“Dan jangan lupa, AI itu menghitung berdasarkan statistik yang sudah ada. Itulah tantangan dan kelemahan yang masih dimiliki oleh Large Language Model (LLM). Akhirnya, dari data yang sudah ada, misalkan jika ada perusahaan yang menggunakan AI jenis ini untuk melihat gaji perempuan, mereka akan tetap menembak gaji yang lebih rendah dibanding laki-laki meskipun dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang sama,” tutur Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, dalam Demo Day Perempuan Inovasi yang diselenggarakan di The Westin, Selasa (26/11/2024).
Keseringan Pakai AI? Ini 5 Dampaknya Menurut Prof. Stella!

- AI seperti ChatGPT memiliki kelemahan data dan statistik yang bias
- Penggunaan AI secara terus-menerus mengurangi produktivitas manusia
- Pentingnya pertimbangan kritis sebelum menggunakan AI untuk mencegah dampak jangka panjang negatif
Jakarta, IDN Times - Penggunaan AI kini semakin disorot karena kegunaan dan manfaat yang semakin memudahkan manusia. Memang, AI seperti ChatGPT bisa membantu banyak pekerjaan dan menghemat lebih banyak waktu serta tenaga. Namun, apakah kamu tahu bahwa penggunaan AI juga mengakibatkan dampak panjang yang mungkin gak kamu sadari?
Melihat fenomena ini, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Stella Christie, membagikan pandangannya terhadap penggunaan AI yang gak dibarengi dengan etika yang benar. Dalam Demo Day Perempuan Inovasi 2024, berikut paparannya mengenai dampak AI.
1. Meskipun "pintar", AI masih memiliki tantangan statistik yang bisa merugikan perempuan dari segi upah

Pertama, Stella menyorot kelemahan AI yang ternyata belum banyak yang disadari. Kelemahan ini mencakup data dan statistik yang bias karena AI tidak memiliki kemampuan untuk memilah dan memilih mana data yang teruji atau yang hanya tersebar di berbagai sumber.
Menurutnya, AI LLM pun jadi tantangan tersendiri bagi perempuan di dunia kerja. Dengan semakin meningkatnya jumlah LLM di perusahaan, data dan statistik bias yang tersebar, hanya akan diputar dan justru memperbesar masalah struktural terkait kesetaraan upah antara perempuan dan laki-laki. Untuk itu, sebelum loncat menggunakan AI, berbagai perusahaan dan instansi juga perlu mempelajari tantangan struktural agar siklus dapat dihentikan.
2. Terus-terusan menggunakan AI, kamu bisa kehilangan sisi produktif dan kreatif

Selanjutnya, Stella memaparkan bahwa dengan penggunaan AI secara terus-menerus, produktivitas seseorang justru cenderung menurun. Dengan penggunaan AI yang serba mudah dan cepat, kemampuan berpikir manusia untuk terus produktif pun tergerus.
“Yang kedua, kalian sendiri lama-lama tidak akan bisa memproduksi apa pun itu produksinya, apakah itu dari segi coding, atau apakah itu dari segi script writing. Kalau AI yang terus membuat, kalian tidak bisa memproduksi sendiri dan lama-lama kualitas manusia akan digantikan oleh ChatGPT," tambahnya.
Konsekuensi ini pun berasal dari penggunaan AI yang tidak dibarengi dengan etika. Sehingga, bukannya mesin pintar ini membantu pekerjaan, kamu mungkin saja gak sadar produktivitas dan sistem berpikirmu digantikan seiring waktu.
3. Generative AI juga bisa membuatmu gak bisa membedakan mana kualitas yang baik dan mana yang tidak

Selanjutnya, dengan paparan AI secara terus-menerus, ditakutkan pengembangan sumber daya manusia tidak akan berjalan. Manusia, yang pada dasarnya memiliki nurani dan sensitivitas secara alami, tentu saja tidak bisa digantikan dengan ChatGPT yang hanya memberikan jawaban secara general.
“Dari data-data dan dari sejarah pengembangan sumber daya manusia, itu tidak akan berjalan kalau cuma diberitahu harus begini dan harus begitu. Tetapi, sangat penting sekali bahwa kita harus bisa memperlihatkan, menceritakan, dan meyakinkan konsekuensi-konsekuensi kalau kita tidak menganut etika tersebut,” jelas Guru Besar Tsinghua University ini.
Untuk itu, melihat penggunaan AI yang masih bisa membantu, Stella pun menekankan pentingnya memperhatikan konsekuensi jangka panjang. Ia pun mendorong agar penggunaan AI perlu dibarengi dengan pemikiran kritis dan analitis sebelum digunakan.
“Satu, kalau kamu 100 persen menggunakan tanpa kamu sendiri yang bisa menulis atau mengeluarkan pikiran-pikiran baru, kamu tidak akan bisa membedakan mana yang bagus, mana yang tidak bagus. Akhirnya, nanti pengguna tidak bisa membedakan, tidak punya nurani dan sensitivity untuk membedakan kualitas,” tambahnya.
4. Menurunnya cara bepikir jernih dan strategis, membuatmu gak tahu batasan saat menggunakan AI

Konsekuensi yang terakhir ini, menurutnya adalah gabungan dari konsekuensi sebelumnya. Dengan mudahnya akses, prompt, dan setiap tugas yang diselesaikan, gak jarang AI jadi pilihan untuk memudahkan pekerjaan. Tapi, akses ini justru jadi pedang bermata dua yang membawa dampak negatif.
“Kamu tidak akan bisa dengan jernih dan strategis melihat sebenarnya digital artificial intelligence itu di mana batasnya. Itulah kalau kita sendiri tidak bisa menentukan batasnya, misalnya boleh atau tidak menggunakan untuk script writing,” jelas Stella.
Bukan hanya memikirkan konsekuensi, ia pun menekankan pentingnya naluri ketika berhadapan dengan AI terkait dengan pekerjaan di bidang kreatif. Untuk membatasinya, ia menyarankan untuk lebih berpikir rasional ketika memilih AI untuk memudahkan pekerjaan.
5. Meningkatkan atau justru menurunkan efisiensi?

Terakhir, pertanyaan inilah yang bisa membantumu untuk lebih bijak dalam penggunaan AI. Sebelum memilih untuk terus menggunakan AI saat melakukan pekerjaan, Stella menyarankan diri untuk mengajukan pertanyaan ini kepada diri sendiri.
“Ini juga tentu saja pertanyaan yang sama harus kita tanya. Apakah kita sewaktu menggunakan AI itu, sempet meningkatkan efisiensi atau justru menurunkan efisiensi? Nah, itulah pertanyaan yang penting. Dan, apakah itu mengembangkan diri, membuat kita menjadi semakin lebih kritis, semakin lebih kreatif atau justru menurunkan kita?” Stella menjelaskan.
Bukan hanya kepada individu, pertanyaan ini juga penting ditanyakan kepada perusahaan atau instansi yang memilih untuk menggunakan AI mengganti pekerjaan manusia.
"Nah, yang tentu saja ingin kita galakkan dari kementerian itu adalah penggunaan digital yang sungguh-sungguh meningkatkan efisiensi bagi semua orang," tutupnya.
Itu dia dampak dari penggunaan AI secara terus-terusan yang bisa saja menimbulkan kerugian pada diri sendiri. Gimana, kamu sudah bijak pakai AI belum?



















