5 Tanda Kamu Sudah Terlalu Nyaman Menjadi Pengangguran

- Kamu sibuk menyimpan uang dan bukan menghasilkannya
- Kamu terus menaikkan standar pekerjaan yang kamu inginkan
- Rutinitas harianmu gak produktif atau bermakna sama sekali
Fase menganggur bisa disebabkan oleh berbagai alasan. Entah karena habis resign atau terkena layoff, belum menemukan pekerjaan yang cocok, atau sekedar lagi mengambil career break. Saat masih sebentar, seringnya masih terasa biasa saja. Masih mudah untuk berpikir positif sembari menikmati hari-hari dengan santai. Tapi lama-kelamaan, rasa tenang yang kamu rasakan berubah jadi jebakan untuk betah diam di tempat.
Garis tipis antara “butuh waktu istirahat” dan “tertahan di zona nyaman” sering kali gak kelihatan. Kalau kamu mulai terbiasa hidup tanpa target, kehilangan semangat untuk berkembang, atau bahkan ngerasa keadaan sekarang udah cukup padahal belum punya mapan, mungkin saatnya untuk melakukan sedikit refleksi. Berikut lima tanda halus yang bisa jadi pertanda kamu lagi lari dari kenyataan: kebutuhan mencari penghasilan.
1. Kamu sibuk menyimpan uang dan bukan menghasilkannya

Kamu mungkin sudah mempersiapkan dana darurat yang membuatmu bisa tetap hidup nyaman tanpa penghasilan. Setiap hari kamu menghitung dan mengatur pengeluaran agar uang itu cukup digunakan untuk waktu yang lama. Kamu bahkan lebih memilih investasi dengan keuntungan kecil asalkan aman. Semua kamu lakukan supaya tidak kehilangan apa pun dari yang tersisa. Memiliki saving-plan saat mengaggur memang lebih baik daripada tidak sama sekali, tapi gak sama dengan kondisi financial freedom. Tanpa menghasilkan uang tambahan, tabungan yang kamu miliki akan tetap habis. Mereka yang berhasil hidup nyaman dari pengelolaan asset pun punya rencana matang sebelumnya. Bukan hanya dengan mengandalkan tabungan pas-pasan tanpa ada perhitungan yang realistis.
2. Kamu terus menaikkan standar pekerjaan yang kamu inginkan

Setelah lama hidup dengan rutinitas fleksibel, kamu mulai merasa pekerjaan yang ideal harus memberikan kenyamanan serupa. Nominal gaji yang semula cukup jadi terlihat kurang, jam kerja yang sebenarnya normal jadi terksesan mengekang, lingkungan kerja yang positif jadi tetap membuatmu negative thinking. Waktu terus berjalan, tapi kamu masih bilang “belum ada yang cocok.” Padahal, setiap pekerjaan punya tantangan dan risikonya sendiri. Kadang, langkah pertama setelah jeda bukan tentang mencari pekerjaan ideal, tapi tentang membiasakan diri untuk mulai lagi.
3. Rutinitas harianmu gak produktif atau bermakna sama sekali

Ada beberapa hal yang memang gak bisa dilakukan bersamaan. Misalnya, untuk fokus mempersiapkan pendidikan S2, kamu perlu belajar dari pagi sampai malam. Sehingga gak bisa kalau disambi bekerja. It’s okay untuk menentukan apa yang ingin kamu prioritaskan. Poin pentingnya adalah kamu tetap “hidup” dan tetap punya sesuatu to look forward to. Kamu gak harus produktif tiap detik, tapi coba buat rekapan apa saja yang sudah kamu lakukan setiap hari. Mungkin belajar hal baru, membangun proyek pribadi, atau sekadar merawat diri sendiri.
4. Kamu merasa punya waktu yang tak terbatas

Kamu sering berpikir masih punya banyak waktu untuk memulai lagi. Kalimat seperti “nanti aja” atau “belum saatnya” jadi alasan yang kamu ulang berkali-kali. Awalnya cuma ingin menenangkan diri, tapi lama-lama malah membuatmu nyaman menunda. Kamu mulai terbiasa dengan ritme yang pelan, sampai lupa bahwa waktu terus berjalan. Semua yang terlihat baik-baik saja sekarang akan terlihat “mengerikan” nantinya. Memang benar kalau setiap orang punya pace hidupnya masing-masing. Bukan berarti kamu punya waktu selamanya.
Setiap kali ingin menunda, coba pikirkan lagi alasannya. Memang bisa, sih, lanjut S2 tahun depan. Tapi kenapa gak sekarang aja? Memungkinkan aja, kok, cari kerja setelah dua tahun nganggur. Tapi kenapa harus begitu? Evaluasi kembali alasan-alasan yang bikin kamu selalu merasa gak bisa untuk memulai sekarang.
5. Kamu menetapkan ulang "standar" masa depan yang kamu inginkan

Dulu kamu punya banyak rencana. Ingin karier yang mapan, menabung, beli rumah, atau jalan-jalan ke luar negeri. Sekarang semua itu terasa jauh. Kamu mulai menurunkan harapan dan bilang ke diri sendiri bahwa yang penting adalah hidup tenang.
Gak ada yang salah dari menyesuaikan arah hidup yang dirasa tak lagi relevan dengan keinginan. Asalkan penyebabnya bukan karena kamu takut bermimpi ketinggian. Karena pasti ada alasan di balik sebuah harapan. Kamu cuma perlu mengingat ulang alasan kenapa dulu kamu punya mimpi sebesar itu. Bisa jadi karena versi dirimu yang dulu tahu bahwa kamu mampu mendapatkannya.
Hal-hal baik sering kali butuh perjuangan yang melelahkan. Mencari kerja terasa buntu, membangun bisnis gak berkembang, rencana lanjut sekolah sulit mendapat beasiswa. Setiap usaha yang kamu lakukan terus berujung dengan kegagalan. Sampai akhirnya kamu memilih berhenti dan fokus mempersiapkan diri sebagai pelarian.
Hidup dalam mode bertahan terlalu lama bikin kamu kehilangan arah. Jangan terus berada di titik itu. Istirahat secukupnya, lalu pelan-pelan cari cara untuk benar-benar hidup lagi, bukan hanya bertahan.