5 Fakta Kain Tenun Corak Insang yang Ada di Desain Paspor Terbaru

Sebagai kado istimewa pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan Indonesia, pemerintah secara resmi meluncurkan desain paspor terbaru pada Sabtu, 17 Agustus 2024. Desain ini menggantikan versi sebelumnya yang berwarna hijau kebiruan dan menampilkan keunikan budaya Nusantara di setiap halamannya. Keistimewaan dari desain paspor baru ini adalah penekanan pada elemen budaya Nusantara, dengan 33 gambar motif wastra Nusantara atau kain khas daerah yang menghiasi lembaran bagian dalamnya.
Salah satu kain yang menjadi bagian dari desain paspor baru Republik Indonesia adalah kain tenun corak insang. Kain ini mencerminkan kehidupan masyarakat Pontianak yang erat kaitannya dengan Sungai Kapuas. Kain tenun corak insang sukses mencuri atensi publik saat Wakil Presiden Maruf Amin dan Ibu Wury Maruf Amin mengenakannya pada Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi ke-79 dengan memadukan pakaian adat Suku Melayu Sambas. Penampilan mereka yang serasi dalam balutan warna emas dan corak insang yang memukau mata. Pada artikel ini, kita akan membahas lebih dalam fakta menarik mengenai kain tenun corak insang yang dikabarkan menjadi salah satu motif pada desain paspor terbaru Republik Indonesia. Penasaran? Langsung simak, yuk!
1. Kain tenun corak insang Pontianak pertama kali diciptakan pada 1930-an

Menurut Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat, kain Tenun Corak Insang mulai diciptakan dan dikenal pada tahun 1930-an. Kampung Wisata Tenun Khatulistiwa mencatat bahwa motif insang ini diperkenalkan ke luar negeri oleh YM. Sultan Sy. Muhammad Al Qadrie (Sultan ke-VI) saat menghadiri undangan Ratu Wilhelmina di Belanda. Dalam kesempatan tersebut, istri Sultan, Syarifah Maryam Assegaf, mengenakan Kain Tenun Corak Insang di acara kerajaan yang juga dihadiri oleh raja-raja dari Jawa, kesultanan dari Sumatera (Deli, Langkat, Serdang), Kerajaan Kutai, dan lainnya.
Pada tahun 1942, saat Sultan Sy. Muhammad Al Qadrie melakukan lawatan ke Kwitang (Batavia-Jakarta) untuk melaksanakan Salat Idul Adha, beliau kembali mengenakan Kain Tenun Corak Insang yang merupakan kebanggaan Kesultanan Pontianak. Masa kejayaan Kesultanan Kadriyah Pontianak berlangsung dari tahun 1771 hingga 1950. Pada masa itu, kegiatan bertenun sangat semarak di kalangan masyarakat Melayu Pontianak. Motif Corak Insang, yang dikenal sejak masa pemerintahan Sultan pertama Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadri (1771-1808), menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Kesultanan Kadriyah Pontianak.
2. Pada zamannya, kain tenun corak insang Pontianak berfungsi sebagai cenderamata kepada raja

Tenun Corak Insang berfungsi sebagai penanda status sosial suatu keluarga atau kelompok dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam pertemuan antar kerajaan. Selain itu, tenun ini juga menjadi tolok ukur keterampilan anak gadis pada masa lampau.
Pada masanya, tenun Corak Insang juga digunakan sebagai persembahan atau cendera mata bagi raja, terutama pada hari keputraan (ulang tahun). Tenun ini juga digunakan sebagai barang hantaran atau pengiring pengantin, serta dalam upacara-upacara tradisional lainnya. Dalam upacara pernikahan, kain tenun Corak Insang melengkapi kain Telok Belangga yang dikenakan oleh laki-laki, sementara bagi perempuan digunakan sebagai baju kurung.
3. Filosofi kain corak insang menggambarkan peradaban masyarakat Pontianak

Pada awal perkembangannya, kain tenun dengan corak insang dipengaruhi oleh kehidupan dan budaya masyarakat Melayu Pontianak yang tinggal di sepanjang Sungai Kapuas. Sebagai masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, mereka menjadikan ikan sebagai media ekspresi seni, yang kemudian diwujudkan dalam motif atau corak tenunan.
Motif ikan yang dimaksud bukanlah gambar ikan secara keseluruhan, melainkan bagian terpenting dari anatomi ikan, yaitu insang, yang dianggap vital oleh masyarakat Melayu Pontianak. Insang inilah yang menjadi obyek manifestasi apresiasi seni dalam kain tenun yang mereka hasilkan.
4. Kain corak insang memiliki variasi motif yang mulai dikenal luas

Kain tenun Corak Insang umumnya tidak menggunakan benang emas sebagai bahan dasar. Motif ini memiliki kemiripan dengan tenun Cual dari Sambas, namun dengan perbedaan yang terlihat pada detail motifnya. Hal ini juga yang membedakannya dari tenunan Melayu Kalimantan Barat lainnya, seperti tenunan Melayu Sambas, Mempawah, Sanggau, Sintang, Ketapang, dan daerah lainnya.
Seiring perkembangan, kain corak insang menjadi pakaian sehari-hari masyarakat Melayu Pontianak dan sekitarnya. Pada periode tersebut, beberapa motif tenun corak insang yang terkenal mulai muncul, di antaranya Corak Insang Berantai, Corak Insang Bertangkup, Corak Insang Delima, Corak Insang Awan, Corak Insang Berombak, Corak Insang Bertapak Besar, dan lainnya.
5. Kain tenun Corak Insang dipakai oleh Wakil Presiden Maruf Amin beserta Ibu Wury Maruf Amin pada Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi HUT RI ke-79

Ada yang istimewa pada Upacara Peringatan HUT RI ke-79 yang digelar Sabtu lalu (17/7/2024). Kain tenun Corak Insang mendapat perhatian khusus, terutama dari masyarakat Kalimantan Barat. Wakil Presiden dan Ibu Hj. Wury Ma'ruf Amin tampak serasi mengenakan busana adat Pontianak, Kalimantan Barat, dari Suku Melayu Sambas. Wakil Presiden mengenakan setelan Teluk Belanga berwarna kuning emas, dipadukan dengan kain sarung Corak Insang senada di pinggang, dan dilengkapi dengan penutup kepala yang dikenal sebagai Tanjak. Ibu Hj. Wury Ma'ruf Amin tampak anggun mengenakan baju kurung polos bernuansa kuning emas, yang dipadu dengan selendang bercorak Insang.
Pakaian adat yang dikenakan oleh Wakil Presiden dan Ibu Hj. Wury Ma'ruf Amin tidak hanya berfungsi sebagai pakaian, tetapi juga menyimpan makna budaya dan tradisi yang mendalam. Secara historis, warna kuning emas melambangkan kejayaan, kemakmuran, dan keagungan. Keunikan lain terlihat pada corak Insang yang terinspirasi dari kehidupan masyarakat Pontianak yang tinggal di sepanjang Sungai Kapuas. Corak insang ikan ini menjadi media ekspresi seni yang melambangkan nafas, kehidupan, dan pergerakan yang tiada henti. Motif ini juga mencerminkan kecintaan terhadap alam dan lingkungan serta semangat hidup yang dinamis.
Jika kita melihat lebih jauh, kain tenun Corak Insang bukan sekadar simbol budaya, tetapi juga merupakan identitas dan kebanggaan masyarakat Kalimantan Barat, khususnya Pontianak. Motif Insang pada kain ini mengandung filosofi mendalam yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam, serta pentingnya menjaga keseimbangan dan keberlanjutan. Dengan memahami hal ini, pengetahuan kamu tentang wastra Nusantara, khususnya kain tenun Corak Insang asal Pontianak, Kalimantan Barat, menjadi semakin bertambah, bukan?