5 Rekomendasi Buku tentang Hidup sebagai Migran di Negara Orang

- Americanah karya Chimamanda Ngozi Adichie: - Novel tentang pengalaman migran Nigeria di Amerika dan Inggris. - Menyoroti identitas, ras, dan rasa "asing" dalam adaptasi budaya. - Prosa tajam dan personal, menggambarkan pergulatan batin.
- The Buddha in the Attic karya Julie Otsuka: - Novel kolektif perempuan Jepang migran ke Amerika pada abad ke-20. - Cerita intens dan puitis tentang keputusasaan, harapan, dan adaptasi budaya. - Refleksi kuat tentang menjadi migran perempuan di era penuh tantangan.
- Exit West karya Mohsin Hamid: - Kisah pasangan muda yang melintasi dunia melalui pintu ajaib. - Memadukan realisme
Berpindah ke negeri lain membawa pengalaman yang kompleks: adaptasi budaya, perasaan campur aduk, bahasa yang harus dipelajari, stigma sosial, dan perasaan rindu rumah yang tak kunjung hilang.
Tema hidup sebagai migran jadi inspirasi banyak penulis untuk menuangkannya dalam karya fiksi maupun nonfiksi yang kuat secara cerita dan emosi. Kalau kamu tertarik mendalami pengalaman migran lewat buku, ini lima rekomendasi yang bisa kamu mulai baca, masing-masing dari sudut pandang dan gaya bercerita yang berbeda.
1. Americanah karya Chimamanda Ngozi Adichie

Americanah bercerita tentang Ifemelu dan Obinze, dua pemuda Nigeria yang menjalani kehidupan sebagai migran di Amerika Serikat dan Inggris. Novel ini menelusuri bagaimana identitas, ras, dan rasa “asing” membentuk pengalaman mereka di negeri orang.
Ifemelu membuka blog tentang hidup sebagai orang kulit hitam di Amerika, yang mengangkat pertanyaan tentang stereotip, penerimaan sosial, dan rasa percaya diri. Prosa Chimamanda tajam tapi tetap personal, sehingga pembaca bisa merasakan pergulatan batin setiap karakter. Buku ini bukan sekadar cerita tentang fisik migrasi, tetapi juga soal bagaimana seseorang mempertahankan dirinya dalam kultur yang tidak selalu ramah.
2. The Buddha in the Attic karya Julie Otsuka

The Buddha in the Attic adalah novel kolektif tentang sekelompok perempuan Jepang yang bermigrasi ke Amerika pada awal abad ke-20. Cerita ditulis dalam suara jamak yang unik, seolah seluruh suara migran berbicara sekaligus, sehingga memberi pengalaman membaca yang intens dan puitis.
Fokus buku ini bukan pada satu tokoh, tetapi pada pengalaman bersama dari keputusasaan, harapan, kehilangan, dan adaptasi budaya. Perubahan sosial dan diskriminasi yang mereka alami dijelaskan dengan kalimat yang sederhana namun menyentuh. Buku ini adalah refleksi kuat tentang apa artinya menjadi migran perempuan di era yang penuh tantangan.
3. Exit West karya Mohsin Hamid

Exit West mengikuti kisah pasangan muda, Nadia dan Saeed, yang terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka di negeri yang dilanda konflik. Mereka melintasi dunia melalui pintu-pintu ajaib (magical doors) yang membawa mereka dari satu negara ke negara lain, menghadapi tantangan menjadi migran di setiap tempat.
Novel ini memadukan realisme dan unsur magis untuk menjelaskan dinamika perpindahan dan adaptasi budaya. Tema identitas, hubungan antarmanusia, serta perasaan kehilangan rumah menjadi fokus utama cerita. Walau ada elemen fiksi spekulatif, buku ini tetap kuat secara humanis dan relevan dengan realitas migrasi global.
4. The Warmth of Other Suns karya Isabel Wilkerson

Dalam buku nonfiksi ini, Isabel Wilkerson menceritakan kisah tiga migran internal di Amerika Serikat yang pindah dari selatan ke kota utara antara 1915–1970. Meskipun konteksnya adalah migrasi internal, narasinya memberi wawasan tentang bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang penuh tantangan dan harapan.
Wilkerson menggali pengalaman pribadi mereka serta dampak sosial yang lebih luas dari gerakan besar ini. Buku ini memberikan gambaran mendalam tentang diskriminasi, perjuangan ekonomi, dan usaha untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Penulisan yang kuat dan penuh riset membuatnya bukan sekadar sejarah, tetapi juga pembelajaran tentang pengalaman migran pada umumnya.
5. The Distance Between Us karya Reyna Grande

Buku ini adalah memoar tentang masa kecil Reyna Grande yang tumbuh di Meksiko lalu menyusul orang tuanya bermigrasi ke Amerika Serikat. Ceritanya berfokus pada dampak migrasi terhadap keluarga, terutama jarak emosional antara anak dan orang tua yang terpisah lama.
Reyna menulis tentang bahasa, pendidikan, status imigrasi, dan rasa tidak pernah sepenuhnya “punya rumah”. Pengalaman hidup sebagai migran digambarkan dari sudut pandang anak yang tumbuh di antara dua dunia. Memoar ini kuat, personal, dan sangat manusiawi dalam menggambarkan hidup sebagai migran.
Tinggal di negeri orang sering kali bukan soal “berpindah lokasi”, tetapi tentang membangun ulang identitas, memahami budaya baru, dan menemukan tempat di tengah ketidakpastian. Kelima buku di atas memberi jendela berbeda tentang realitas itu, dari fiksi bernuansa emosional hingga nonfiksi berwawasan luas. Dengan membaca karya-karya ini, kamu bisa memahami lebih dalam apa artinya menjadi migran, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara psikologis dan sosial.



















