk bisa bekerja secara optimal.

Luangkan waktu 15–30 menit per hari untuk berolahraga ringan seperti jalan kaki, yoga, atau peregangan. Hindari multitasking berlebihan dan biasakan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam atau meditasi. Bila perlu, jadwalkan hari libur sebagai me time" untuk menyegarkan pikiran.

4. Pelajari cara mengatakan "tidak" dengan tegas dan sopan

ilustrasi gestur tubuh seseorsng saat mengatakan tidak (pexels.com/Monstera Production)
ilustrasi gestur tubuh seseorsng saat mengatakan tidak (pexels.com/Monstera Production)

Pemicu utama kelelahan adalah beban kerja yang terus bertambah karena kita tidak bisa menolak permintaan orang lain. Mengatakan “iya” terus-menerus, bahkan saat kita sudah kewalahan, hanya akan memperburuk keadaan.

Belajarlah berkata “tidak” secara asertif. Kamu bisa menolak dengan tetap sopan, seperti "Maaf, saya belum bisa mengambil tugas tambahan saat ini karena jadwal saya sudah cukup padat." Dengan membatasi beban kerja, kamu sedang melindungi dirimu sendiri dari stres berlebih.

5. Gunakan hak cuti tanpa rasa bersalah

ilustrasi seorang wanita yang sedang berlibur (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi seorang wanita yang sedang berlibur (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Banyak orang merasa bersalah saat mengambil cuti, seolah-olah meninggalkan tanggung jawab. Padahal, cuti adalah hak, dan justru bermanfaat untuk menyegarkan energi, memperbaiki fokus, serta meningkatkan performa kerja jangka panjang.

Gunakan cuti untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan: jalan-jalan, istirahat total, atau sekadar mematikan ponsel dan menikmati waktu dengan diri sendiri. Ingat, produktivitas jangka panjang membutuhkan pemulihan yang cukup dan cuti adalah bagian dari itu.

6. Luangkan waktu berkualitas dengan orang-orang tersayang

ilustrasi sekelompok sahabat yang sedang menghabiskan waktu bersama (freepik.com/freepik)
ilustrasi sekelompok sahabat yang sedang menghabiskan waktu bersama (freepik.com/freepik)

Pekerjaan boleh penting, tapi hubungan dengan orang terdekat adalah sumber kebahagiaan yang tak tergantikan. Jadwalkan waktu khusus bersama keluarga atau teman, tanpa gangguan dari pekerjaan.

Ciptakan momen-momen kecil seperti makan malam tanpa gadget, menonton film bersama, atau sekadar berbincang santai. Kehadiran penuh jauh lebih berarti daripada sekadar "ada secara fisik". Hubungan yang sehat akan memperkuat fondasi emosional dan membuat kita lebih tangguh menghadapi tekanan kerja.

Life-work balance bukan tentang membagi waktu secara sempurna antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, tetapi tentang memberi perhatian dan energi secara seimbang sesuai kebutuhan. Dengan menerapkan strategi sederhana dan konsisten, kamu bisa menikmati hidup yang lebih utuh, produktif, sehat, dan bahagia. Ingat, kamu bukan mesin. Merawat diri adalah bentuk tanggung jawab, bukan kemewahan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us