Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menyeimbangkan Hidup dengan Kombinasi Teori Sosiologi

ilustrasi berbahagia (pixabay.com/thisismyurl)

Kehidupan yang seimbang rasanya menjadi idaman setiap manusia di Bumi. Bukan tanpa alasan, hal tersebut mengingat hidup tanpa adanya permasalahan tentu tak mungkin terjadi. Sebaliknya, kehidupan dengan kebahagiaan secara terus-menerus juga tak mungkin terjadi. 

Maka dari itu, kehidupan yang seimbang ialah hidup yang menerima kebahagiaan dan permasalahan sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kamu berhak untuk mendapatkan kehidupan bahagia. Tapi, kamu juga wajib untuk menerima serta menjalankan beban hidup yang datang.

Sejalan dengan konsep hidup seimbang, ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan masyarakat ini memberikan kunci untuk mendapatkannya. Ilmu ini menerapkan kombinasi teori fungsionalisme struktural dari Talcott Parsons dengan teori konflik dari Karl Marx. 

Beberapa teori sosiologi bisa menjelaskan cara menyeimbangkan hidup, lho. Kamu bisa menelaahnya melalui ulasan berikut ini!

1. Membuat setiap bagian hidup berjalan fungsional

ilustrasi hidup disiplin (pixabay.com/StartupStockPhotos)

Dalam teori fungsionalisme struktural, dijelaskan bahwa kehidupan itu terbagi menjadi beberapa dimensi. Tiap bagian memiliki fungsinya masing-masing. Nah, untuk menciptakan kehidupan yang teratur, maka pelaku harus memastikan bahwa setiap bagian hidupnya telah berjalan fungsional.

Misalnya, pada dimensi pekerjaan dan dimensi istirahat. Fungsional dari bagian kerja ialah terkait aktualisasi karier hingga pemenuhan kebutuhan secara finansial. Lantas, apa fungsional dari bagian istirahat? Layaknya tidur selama 8 jam untuk membuat seluruh anggota tubuh rileks.

Dengan begitu, jika kamu ingin memiliki hidup yang teratur, maka baik dimensi pekerjaan serta dimensi istirahat harus terus berjalan berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan begitu, saat waktunya bekerja, fokuslah untuk menjalankan fungsionalnya. Pun saat istirahat, lakukan fungsional dari istirahat itu. Jangan malah dibolak-balik fungsionalnya, jam kerja untuk istirahat, jam istirahat untuk kerja, jelas kehidupanmu akan berantakan.

2. Bagian hidup tidak boleh disfungsional karena saling bergantung dan berdampak

ilustrasi orang sedang fokus (pixabay.com/SnapwireSnaps)

Secara lebih lanjut, teori fungsionalisme struktural menjelaskan bahwa bagian hidup tak boleh berjalan disfungsional. Mengapa begitu? Hal tersebut karena satu bagian yang gagal menjalankan fungsinya akan berdampak atau memengaruhi bagian hidup yang lainnya.

Misalnya saja pada dimensi pekerjaan kamu terlalu fokus pada pekerjaan, hingga lupa untuk melakukan fungsional dari istirahat. Pada akhirnya, kamu jatuh sakit karena kurang beristirahat.

Dengan begitu, saat dimensi istirahat jadi disfungsional, maka akan menyebabkan disfungsional pula pada dimensi pekerjaan. Hal tersebut karena jelas saat kamu sakit jadi tak bisa bekerja, sehingga dimensi pekerjaan tidak bisa berjalan fungsional.

Pada akhirnya, satu bagian dengan bagian lainnya saling bergantung satu sama lain, ya. Jadi, kalau mau hidupmu berjalan baik dan teratur. Maka, jangan mengacaukan satu bagian hidup, karena dampaknya bisa merusak fungsi dari berbagai bagian hidup yang lain.

3. Meski hidup teratur, tetap harus dinamis, serta tidak takut akan disintegrasi

ilustrasi kehidupan yang disfungsional (pixabay.com/lukasbieri)

Meski kehidupan harus berjalan fungsional secara terus menerus, tetapi pada kenyataannya, ada faktor eksternal yang datang tak terduga. Yang mana kehidupanmu tanpa sengaja jadi tidak teratur sebagaimana mestinya, salah satunya karena teori konflik.

Dalam teori konlik dijelaskan bahwa setiap interaksi dalam kehidupan masyarakat akan berpotensi melahirkan disintegrasi. Kamu sebagai makhluk sosial, tentu berpeluang untuk bertentangan dengan setiap orang yang ada di sekitarmu. Namun, jangan khawatir, bagi teori konflik, disintegrasi ialah hal yang wajar terjadi, bukan suatu kesalahan.

Jadi, jangan takut saat sudah semaksimal mungkin membuat hidup terus berjalan teratur sesuai fungsinya. Namun, terjadi disintegrasi antara kamu dengan sekitar. Hal tersebut menjadi tanda bahwa hidupmu dinamis, tidak kaku yang terus berjalan dalam pola. Ada masa kamu boleh da harus keluar dari zona, untuk membuat pembaruan bagi kebaikan hidupmu, ya.

4. Jika ada pertentangan, berani berkonflik untuk berkompromi

ilustrasi perdebatan (pixabay.com/OleksandrPidvalnyi)

Secara lebih kompleks, teori konflik menjelaskan adanya disintegrasi yang menyebabkan pertentangan ini merupakan bagian dari hidup. Yap, kehidupan yang seimbang tidak hanya berjalan teratur terus, melainkan juga bisa terjadi disintegrasi dengan sekitar.

Mungkin hidup sudah senantiasa kamu atur fungsional, tapi kamu tetap tak bisa menghindari disintegrasi dari luar. Mau tak mau, disintegrasi ini mengganggu fungsional yang kamu jaga di hidupmu.

Tenang, menurut teori konflik, pertentangan yang sering terjadi dalam hidupmu tak selamanya berdampak negatif. Justru, kamu bisa belajar untuk berkompromi di dalamnya. Yang mana kehidupan sosial bukan hanya tentang kamu.

Untuk bisa hidup berdampingan, kamu harus bertemu di tengah dengan berbagai kepentingan orang-orang lainnya. Dengan keberhasilan kompromi bersama orang sekitarmu, maka kehidupanmu bisa kembali berjalan normal. Meski tidak bisa sama seperti kehidupan yang dulu, tetapi itulah cara untuk bertahan hidup berdampingan sebagai mahluk sosial.

5. Jika ada yang salah dalam hidup, beranikan diri melakukan perubahan besar

ilustrasi orang berusaha (pixabay.com/stokpic)

Puncaknya, teori konflik memberikan contoh adanya pertentangan antara pihak borjuis sebagai pemilik modal dan alat produksi dengan kaum proletar sebagai tenaga kerja. Pihak proletar merasa diperas tenaga kerjanya hanya untuk kepentingan kapital pihak borjuis.

Pada akhirnya, pihak proletar memberanikan diri untuk berkonflik dengan pihak borjuis. Meski melawan kelas atas, semua itu dilakukan demi kepentingannya untuk bisa sejahtera secara finansial. Lantas apa yang terjadi? Yap, terjadi revolusi besar-besaran pada saat itu yang menguntungkan pihak proletar.

Dengan begitu, kamu dalam menjalankan kehidupan juga harus berani melakukan perubahan besar. Meski terlihat berisiko tinggi, tetapi kamu tidak akan pernah tahu ada hal besar apa jika terus berada di zona aman.

Beranikan diri melakukan perubahan jika dirasa ada yang sudah tidak cocok, bahkan salah dalam hidupmu. Dengan begitu, kamu bisa memperbaiki hidupmu, untuk mendapatkan kepentinganmu, meski ada risiko yang harus ditanggung.

Bagaimana? Sudah siap mempraktikkan kombinasi teori fungsionalisme struktural dengan teori konflik dalam hidupmu? Terlebih versi kehidupan yang kamu jalankan. Jangan lupa untuk senantiasa hidup seimbang dengan mau menjaga keteraturan hidup serta mau menerima disintegrasi yang hadir dalam kehidupanmu dengan sekitar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Melinda Fujiana
EditorMelinda Fujiana
Follow Us