Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Kucing Sering Mewarnai Novel Jepang?

kucing di sampul novel The Kamogawa Food Detectives (instagram.com/putnambooks)

Saat berburu J-lit alias novel Jepang, kamu bakal menemukan satu kecenderungan, yakni keberadaan kucing di sampul bahkan plot ceritanya. Ini sebuah fenomena yang mungkin kamu abaikan, tetapi bila dipikir-pikir ada sesuatu yang pasti bisa menjelaskan alasannya. 

Setelah proses riset dan observasi, kiranya ini beberapa alasan mengapa kucing sering disertakan dalam sastra Jepang. Ada kaitannya dengan mitos, psikologis, bahkan strategi bisnis. 

1. Dalam budaya Jepang, kucing lekat dengan simbol pembawa keberuntungan

Maneki neko di salah satu sudut kota Kyoto (Pexels.com/Tien Nguyen)

Melansir tulisan Zack Davisson untuk Smithsonian, kucing adalah simbol keberuntungan di Jepang. Kamu mungkin familier dengan 'maneki neko', patung kucing yang melambaikan salah satu kakinya. Ternyata ada filosofi dan cerita rakyat yang melatarbelakangi kepercayaan itu. Pertama, legenda Kuil Gotokuji yang dipercaya dapat berkah setelah seekor kucing menarik sekelompok samurai untuk berkunjung. Setelah beristirahat dan bercengkerama dengan biksu pengelolanya, samurai itu memberikan donasi untuk kuil. 

Legenda lain mengisahkan seorang perempuan tua yang dapat wangsit alias mimpi bertemu seekor kucing. Ia kemudian membuat patung tanah liat berbentuk kucing dari mimpinya itu. Tak disangka, patungnya laris manis dan membuat situasi ekonominya membaik. Patung kucing yang dimaksud dipercaya adalah 'maneki neko' yang sering kita temui di toko oleh-oleh Jepang. 

Meski ada beberapa mitos soal makhluk-makhluk mistis menyeramkan yang menyerupai kucing, ternyata 'maneki neko' dan citra baik kucing lebih populer di Jepang. Ini membuat Jepang jadi surga untuk kucing, layaknya Turki. Apalagi menurut psikolog di Psychology Today dan Medical News Today, kucing bisa jadi media meditasi karena membiarkan manusia mengelus bulu mereka, yang mana bisa memberi rasa tenang sekaligus penerimaan. 

2. Kucing bisa diasumsikan sebagai pengamat yang baik

potret seekor kucing (Pexels.com/TBD)

Kucing pun dengan cepat menginvasi budaya pop Jepang lewat karakter kartun macam Hello Kitty dan Doraemon pada 1970-an. Namun, penyertaan kucing dalam karya sastra paling terkenal dan terawal adalah novel The Tale of Genji karya Murasaki Shikibu yang terbit sekitar 1.000 tahun lalu. Kini novel-novel kontemporer Jepang menyusul, sebut saja She and Her Cat (Makoto Shinkai); Travelling Cat Chronicles (Hiro Arikawa); The Guest Cat (Takashi Hiraide); The Cat and the City (Nick Bradley); I am a Cat (Natsume Soseki); A Cat, a Man, and Two Women (Junichiro Tanizaki); The Goodbye Cat (Hiro Arikawa) dan The Cat Who Saved Books (Sôsuke Natsukawa).

Ada alasan kuat yang membuat kucing amat sering disertakan sebagai tokoh pendukung dalam novel Jepang. Salah satunya asumsi bahwa kucing adalah hewan yang suka mengamati, tetapi disusul tatapan dan ekspresi yang susah ditebak hingga mendorong seseorang melakukan refleksi. Rasanya mereka sedang menghakimi kita dengan tatapan itu. Tak heran bila kucing pun beberapa kali didapuk jadi narator novel.

Beda dengan anjing yang dikenal sebagai hewan aktif sekaligus teman yang setia dan penurut, kucing memiliki sifat sebaliknya. Mereka cenderung pemalas dan justru bisa "menghipnotis" pemiliknya (manusia) melakukan apa yang mereka mau. Ada istilah "budak kucing" dalam istilah gaul sehari-hari, yakni merujuk orang-orang yang memilih kucing sebagai hewan peliharaan. 

3. Selling point untuk sebuah buku

novel Days at Morisaki Bookshop (instagram.com/manila_press)

Kecenderungan lain adalah penyertaan kucing dalam sampul buku, walaupun mereka tidak  berperan dalam plot. Coba saja cek sampul novel Days at Morisaki Bookshop (Satoshi Yagisawa) dan The Kamogawa Food Detectives (Hisashi Kashiwai). Meski kucing tampil di sampul, mereka bukanlah bagian dalam cerita, bahkan tak disebut sama sekali. 

Dipakai sebagai dekorasi, ini bisa dilihat sebagai sebuah strategi pemasaran mengingat tak sedikit orang yang tertarik pada buku karena sampulnya. Keberadaan kucing di sampul buku sendiri secara tak langsung memberikan kesan bahwa buku ini berada di spektrum atau genre tertentu. Berdasarkan pengalaman dan kecenderungan, kucing sering dipakai untuk buku-buku healing fiction yang sering diburu pembaca. 

Kucing memang punya daya tarik yang luar biasa. Meski anjing lebih dulu menginvasi industri penerbitan buku terutama yang berasal dari Barat, kucing perlahan masuk dan menyainginya lewat novel-novel Asia. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us