Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Perempuan Hebat Raih Penghargaan L’Oréal–UNESCO For Women in Science

Para pemenang L’Oréal–UNESCO For Women in Science berfoto bersama di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Para pemenang L’Oréal–UNESCO For Women in Science berfoto bersama di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Intinya sih...
  • Dr. Maria Apriliani Gani mengembangkan model seluler untuk terapi osteoporosis berbasis tanaman obat lokal
  • Dr.rer.nat. Lutviasari Nuraini meneliti material implan mampu luruh berbasis paduan magnesium untuk regenerasi tulang
  • Anak Agung Dewi Megawati, Ph.D. kembangkan terapi mRNA antivirus spektrum luas untuk penyakit yang ditularkan oleh nyamuk
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sosok populer berkacamata bulat itu segera naik ke panggung Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi pada Selasa (12/11/2025) siang. Sebelum diangkat sebagai pejabat pemerintahan di bidang pendidikan, namanya sudah mumpuni sebagai seorang profesor peneliti. Ialah Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia.

Di atas panggung, ia mengutip perkataan Larry Summers, President of Harvard University pada tahun 2005. "Perempuan secara intrinsik lebih buruk daripada pria dalam bidang matematika dan sains."

Agaknya, kutipan itu mengganggunya sebagai seorang peneliti perempuan. Ia mengingat betul bagaimana ia terinspirasi menjadi ilmuwan berkat Elizabeth Spelke, Professor of Psychology, Harvard. Paparan presentasi Stella pun berubah menjadi data-data performa perempuan dan laki-laki dalam dunia matematika. Ujungnya, keseluruhan data menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki punya kemampuan yang sama pada bidang sains dan matematika.

“Bukti ilmiah menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam sains dan matematis. Namun, kesenjangan masih terjadi, baik dalam kesempatan kerja, perbedaan gaji, maupun representasi di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, dan Mathematics). Meningkatkan jumlah partisipasi perempuan dalam bidang sains bukan hanya persoalan kesetaraan, tetapi juga persoalan ekonomi. Negara akan merugi jika tidak memanfaatkan potensi individu terbaik di bidangnya," simpulnya.

Masih kurang bukti kalau perempuan juga hebat di bidang sains dan matematika? Barangkali kamu perlu berkenalan dengan empat sosok perempuan hebat Indonesia yang meraih penghargaan L’Oréal–UNESCO For Women in Science. Keempat perempuan peneliti itu, mengembangkan riset yang dampaknya besar bagi dunia ilmu pengetahuan dan juga masyarakat di masa depan. Masih di tempat dan waktu yang sama dengan kehadiran Stella, yakni dalam acara L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony, sosok-sosok itu diperkenalkan.

1. Dr. Maria Apriliani Gani mengembangkan model seluler untuk terapi osteoporosis berbasis tanaman obat lokal

Dr. Maria Apriliani Gani di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Dr. Maria Apriliani Gani di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Di usia yang cukup muda, yakni 26 tahun, Maria telah meraih gelar doktor dan diganjar penghargaan L’Oréal–UNESCO For Women in Science. Penelitiannya yang berkutat pada pengembangan model seluler untuk terapi osteoporosis berbasis tanaman obat lokal, meraih hati para juri L’Oréal–UNESCO For Women in Science.

Pada tahun 2050, diperkirakan sepertiga dari total populasi Indonesia berisiko osteoporosis. Sayangnya, obat yang ada masih belum optimal. Mencari obat baru membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama. Di samping itu, ada banyak hewan yang akan dipakai selama uji coba penelitian. Latar belakang inilah yang membuat Maria mengembangkan platfom pengujian obat dengan metode kultur dua sel yang meniru kondisi osteoporosis. Kultur sel ini dapat menggantikan uji hewan coba. Ia pun meneliti tanaman jahe dan daun kelor sebagai kandidat obat osteoporosis.

"Keduanya telah lama digunakan di Indonesia sebagai pengobatan herbal. Berdasarkan penelitian kami sebelumnya, kami berpendapat bahwa kedua ekstrak tanaman ini mungkin saja dapat membantu menyeimbangkan kembali kondisi perombakan dan juga pembentukan jaringan tulang," ujar Maria soal mengapa memilih tanaman jahe dan kelor.

2. Dr.rer.nat. Lutviasari Nuraini meneliti material implan mampu luruh berbasis paduan magnesium untuk regenerasi tulang

Dr.rer.nat. Lutviasari Nuraini di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Dr.rer.nat. Lutviasari Nuraini di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Pernahkah kamu mengalami atau menyaksikan orang dengan kasus patah tulang? Biasanya, orang dengan kasus tersebut harus dioperasi untuk menanamkan implan logam pada tulangnya. Hingga kondisi tulang membaik, operasi akan dilakukan lagi untuk mengangkat implan tersebut. Proses ini bisa dibilang cukup melelahkan secara waktu, biaya, dan tenaga bagi penderitanya.

Berkat penelitian Dr.rer.nat. Lutviasari Nuraini, harapan untuk mengurangi operasi pengangkatan implan bisa saja terjadi. Sosok yang sehari-harinya bekerja di Pusat Riset Metalurgi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini, mengembangkan material implan mampu luruh berbasis paduan magnesium untuk regenerasi tulang.

Implan mampu luruh dan mampu serap tubuh berbahan dasar logam magnesium adalah salah satu bahan implan yang selama ini dikembangkan oleh peneliti dan praktisi kesehatan. Sayangnya, logam tersebut mudah terkorosi dan menghasilkan gas hidrogen yang berdampak pada ketidakstabilan dalam proses penyembuhan.

Untuk mengendalikan laju degradasi magnesium, Lutviasari menawarkan solusi dengan tambahan tanah jarang dalam paduan Magnesium-Zinc. Material implan generasi baru yang dikembangkan itu, disebut akan menghasilkan implan mampu luruh (biodegradable) yang larut alami dalam tubuh.

"Yang pertama, kita ingin bisa menguasai teknologi pengecoran logam magnesium. Untuk diketahui, logam magnesium ini pengecorannya tidak mudah karena magnesium itu cukup reaktif atau sangat reaktif sehingga memerlukan penanganan khusus. Yang kedua, kita ingin mengklarifikasi pola degradasi atau pola terurainya logam ini. Kemudian kita ingin mengklarifikasi bagaimana sifatnya jika dia ditanamkan dalam tubuh atau bagaimana keamanannya ketika dia digunakan tubuh," ungkap Lutviana soal poin-poin dalam penelitiannya.

3. Anak Agung Dewi Megawati, Ph.D. kembangkan terapi mRNA antivirus spektrum luas untuk penyakit yang ditularkan oleh nyamuk

Anak Agung Dewi Megawati, Ph.D. di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Anak Agung Dewi Megawati, Ph.D. di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Dalam kesehariannya, Dewi merupakan Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa, Bali. Terapi mRNA antivirus spektrum luas yang ia kembangkan, menarik hati para juri karena dapat menjadi terapi antiviral berbasis RNA untuk menargetkan berbagai penyakit arbovirus (penyakit tular nyamuk).

Risetnya itu dilatari karena sekitar 5,6 miliar penduduk dunia di daerah tropis dan subtropis berisiko tinggi terinfeksi arbovirus. Indonesia merupakan negara yang kasusnya signifikan, di mana demam berdarah paling sering ditemui. Sementara itu, jangkauan vaksin masih terbatas dan obat yang efektif membunuh arbovirus belum ada. Di sinilah terapi antivirus baru dibutuhkan, khususnya yang bisa melawan beragam jenis arbovirus sekaligus.

"Saat ini, kami sedang mengajukan paten internasional untuk penemuan ini," kata Dewi tentang risetnya.

4. Helen Julian, Ph.D. menemukan teknologi pengolahan limbah kelapa sawit menjadi sumber daya bernilai tinggi

Helen Julian, Ph.D. di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Helen Julian, Ph.D. di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Berbeda dengan ketiga peneliti sebelumnya yang risetnya seputar kesehatan dan penyakit, Helen justru memilih lingkungan sebagai fokusnya. Dosen di Program Studi Teknik Kimia dan Teknik Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung ini, mengembangkan teknologi pengolahan limbah kelapa sawit. Harus diakui, limbah kelapa sawit, apalagi di tingkat rumah tangga, menjadi problem besar karena dapat mencemari air dan tidak bisa dibuang sembarangan.

"Apakah Anda semua tahu bahwa untuk memproduksi satu ton crude palm oil atau minyak sawit mentah, kita membutuhkan lima sampai tujuh ton air? Oleh karena itu, seiring dengan meningkatnya produk-produk sawit, tentunya air limbah yang dihasilkan semakin banyak. Saat ini, air limbah diolah dengan cara-cara yang konvensional dalam kolam. Kolam yang ukurannya sangat besar dan membutuhkan waktu yang relatif cukup lama," Helen memaparkan fakta yang ditemukannya di lapangan.

Keberadaan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, seharusnya bisa turut menciptakan kebermanfaatan ekonomi dari limbahnya. Helen pun mengembangkan teknologi pengolahan limbah cair dengan pemanfaatan mikroalga spirulina untuk mendukung industri berkelanjutan dan penerapan circular economy.

5. Menurut Stella Christie, bias gender dalam dunia sains harus dihilangkan. Perempuan hanya perlu tiga hal untuk maju dalam bidang tersebut

Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia di momen L’Oréal–UNESCO For Women in Science National Fellowship 2025 Award Ceremony pada Selasa (12/11/2025) di Ruang Auditorium Graha Diktisaintek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Untuk menjadi perempuan yang maju dan berkontribusi, khususnya di bidang sains, Stella menyebutkan tiga hal yang harus dimiliki. Ketiganya adalah percaya diri, berani mengambil kesempatan sebanyak mungkin dan tidak mudah menyerah, serta melakukan apa yang disukai dan menjadi diri sendiri.

"Sejalan dengan inisiatif L’Oréal, kami juga berupaya memperkuat narasi pentingnya peran perempuan dalam penelitian dan inovasi. Salah satunya melalui program ‘Science untuk Wanita dan Wanita untuk Science’ dan program di bawah Direktorat Diseminasi Sains dan Teknologi,” tutur dia. Dengan demikian, bias soal perempuan lebih buruk dibandingkan laki-laki dalam bidang sains, bisa dihapuskan.

Menurut laporan UNESCO pada tahun 2025, 43,5 persen peneliti di Indonesia adalah perempuan. Meski begitu, dukungan bagi perempuan peneliti untuk mencapai kesetaraan, masih perlu dilanjutkan. Kehadiran Program For Women in Science akan memberikan penghargaan melalui pendanaan riset, membuka jejaring global, dan mendukung langkah perempuan peneliti untuk menghadirkan solusi terhadap permasalahan di sekitar mereka. 

Indonesia tidak kekurangan talenta terbaik di bidang sains. Sejumlah data riset dan kehadiran empat perempuan hebat tadi, sudah cukup membuktikan. Seperti kata Stella, perempuan hanya perlu percaya diri, berani ambil kesempatan, tidak mudah menyerah, mendalami apa yang disukai, dan menjadi original. Jadi, kapan kamu akan memulainya?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us

Latest in Life

See More

Kenapa Banyak Pekerja Remote Sulit Menikmati Liburan?

15 Nov 2025, 09:20 WIBLife