[MADING] Penghijauan di Bumi Kita, Anak Bangsa Jaga Alamnya

Penghijauan di Bumi Kita, Anak Bangsa Jaga Alamnya
Hallo, Warriors of Nature! Kami Tim The Phainon dari SMAN 3 PURWOKERTO dengan penuh semangat menghadirkan sebuah karya Mading digital bertema "Penghijauan di Bumi kita, Anak Bangsa Jaga Alamnya". Melalui karya ini, kami ingin mengajak seluruh generasi muda untuk bersama sama menjaga kelestarian alam dengan langkah nyatanya. Mulai dari hal kecil seperti menanam pohon, mengurangi sampah plastik, hingga memanfaatkan energi ramah lingkungan.
Penghijauan bukan hanya sekedar menanam pohon, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa merawat dan mencintai bumi yang menjadi tempat tinggal kita bersama. Setiap aksi yang kita lakukan hari ini akan menjadi warisan besar bagi generasi di masa depan.
Tim redaksi kami terdiri dari :
Guru pendamping: Taufiq Ariefianto, S. Pd.
Penulis: Tanzila Putri
Desainer Visual: Alysha Rayya Rabbani, Rangga Alfiandra
Fotografer: Alysha Rayya Rabbani
Videografer: Alysha Rayya Rabbani, Rangga Alfiandra
Karya ini dibuat untuk keperluan Kompetisi Mading Digital IDN Times Explore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa proses penyutingan dari redaksi IDN Times.
Esai: Latar Belakang

Isu kerusakan lingkungan hidup kini telah menjadi perhatian global. Dunia menghadapi krisis iklim: suhu bumi naik, kualitas udara menurun, dan laut tercemar oleh sampah plastik. Setiap tahun, suhu bumi meningkat, es di kutub mencair, dan bencana ekologis seperti kebakaran hutan serta banjir besar semakin sering terjadi.
Di Indonesia, kerusakan lingkungan berdampak serius terhadap perubahan iklim, terutama akibat ulah manusia. Penebangan hutan liar dan pengelolaan sampah yang buruk menjadi penyebab utama. Menurut Global Forest Watch, Indonesia telah kehilangan lebih dari 9,75 juta hektare hutan primer sejak 2002. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan 12,6 juta ton sampah setiap tahun.
Dampak ini terasa hingga ke daerah, misalnya di Jawa Tengah. Deforestasi memicu kekeringan dan banjir di berbagai wilayah. Di Banyumas, keterbatasan ruang terbuka hijau dan buruknya pengelolaan sampah menambah risiko banjir saat musim hujan. Sayangnya, di sekolah maupun masyarakat, kebiasaan membuang sampah sembarangan dan perilaku boros energi masih sering ditemui.
Fenomena ini menjadi tantangan sekaligus panggilan bagi generasi muda. Anak bangsa tidak cukup hanya berbicara tentang isu lingkungan, tetapi juga harus ikut terlibat dalam solusinya.
Esai: Solusi

Kerusakan alam di Indonesia tidak hanya disebabkan penebangan hutan, tetapi juga kurangnya kesadaran manusia menjaga lingkungannya. Penumpukan sampah, penggunaan energi yang boros, dan minimnya usaha pelestarian alam semakin memperburuk kondisi. Jika dibiarkan, Indonesia bisa menjadi tempat yang tidak layak huni bagi generasi mendatang.
Namun, harapan belum sirna. Aksi sederhana, seperti menanam pohon, memilah sampah, atau mengolah limbah organik, dapat memberi dampak besar. Misalnya, budidaya maggot yang memanfaatkan sampah organik mampu mengurangi limbah sekaligus menghasilkan manfaat ekonomi. Generasi muda harus berani bergerak melalui sekolah, komunitas, dan lingkungan sekitar.
Contoh nyata ada di SMA Negeri 3 Purwokerto. Melalui Organisasi Pecinta Lingkungan (OPL), sekolah ini menjadi penggerak aksi hijau. Sebagai sekolah Adiwiyata, SMA Negeri 3 Purwokerto berkomitmen membangun budaya peduli lingkungan. Kami menjalankan program penanaman pohon, memiliki bank sampah sekolah, dan mendorong siswa mengumpulkan kardus, cup plastik, serta barang bekas untuk dijual ke tukang rongsokan. Selain itu, gerakan hemat energi juga diterapkan: listrik hanya digunakan saat perlu, sementara cahaya alami dari matahari dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Tidak hanya di sekolah, Banyumas juga punya langkah besar melalui pembangunan TPA Regional Banyumas TP BLE. TPA ini berdiri pada 2021 sebagai solusi darurat sampah. Uniknya, TPA BLE tidak hanya jadi tempat pembuangan, melainkan juga pusat edukasi lingkungan. Di sini, sampah yang sudah dipilah diolah menjadi Bursam (bubur sampah), lalu digunakan untuk budidaya larva maggot.
Konsep ini menerapkan zero waste, karena sampah organik diubah menjadi sumber daya baru. Hasilnya pun nyata:
1. Maggot kering dijual sebagai pakan berprotein tinggi untuk ikan atau ternak.
2. Peternakan ayam terintegrasi dengan kandang maggot. Maggot segar menjadi pakan ayam, dan hasilnya berupa telur ayam yang bisa dikonsumsi masyarakat.
Inovasi TPA BLE menunjukkan bahwa pengelolaan sampah bisa menjadi solusi berkelanjutan, menghasilkan manfaat lingkungan sekaligus ekonomi.
Esai: Kesimpulan

Mari tinggalkan jejak hijau. Ini bukan hanya simbol, melainkan warisan hidup untuk Indonesia dan dunia. Karena masa depan Bumi ada di tangan kita.
SMA Negeri 3 Purwokerto, melalui OPL, membuktikan bahwa pemuda bisa memimpin gerakan lingkungan. Dengan dukungan program berkelanjutan, semua siswa, guru, dan karyawan terlibat aktif. Ditambah adanya TPA BLE sebagai pusat pengolahan sampah modern, Banyumas menunjukkan bahwa langkah lokal bisa memberi inspirasi global.
Dengan konsistensi, kolaborasi, dan semangat hijau, kita bisa menjaga Bumi agar tetap layak huni bagi generasi mendatang
Infografik

Kerusakan lingkungan sudah menjadi masalah global yang nyata. Krisis iklim membuat suhu bumi terus meningkat, es di kutub mencair, dan bencana ekologis semakin sering terjadi. Indonesia pun tidak luput dari dampaknya. Data menunjukkan bahwa sejak 2002, lebih dari 9,75 juta hektare hutan primer hilang akibat deforestasi. Ditambah lagi, produksi sampah nasional mencapai 12,6 juta ton setiap tahunnya, dengan pengelolaan yang masih jauh dari kata optimal.
Di Jawa Tengah, khususnya Banyumas, kondisi ini makin terasa. Deforestasi menyebabkan kekeringan saat musim kemarau dan banjir besar ketika musim hujan tiba. Sayangnya, kurangnya ruang terbuka hijau dan buruknya pengelolaan sampah semakin memperparah situasi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku manusia memiliki peran besar dalam mempercepat kerusakan lingkungan.
Namun, di balik masalah besar ini, ada banyak langkah nyata yang bisa dilakukan. SMA Negeri 3 Purwokerto, misalnya, melalui Organisasi Pecinta Lingkungan (OPL) dan predikat sebagai sekolah Adiwiyata, menjadi motor penggerak dalam menjaga kelestarian alam. Program penanaman pohon, gerakan hemat energi, dan pengelolaan bank sampah sekolah adalah contoh nyata bahwa perubahan bisa dimulai dari lingkungan pendidikan. Siswa didorong untuk tidak hanya membicarakan isu lingkungan, tetapi juga ikut terlibat langsung dalam aksi nyata.
Aksi manusia dalam skala kecil pun sangat berarti. Menanam pohon di sekitar sekolah, memilah dan mendaur ulang sampah, mengurangi penggunaan listrik yang berlebihan, hingga memanfaatkan cahaya alami adalah kebiasaan sederhana yang bisa memberi dampak besar. Bahkan di Banyumas, inovasi berupa budidaya maggot dari sampah organik telah terbukti menjadi solusi berkelanjutan: mengurangi limbah sekaligus menghasilkan manfaat ekonomi.
Pesan penutup dari infografik ini sederhana namun penting: “Mari tinggalkan jejak hijau sebagai warisan untuk generasi mendatang. Perubahan dimulai dari kita.” Dengan konsistensi, kesadaran, dan semangat kebersamaan, generasi muda dapat menjadi pelopor perubahan menuju bumi yang lebih hijau dan berkelanjutan
Rubik Diskusi: infografik Pertamina

Dalam upaya mendukung keberlanjutan energi sekaligus menjaga lingkungan, Pertamina menghadirkan berbagai program nyata yang bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat.
Salah satu contohnya adalah Bank Sampah Beo Asri di Cilacap Selatan. Sebanyak 880 warga ikut serta dalam program ini, dengan pengelolaan sekitar 175 kg minyak jelantah setiap bulan. Hasilnya tidak hanya mengurangi pencemaran, tetapi juga memberi nilai tambah ekonomi dengan omzet mencapai Rp12 juta per tahun. Lebih jauh, minyak jelantah ini diolah menjadi Sustainable Aviation Fuel (SAF), bahan bakar ramah lingkungan yang bisa digunakan untuk penerbangan.
Selain itu, Pertamina juga menginisiasi penanaman mangrove di Cilacap Tengah melalui program TJSL “Masyarakat Mandiri Kutawaru” (Mamaku). Sebanyak 800 pohon mangrove telah ditanam, memberikan manfaat ganda: memperkuat ekosistem pesisir sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
Inovasi berlanjut di Kilang Pertamina Cilacap, yang memproduksi SAF berbahan baku minyak jelantah. SAF ini telah dipakai untuk penerbangan perdana oleh maskapai Pelita Air pada 20 Agustus 2025, dan sudah tersertifikasi standar internasional (RED EU, ISCC, CORSIA). Ke depan, produksi SAF akan diperluas ke RU Balongan dan RU Dumai.
Tak hanya itu, Pertamina juga berperan dalam membangun Sekolah Ramah Lingkungan. Dukungan diberikan dalam bentuk pengelolaan sampah, edukasi energi hijau dan ekonomi sirkular, serta penyediaan contoh aksi nyata keberlanjutan.
Dari berbagai program tersebut, kita bisa belajar bahwa energi hijau bukan sekadar wacana, tetapi benar-benar dapat diwujudkan melalui kolaborasi masyarakat, dunia pendidikan, dan perusahaan. Aksi kecil seperti mengumpulkan minyak jelantah, menanam pohon, mengurangi plastik sekali pakai, atau membentuk bank sampah sekolah bisa menjadi langkah awal untuk menjaga bumi
Foto Bercerita

Cerita di Balik Aksi Hijau
Tim The Phainon tidak hanya menulis dan berdiskusi, tetapi juga terjun langsung dalam berbagai kegiatan nyata. Kami mengikuti aksi penanaman pohon di lingkungan sekolah, membersihkan area sekitar dari sampah plastik, dan mendukung program bank sampah sekolah dengan mengumpulkan kardus, botol plastik, serta barang bekas lainnya untuk dijual ke pengepul.
Selain itu, kami juga melakukan kunjungan ke TPA BLE BANYUMAS. Di sana, kami melihat langsung bagaimana sampah dipilah dan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Salah satu hal yang menarik adalah proses pengolahan sampah organik menjadi bubur sampah yang kemudian digunakan untuk budidaya maggot. Maggot ini ternyata bisa dijadikan pakan ternak bernilai tinggi, sehingga tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Melalui pengalaman ini, kami belajar bahwa menjaga bumi bukanlah tugas besar yang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah atau organisasi besar. Justru sebaliknya, langkah-langkah sederhana yang dilakukan secara konsisten akan memberi dampak besar. Dari setiap foto dokumentasi kegiatan, tersimpan kisah tentang kerja sama, kepedulian, dan semangat generasi muda yang ingin meninggalkan jejak hijau bagi masa depan.
Aksi Nyata: Bank Sampah Osis

OSIS SMAN 3 Purwokerto membuktikan bahwa generasi muda mampu menghadirkan perubahan nyata melalui aksi peduli lingkungan. Program Bank Sampah Sekolah menjadi salah satu bentuk nyata kepedulian tersebut. Dengan mengajak siswa mengumpulkan barang bekas seperti kardus, botol, dan plastik, sekolah berhasil menekan volume sampah sekaligus memberikan nilai tambah berupa pemasukan untuk kas OSIS.
Tidak berhenti sampai di situ, sekolah juga melaksanakan gerakan hemat energi sebagai wujud tanggung jawab terhadap keberlanjutan bumi. Kebiasaan sederhana seperti mematikan lampu ketika tidak digunakan, serta mengoptimalkan cahaya matahari di siang hari, menjadi contoh nyata penerapan gaya hidup ramah lingkungan di lingkungan sekolah.
Dua kegiatan ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan bisa dimulai dari langkah kecil, namun konsisten. Melalui Bank Sampah dan Gerakan Hemat Energi, SMAN 3 Purwokerto tidak hanya mencetak siswa yang cerdas, tetapi juga generasi yang sadar akan pentingnya menjaga bumi demi masa depan yang lebih baik.
Aksi Nyata: Budidaya Manggot

Tim The Phainon tidak hanya menulis dan berdiskusi, tetapi juga ikut aksi nyata peduli lingkungan. Kami melakukan kunjungan langsung ke TPA BLE Banyumas, tempat pengolahan sampah berbasis lingkungan dan edukasi.
Di sana, kami melihat proses pengolahan sampah organik menjadi bubur sampah yang digunakan untuk pakan maggot. Ternyata, maggot ini sangat bermanfaat karena bisa dijadikan pakan ternak ayam yang kaya protein.
Ayam-ayam yang diberi pakan maggot tetap sehat dan menghasilkan telur dengan kualitas lebih baik. Hasil akhirnya tidak hanya mengurangi jumlah limbah, tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Melalui kegiatan ini, kami sadar bahwa menjaga lingkungan tidak harus dengan langkah besar. Justru, aksi sederhana seperti mengolah sampah menjadi sesuatu yang berguna bisa memberi dampak nyata. Dengan semangat kerja sama, setiap orang bisa ikut meninggalkan jejak hijau untuk masa depan.
Dengan langkah sederhana yang dilakukan secara konsisten, SMAN 3 Purwokerto membuktikan bahwa menjaga bumi bisa dimulai dari diri sendiri. Aksi kecil, dampak besar, untuk masa depan yang lebih hijau.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Andreas. S. Roedip. J, SH, S.Pd, MM yang telah mendukung, membimbing, dan memberikan arahan sehingga kegiatan penulisan artikel dapat terlaksana dengan baik. Dukungan beliau menjadi motivasi bagi kami untuk terus melanjutkan langkah kecil demi lingkungan yang lebih lestari.