Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Kita Bisa Merasa Happy Saat Mendengarkan Suara yang Kencang?

ilustrasi suara besar (freepik.com/sid
ilustrasi suara besar (freepik.com/sid
Intinya sih...
  • Suara menggelegar memicu reaksi hormon adrenalin dalam tubuh
  • Paparan suara kuat memicu pelepasan dopamin di otak
  • Getaran fisik dari suara menggelegar memberi sensasi unik dan menenangkan bagi tubuh
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Suara yang menggelegar seringkali menarik perhatian dan memicu reaksi emosional yang kuat. Bunyi dentuman keras, ledakan, suara bass yang dalam, atau efek suara dari konser dan film aksi memiliki kekuatan tersendiri dalam membangkitkan rasa kagum, kaget, bahkan kenikmatan tersendiri. Tak sedikit orang yang merasa terobsesi atau ketagihan untuk terus mengalami sensasi tersebut.

Fenomena kecanduan terhadap suara menggelegar bukanlah sesuatu yang sepenuhnya aneh. Hal ini berkaitan dengan bagaimana tubuh dan otak merespons rangsangan suara ekstrem. Sensasi getaran dan kekuatan suara bisa menimbulkan reaksi fisiologis dan psikologis tertentu yang secara tak sadar membuat seseorang ingin terus mengalaminya kembali. Berikut lima alasan mengapa suara yang menggelegar bisa menimbulkan kecanduan yang dilansir dari Loopearplugs.com:

1. Pengaruh hormon adrenalin dalam tubuh

ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid
ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid

Suara keras dan tiba-tiba biasanya memicu respons dari sistem saraf simpatik. Sistem ini bertugas mempersiapkan tubuh untuk bertindak cepat dalam situasi darurat, seperti saat menghadapi ancaman atau bahaya. Akibatnya, tubuh melepaskan hormon adrenalin secara cepat, meningkatkan detak jantung, melebarkan pupil, dan membuat tubuh lebih siaga.

Meskipun pada awalnya reaksi ini dimaksudkan sebagai bentuk pertahanan, dalam konteks modern seperti konser atau film aksi, lonjakan adrenalin ini justru memberikan sensasi menyenangkan. Rasa tegang yang diiringi kekaguman terhadap suara yang menggelegar dapat menciptakan pengalaman yang mengesankan dan menimbulkan keinginan untuk mengulanginya kembali.

2. Aktivitasi pusat kesenangan otak

ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid
ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid

Paparan suara yang menggelegar, terutama dalam situasi yang dikontrol seperti mendengarkan musik bass tinggi, dapat memicu pelepasan dopamin. Dopamin merupakan zat kimia dalam otak yang berkaitan dengan perasaan senang, penghargaan, dan motivasi. Suara yang kuat dan berdentum seringkali dihubungkan dengan aktivitas menyenangkan seperti berpesta, berkendara, atau menyaksikan konser.

Ketika dopamin dilepaskan, tubuh mengalami euforia singkat. Inilah yang membuat seseorang merasa “nagih” untuk kembali mendengar suara keras. Layaknya konsumsi makanan manis atau bermain gim, otak bisa mulai membentuk pola kebiasaan terhadap stimulus suara tertentu yang dianggap memberi kepuasan emosional.

3. Getaran fisik memberi sensasi tertentu

ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid
ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid

Tak hanya suara yang terdengar, suara yang menggelegar juga menghasilkan getaran fisik yang bisa dirasakan oleh tubuh. Di konser musik, misalnya, dentuman bass bisa membuat dada ikut bergetar. Sensasi fisik ini memberi pengalaman multisensorik yang unik dan tidak bisa ditemukan dalam suara biasa.

Getaran ini seringkali menciptakan hubungan yang lebih personal dengan suara tersebut. Bagi sebagian orang, pengalaman seperti itu dianggap menenangkan, membebaskan, atau bahkan membawa sensasi kebahagiaan tersendiri. Akibatnya, tubuh menjadi terbiasa dan akhirnya mencari sensasi tersebut berulang kali, menciptakan kecanduan yang tidak disadari.

4. Pengaruh kebudayaan dan lingkungan sehari-hari

ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid
ilustrasi mendengarkan suara (freepik.com/sid

Lingkungan sosial juga turut memperkuat kebiasaan mendengarkan suara yang menggelegar. Di banyak komunitas atau kelompok, seperti pencinta otomotif, penikmat konser, atau klub malam, suara keras dianggap sebagai bagian dari budaya. Dalam situasi tersebut, suara bising justru menjadi simbol kekuatan, keberanian, dan kesenangan bersama.

Keterlibatan dalam lingkungan yang terus memaparkan suara keras membuat seseorang terbiasa dan bahkan merasa ada yang kurang ketika suasana menjadi sepi. Ketika suara keras menjadi bagian dari rutinitas hiburan atau interaksi sosial, maka akan terbentuk ketergantungan psikologis yang semakin sulit dilepaskan.

5. Sensasi untuk bersantai usai bekerja

ilustrasi bersantai (freepik.com/freepic
ilustrasi bersantai (freepik.com/freepic

Suara menggelegar kerap dihubungkan dengan momen pelarian dari kejenuhan atau tekanan hidup. Misalnya, ketika menyetel speaker dengan volume tinggi setelah hari yang melelahkan, seseorang bisa merasa lebih bebas dan lega. Suara keras menjadi bentuk ekspresi atau pelampiasan emosi yang tidak bisa disalurkan secara verbal.

Dalam kondisi ini, suara keras menawarkan semacam pelarian dari tekanan mental. Efeknya serupa dengan aktivitas yang membebaskan, seperti berteriak di alam terbuka atau menonton film aksi. Semakin sering digunakan sebagai alat pelampiasan, maka kecenderungan untuk bergantung pada suara keras pun semakin meningkat. Ketagihan pun muncul secara perlahan.

Kecanduan terhadap suara yang menggelegar bukan hanya persoalan selera pribadi, melainkan reaksi kompleks dari tubuh, otak, dan lingkungan sekitar. Faktor fisiologis, psikologis, dan sosial semuanya memainkan peran dalam menciptakan ketertarikan terhadap suara ekstrem.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us