Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Orangtua Selalu Mengontrol Kegiatan Anak

ilustrasi parenting (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Setiap orangtua pasti ingin yang terbaik bagi anak-anaknya, dan cara mereka mengungkapkan rasa sayang dan perhatian adalah dengan mengontrol kegiatan anak. Meskipun terkadang hal ini bisa terasa membebani anak, pada dasarnya, kontrol tersebut berasal dari kekhawatiran dan keinginan untuk melindungi mereka. Namun, penting untuk memahami bahwa meskipun niat orangtua baik, kontrol yang berlebihan bisa menimbulkan ketegangan dalam hubungan orangtua dan anak.

Banyak faktor yang mendorong orangtua untuk mengontrol anak mereka. Biasanya, kontrol ini muncul dari pengalaman masa lalu, kekhawatiran tentang keselamatan anak, atau bahkan pandangan mereka tentang apa yang terbaik untuk anak tersebut. Berikut adalah lima alasan mengapa orangtua sering kali merasa perlu untuk mengontrol kegiatan anak mereka.

1. Budaya atau nilai yang diajarkan orangtua

ilustrasi parenting (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Seringkali, kontrol yang dilakukan oleh orangtua berakar pada budaya atau nilai yang mereka pegang teguh. Banyak orangtua yang percaya bahwa cara terbaik untuk membesarkan anak adalah dengan mengajarkan nilai-nilai tertentu, seperti kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketekunan, yang semuanya sering dikaitkan dengan cara pengasuhan yang lebih terstruktur dan terkendali. Dalam budaya seperti ini, orangtua mungkin merasa perlu untuk mengontrol hampir semua aspek kehidupan anak agar mereka tetap berada di jalur yang dianggap benar menurut norma yang telah mereka ajarkan.

Dalam kasus tertentu, orangtua mungkin menganggap bahwa memberikan kebebasan penuh kepada anak akan mengarah pada perilaku yang tidak diinginkan atau merusak nilai-nilai yang mereka anut. Oleh karena itu, kontrol yang berlebihan sering kali merupakan cara orangtua untuk menjaga agar anak-anak mereka tetap mengikuti aturan dan keyakinan yang telah ditetapkan dalam keluarga.

2. Kekhawatiran akan keselamatan anak

ilustrasi parenting (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Alasan utama mengapa orangtua cenderung mengontrol kegiatan anak adalah kekhawatiran akan keselamatan mereka. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan risiko, orangtua merasa bertanggung jawab untuk melindungi anak-anak dari bahaya, baik yang bersifat fisik maupun emosional. Kekhawatiran ini bisa membuat mereka merasa perlu untuk mengawasi setiap kegiatan anak, seperti tempat yang mereka kunjungi, teman-teman yang mereka pilih, atau bahkan waktu yang mereka habiskan di luar rumah.

Orangtua mungkin tidak selalu menyadari bahwa terlalu banyak kontrol justru bisa membuat anak merasa terkekang. Namun, bagi mereka, itu adalah bentuk perlindungan yang tidak bisa dihindari, karena mereka ingin memastikan anak-anak mereka tetap aman dan terhindar dari berbagai risiko yang ada di dunia luar.

3. Ketakutan akan penyesalan atau kegagalan anak

ilustrasi parenting (pexels.com/Vitaly Gariev)

Kegagalan adalah hal yang paling ditakuti oleh banyak orangtua, terutama ketika itu menyangkut anak mereka. Banyak orangtua yang mengontrol kegiatan anak dengan harapan mereka dapat menghindari kegagalan yang mungkin terjadi di masa depan. Mereka khawatir bahwa anak-anak mereka tidak akan siap menghadapi tantangan kehidupan, dan ini bisa menyebabkan rasa cemas yang mendalam. Untuk itu, orangtua cenderung ingin mengarahkan langkah anak-anak mereka supaya tidak terjatuh pada kesalahan yang mereka anggap bisa menghancurkan masa depan anak.

Karena ketakutan ini, orangtua mungkin akan terlalu mencampuri keputusan-keputusan anak, baik itu terkait dengan pilihan hidup, karier, maupun hubungan sosial mereka. Meskipun terkadang ini datang dari niat baik untuk melindungi, kontrol berlebihan justru dapat menyebabkan anak merasa tidak memiliki kendali atas hidup mereka.

4. Pengalaman orangtua di masa lalu

ilustrasi parenting (pexels.com/Kindel Media)

Pengalaman orangtua di masa lalu juga memengaruhi cara mereka mengontrol kegiatan anak. Jika mereka pernah mengalami kejadian buruk, seperti kecelakaan atau penyesalan yang berhubungan dengan keputusan yang mereka buat, mereka cenderung menjadi lebih protektif terhadap anak mereka. Pengalaman pahit tersebut membuat mereka merasa bertanggung jawab untuk mengarahkan anak agar tidak membuat kesalahan yang sama. Dengan kata lain, kontrol yang dilakukan oleh orangtua sering kali dipengaruhi oleh rasa takut mereka akan terulangnya kesalahan yang sama.

Karena pengalaman tersebut, orangtua bisa menjadi sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan tentang kehidupan anak. Mereka ingin memastikan anak-anak mereka tidak akan menghadapi situasi yang menyakitkan atau menyesatkan, meskipun hal ini bisa membuat anak merasa kurang memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi dunia mereka sendiri.

5. Memastikan anak memiliki masa depan yang sukses

ilustrasi parenting (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Banyak orangtua merasa bahwa mereka perlu mengontrol kehidupan anak mereka, terutama dalam hal pendidikan dan karier, karena mereka ingin memastikan anak-anak mereka memiliki masa depan yang sukses. Orangtua sering kali merasa bahwa dengan memberikan arahan yang ketat, mereka dapat memastikan bahwa anak-anak mereka memilih jalan yang tepat, yang menurut mereka adalah jalan yang akan membawa kesuksesan.

Hal ini bisa membuat orangtua berusaha mengendalikan pilihan-pilihan yang diambil oleh anak, mulai dari memilih jurusan di sekolah hingga teman-teman yang mereka ajak bergaul. Meskipun niatnya baik, hal ini bisa membatasi ruang gerak anak untuk menentukan pilihan mereka sendiri, dan membuat mereka merasa tidak mampu mengembangkan potensi sesuai keinginan mereka.

Kontrol orangtua terhadap kegiatan anak sering kali berakar dari niat baik dan rasa cinta yang besar. Namun, terlalu banyak kontrol bisa menyebabkan ketegangan dalam hubungan orangtua dan anak, serta menghambat perkembangan pribadi anak. Sebaiknya, orangtua berusaha menemukan keseimbangan antara memberikan arahan dan memberikan kebebasan bagi anak untuk mengeksplorasi serta belajar dari pengalaman mereka sendiri. Dengan demikian, anak dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri, tetapi tetap merasa didukung dan dipahami oleh orangtua.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Larasati Ramadhan
EditorLarasati Ramadhan
Follow Us