Guru pendamping: I Wajan Ananta Widjaja
Penulis: KM. Tri Sinta Dhyana Kuntari
Desainer visual: Ni Made Naina Maitria Wicaya, Ida Bagus Surya Kanta, dan KM. Tri Sinta Dhyana Kuntari
Fotografer: Ni Kadek Ayu Darmayanti
Videografer: Ni Made Naina Maitria Wicaya
Presenter: Ida Bagus Surya Kanta
[MADING] Mikroplastik Merajalela, Benahi Pola Hidup Borosmu!

Halo, Sobat Berkabar! Kami tim Madyapadma Berkabar dari SMA Negeri 3 Denpasar dengan antusias mempersembahkan sebuah karya mading dengan topik mikroplastik, butiran kecil tak kasat mata yang diam-diam mengancam bumi dan tubuh kita.
Lewat mading ini, kami mengajak sobat berkabar menyelami jejak mikroplastik yang tersebar di sungai, makanan, hingga kehidupan sehari-hari. Perjalanan kami membawa sobat berkabar bertemu para pejuang lingkungan di TPS3R Sekar Tanjung Sanur Kauh dan PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Bali, yang membuka mata kami bahwa masalah ini nyata dan harus segera ditangani.
Tak hanya kisah serius, mading ini juga menyimpan cerita lucu di balik layar yang bikin prosesnya penuh warna. Semua itu kami rangkai untuk satu tujuan, yaitu mengajak sobat berkabar ikut bergerak, karena perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil.
Tim redaksi dan visual kami terdiri dari:
Karya ini dibuat untuk keperluan Kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa proses penyuntingan dari redaksi IDN Times.
Esai: Latar Belakang

TAHUKAH CAPUNG? Ialah serangga kecil yang memiliki sayap. Kerap kita jumpai di tempat-tempat tertentu seperti taman atau sekitar rumah. Namun, pernahkah melihatnya beterbangan bebas sekarang? Satu atau dua capung, pernahkah? Faktanya, bila semakin jarang bertemu capung, menjadi sebuah pertanda bahwa ada yang salah dari lingkungan kita. Salah satunya permasalahan lingkungan sungai yang dicemari oleh plastik.
Pernahkah menghitung jumlah plastik yang kita pakai sehari-hari? Banyak nian, bukan begitu? Menurut artikel yang dipublikasikan oleh Universitas Airlangga (2024), plastik adalah ‘polimer buatan’ dari bahan organik dan sumber fosil, seperti batu bara, gas alam, dan minyak mentah. Plastik pun umumnya digunakan sehari-hari untuk kemasan botol, kerajinan, peralatan rumah tangga, otomotif, hingga pembungkus makanan (DKJN, 2022).
Sejarah Plastik
Kapan kita mulai pakai plastik? Melansir dari Kompas (2022), sejak abad ke-19 kemunculan plastik bermula dari kebutuhan manusia akan kekurangan wadah ‘praktis’. Orang-orang di masa itu kesana kemari tergopoh-gopoh membawa barang bawaannya.
Gelisah akan kesusahan ini, muncul inovasi kantung kertas yang terbuat dari serat kayu murah dan mudah dibuat. Namun sayangnya tidak berlangsung lama, kantung kertas mudah robek dan tidak tahan air. Dan seiring waktu, kebutuhan manusia semakin besar, semakin banyak pula barangnya. Sedangkan jika kantung kertas diteruskan, pohon-pohon di dunia ini dinilai akan habis dan mengancam kelestarian hutan.
Kemudian pada 1960-an, muncul kantong plastik berbahan polietilena (PE) yang kemudian populer pada 1970–1980 karena ringan, tahan air, dan murah. Akan tetapi, plastik juga menghadirkan persoalan baru, yaitu bahannya yang sulit terurai di alam dan membahayakan makhluk hidup.
Hal ini menimbulkan manusia berinovasi. Di Indonesia, DKI Jakarta meresmikan Pergub No. 142/2019 yang mengganti kantong plastik sekali pakai dengan tas spunbond berbahan polypropylene (PP). Tas ini dimaksudkan bisa dipakai berulang, tetapi faktanya banyak warga hanya menggunakannya 1–2 kali lalu membuangnya. Padahal, spunbond lebih tebal dan lebih sulit terurai. Sehingga daur ulangnya yang terbatas, tas spunbond justru bisa lebih buruk dari plastik tipis.
Salahkah Pakai Plastik?
Masalahnya, isu plastik kini tidak lagi terbatas pada kantong belanja. Serat yang dikenakan oleh tubuh, yaitu baju—berbahan poliester, nilon, dan akrilik—juga melepaskan ‘mikroplastik’ tiap kali dicuci. Kosmetik yang merona di pipi kita pun mengandung microbeads. Artinya, mikroplastik sebenarnya sudah sangat melekat dengan tubuh kita. Ia memang kecil. Kehadirannya pun tersembunyi. Tapi, si kecil ini berpotensi membahayakan bagi kesehatan kita.
Berdasarkan penelitian Greenpeace Indonesia bersama Universitas Indonesia (2025) menunjukkan mikroplastik terdeteksi dalam 95 persen sampel darah, urin, dan feses partisipan. Kandungan partikel ini mencapai 7,35 per gram darah dan 44,35 per gram feses. Jenis partikel yang paling dominan adalah Polyethylene Terephthalate (PET), plastik yang umum digunakan pada botol sekali pakai.
Terlebih adanya data menegaskan bahwa masyarakat Indonesia menelan rata-rata 15 gram mikroplastik per bulan yang setara dengan tiga kartu kredit (Katadata Green, 2024). Sumber utamanya datang dari ikan, makanan laut, dan air minum. Ecoton bahkan menemukan bahwa udara di Jawa Timur, terutama Gresik dan Sidoarjo, sarat partikel mikroplastik (Surabaya Inews, 2025). Tidak heran capung sudah jarang kelihatan sekarang. Air, tanah, hingga udara pun sudah tercemari partikel plastik.
Cara Mikroplastik Menjamah Otak Kita
Lantas bagaimana mikroplastik ini dapat membahayakan tubuh kita? Mula-mula, sampah plastik dari masyarakat yang membludak terbawa arus ke sungai dan laut, masuk ke tubuh plankton atau hewan-hewan mikroskopis. Lalu bisa berlanjut ke ikan dan udang yang pada akhirnya kita santap dan masuk dalam pencernaan kita. Rupanya, semulus ini perjalanan mikroplastik mencemari lingkungan sekitar dan hinggap di tubuh kita.
Dampak paling mengejutkan muncul dari studi yang diterbitkan Toxicological Sciences (2024). Rata-rata ditemukan 4.800 mikrogram plastik per gram jaringan otak manusia. Jumlah yang meningkat 50 persen dibanding 2016. Akumulasi ini bahkan 10 hingga 30 kali lebih banyak dibanding di organ lain, seperti hati atau ginjal (Business Insider, 2025). Pada hewan uji, mikroplastik terbukti diangkut sel imun hingga menumpuk di pembuluh darah otak, memicu risiko penyumbatan dan neuroinflamasi.
Penelitian Greenpeace (2025) menyebut, konsumsi plastik sekali pakai berhubungan dengan peningkatan risiko penurunan fungsi kognitif hingga 36 kali lipat. Apoptosis, atau kematian sel terprogram di otak, mungkin terdengar jauh dari keseharian kita. Namun, inilah dampak dari mikroplastik. Berkurangnya daya ingat, fokus, dan kapasitas berpikir generasi muda. Maka, tanpa kita sadari, dampak mikroplastik sangat berhubungan dengan kesehatan manusia. Sebab itu, semua permasalahan ini menggugat adanya kesadaran dari manusia. Bagaimana manusia bisa berpikir jernih, kalau otak yang jadi pusat kesadaran ikut disusupi plastik?
Mari Menata Sikap Konsumtif Kita
Kita, sebagai manusia masih sering terjebak pada pola repetisi: dari kertas, ke plastik, lalu ke kain. Buat apa terus-menerus berinovasi apabila perilaku konsumtif kita tidak ikut berubah? Maka solusinya bukan semata-mata mengganti bahan, melainkan mengubah sistem dan perilaku manusia.
Individu bisa mengurangi plastik sekali pakai, sementara pemerintah perlu memperketat impor limbah dan kebijakan kantong plastik berbayar. Adapun pada 2023, Indonesia masih mengimpor 252.473 ton sampah plastik dari 27 negara (Mongabay, 2025). Jumlah sebesar ini tidak hanya menambah beban pengelolaan sampah domestik, tetapi juga memperbesar potensi plastik bocor ke alam, hancur menjadi mikroplastik, yang akhirnya memperburuk rantai makanan kita. Dari sini, mikroplastik sungguh-sungguh menjadi ancaman yang patut kita tanggapi.
Oleh karenanya, edukasi publik mengenai sampah plastik harus disampaikan dengan cara yang menyentuh, bukan sekadar data. Sebab persoalan plastik ini bukan hanya soal angka, melainkan termasuk soal tubuh kita sendiri. Cara sederhana mengatasi masalah plastik ialah dengan mencegah sampah terbuang bebas ke alam. Sehingga tidak ada mikroplastik yang hanyut dalam laut, tanah, hingga udara. Selain itu, Kementerian Kesehatan pun mengakui bahwa kajian epidemiologis mikroplastik masih minim (Antara, 2023). Sehingga, riset lanjutan mutlak diperlukan, terutama untuk menyingkap hubungan mikroplastik dengan kesehatan manusia.
Esai: Kesimpulan

Tidak terpungkiri lagi, mikroplastik sudah berada di tubuh kita. Maka, pertanyaannya bukan lagi sekadar “salahkah memakai plastik?”, melainkan: sampai kapan kita membiarkan plastik menggerogoti tubuh dan bumi kita sekaligus?
Yang perlu kita tanamkan dalam diri ialah, “peduli pada lingkungan sama dengan peduli pada diri sendiri”. Maka, menerapkan langkah sederhana seperti prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sangat penting. Reduce berarti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, Reuse adalah memakai kembali barang yang masih bisa dipakai, dan Recycle ialah mengolah plastik agar bisa menjadi barang baru yang bermanfaat.
Dengan memilah sampah plastik sejak dari rumah dan konsisten menerapkan 3R. Kita bukan hanya menjaga bumi tetap layak huni, tetapi juga melindungi kesehatan tubuh kita sendiri dari dampak mikroplastik. Jika kita gagal menata ulang perilaku, ada kemungkinan generasi esok akan tumbuh dengan warisan yang pahit. Bukan hanya hutan yang tergerus. Bukan hanya laut yang tercemar. Bisa jadi otak yang diwariskan untuk manusia di masa depan perlahan kehilangan ‘jernihnya’ akibat mikroplastik kita abaikan hari ini. Oleh karena itu, masih inginkah kita mengabaikan mikroplastik?
Penulis: KM. Tri Sinta Dhyana Kuntari
Infografik

Infografik Hidup Dalam Bayang-Bayang Mikroplastik mengingatkan kita akan betapa mendesaknya ancaman mikroplastik dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa peduli dan mendorong kita untuk memulai aksi nyata dalam menghadapi masalah global tersebut. Langkah sederhana seperti menggunakan produk guna ulang dapat membantu mengurangi paparan mikroplastik sekaligus dampaknya bagi lingkungan. Dengan menumbuhkan kesadaran lingkungan, kita sebagai generasi muda dapat mewujudkan kepedulian ini menjadi gerakan nyata.
Oleh: Ida Bagus Surya Kanta
Rubrik Diskusi Pertamina

Wah, tahukah kamu? Pertamina lewat Kilang Plaju yang berada di Sumatra Selatan ternyata juga memproduksi plastik! Layaknya sang surya yang akan terbit setiap pagi, produksi plastik ini terus berjalan tanpa henti, hanya mengalami evolusi. Nah, menurut sobat berkabar, apakah produksi plastik ini lebih banyak manfaatnya atau justru menambah masalah sampah plastik?
Oleh: KM. Tri Sinta Dhyana Kuntari
Foto Bercerita

Di balik layar Madyapadma Berkabar, jejak langkah kami dimulai dengan menggali ide tentang mikroplastik, belajar di TPS3R Sekar Tanjung Sanur Kauh, mendengar pesan bijak dari PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Bali, hingga momen lucu saat naskah tertinggal. Kami percaya bahwa kepedulian tak cukup berhenti pada sekedar kata-kata saja. Semua menjadi kisah yang tak hanya tim Madyapadma Berkabar ingat, tetapi semoga dapat menggerakkan hatimu untuk ikut melangkah.
Foto Bercerita

Melalui kolase foto bercerita ini, kami ingin mengajak sobat berkabar melihat progres kami di balik layar. Terdapat berbagai cerita yang dipenuhi perjuangan dan canda tawa. Semua itu adalah momen berharga dari jejak langkah Madyapadma Berkabar.
Oleh:
Ni Made Naina Maitria Wicaya
Ni Kadek Ayu Darmayanti