Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Strategi Anti Stres Menghadapi Kurikulum Baru

ilustrasi selalu mikirin kerjaan (pexels.com/Jep Gambardella)
Intinya sih...
  • Perubahan kurikulum bukan untuk ditakuti, tapi dipahami dengan membaca, mencari tahu, dan berdiskusi dengan guru atau teman.
  • Ngobrol dengan teman atau guru bisa jadi cara simpel untuk mengurangi tekanan dan mencari solusi bersama.
  • Buat sistem baru dalam mengatur waktu belajar dengan membuat to-do list harian, menggunakan reminder, atau aplikasi produktivitas.

Menghadapi kurikulum baru itu ibarat naik roller coaster; kadang bikin semangat, kadang malah bikin kepala nyut-nyutan. Perubahan sistem pembelajaran, tugas yang makin beragam, dan ekspektasi guru yang meningkat bisa bikin tekanan makin terasa. Tapi tenang, semua bisa dihadapi tanpa harus drama berlebihan kok.

Daripada terus-terusan overthinking dan ngerasa paling tertekan sendiri, lebih baik kita pelajari strategi yang tepat biar tetap waras dan produktif. Artikel ini bakal bantu kamu menemukan cara yang santai, realistis, dan pastinya bisa kamu praktikkan langsung di dunia nyata. Yuk, kita hadapi kurikulum baru dengan kepala dingin dan hati yang ringan!

1. Pahami ritmenya, jangan buru-buru menolak

ilustrasi hafalan (pexels.com/cottonbro studio)

Perubahan kurikulum bukan untuk ditakuti, tapi dipahami. Banyak dari kita terlalu cepat menolak hal baru karena terbiasa dengan zona nyaman. Padahal, ketika kamu tahu alur, tujuan, dan konsep dasar dari kurikulum itu, semuanya jadi lebih masuk akal dan terasa ringan.

Jadi, langkah awalnya adalah baca, cari tahu, dan ngobrol sama guru atau teman soal perbedaan kurikulum yang sekarang dengan yang lama. Dengan pemahaman yang cukup, kamu nggak akan gampang panik kalau ada tugas atau metode belajar yang terasa asing. Kamu malah bisa jadi yang paling siap menghadapi semuanya.

2. Jangan simpan stres sendiri, ngobrol itu solusi

ilustrasi sekelompok pelajar (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kadang kita suka ngerasa harus kuat sendiri, padahal cerita ke orang lain bisa jadi penyelamat. Entah itu ke teman sekelas, sahabat, atau bahkan guru BK—ngobrol bisa jadi cara paling simpel buat mengurai tekanan.

Ngobrol juga bisa jadi momen untuk validasi perasaan kamu. Siapa tahu ternyata teman-temanmu juga ngerasain hal yang sama, dan kalian bisa cari solusi bareng. Jadi, jangan pendam semuanya sendirian. Ingat, kamu nggak harus jadi pahlawan super yang selalu kuat setiap saat.

3. Atur ulang jadwal biar otak nggak jebol

ilustrasi membuat jadwal (pexels.com/Antoni Shkraba)

Kalau beban tugas makin padat, berarti saatnya bikin sistem baru. Jangan sampai kamu masih pakai cara lama buat ngatur waktu, sementara tantangan yang kamu hadapi udah beda. Coba mulai dari bikin to-do list harian, pakai reminder, atau bahkan apps produktivitas kalau kamu anaknya digital banget.

Dengan jadwal yang tertata, kamu bisa tahu kapan waktunya fokus dan kapan boleh rebahan. Ini bukan soal disiplin kaku, tapi soal ngasih ruang buat otak kamu bernafas. Percaya deh, sedikit perubahan di cara kamu ngatur waktu bisa ngasih efek besar buat kesehatan mental.

4. Bikin zona nyaman versi baru

ilustrasi sekelompok pelajar (pexels.com/Thirdman)

Zona nyaman bukan berarti kamu harus stuck di situ-situ aja. Coba deh ciptain versi barunya yang tetap bikin kamu nyaman tapi tetap berkembang. Misalnya, ganti tempat belajar, pakai headset favorit, atau dekor meja belajar pakai quotes yang bikin semangat.

Kadang, perubahan kecil di sekitar kita bisa memengaruhi semangat belajar. Jadi, nggak ada salahnya eksperimen dengan suasana baru yang tetap bikin kamu betah, tapi tetap produktif. Ini cara halus tapi ampuh buat ngusir stres dari rutinitas belajar yang padat.

5. Sisihkan waktu buat recharge, bukan rebahan total

ilustrasi belajar (pexels.com/George Milton)

Jangan salah paham, me time itu penting banget, tapi jangan sampai jadi pelarian buat kabur dari tanggung jawab. Recharge itu bukan cuma soal tidur seharian, tapi ngelakuin hal yang bikin kamu senang dan berenergi lagi—entah itu nonton film, jalan sore, atau sekadar baca buku ringan.

Kalau kamu bisa atur waktu me time yang sehat, kamu bakal balik ke aktivitas belajar dengan energi baru. Ini jauh lebih efektif daripada maksa diri terus-terusan produktif tapi ujung-ujungnya malah burnout. Seimbangin kerja keras dan istirahat, itu kuncinya.

6. Fokus ke proses, bukan hasil yang sempurna

ilustrasi belajar di waktu yang tepat (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Salah satu pemicu stres terbesar adalah ekspektasi tinggi dari diri sendiri. Kita sering mikir harus selalu dapet nilai bagus, harus selalu paham materi dari awal, padahal semua itu proses. Nggak semua hal harus sempurna di awal, dan itu nggak apa-apa.

Daripada fokus ke hasil akhir, coba nikmatin proses belajar kamu. Rayakan kemajuan kecil entah itu berhasil ngerjain tugas tepat waktu atau paham satu topik yang susah. Dengan pola pikir kayak gini, belajar jadi lebih ringan dan menyenangkan.

7. Ingat tujuan besarmu, bukan cuma tugas hari ini

ilustrasi target kecil (pexels.com/Pixabay)

Kadang kita terlalu tenggelam di tugas-tugas harian sampai lupa sama alasan kita belajar. Coba tarik napas dan ingat lagi: kamu sekolah buat masa depan, bukan cuma buat dapat nilai bagus di ulangan besok. Tujuan jangka panjang ini bisa jadi penyemangat utama saat hari terasa berat.

Setiap kali kamu mulai ngerasa kehilangan arah, balik lagi ke tujuan besarmu. Mau jadi apa kamu nanti? Mimpi apa yang pengin kamu kejar? Saat kamu tahu jawabannya, semua tantangan di kurikulum baru ini akan terasa lebih layak diperjuangkan.

Menghadapi kurikulum baru nggak harus bikin kamu kalang kabut. Dengan strategi yang tepat, kamu bisa tetap santai tanpa kehilangan fokus. Ingat, stres itu wajar, tapi jangan biarkan dia menguasai kamu. Yuk, hadapi perubahan ini dengan senyuman, semangat, dan strategi yang matang!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us