Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Mendidik Anak Supaya Tidak Bergantung pada Validasi Orang Lain

Ilustrasi anak belajar bersama ayah
Ilustrasi anak belajar bersama ayah (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Anak perlu belajar nilai diri bukan hanya dari pujian, tapi juga pemahaman diri dan konsistensi pertumbuhan.
  • Ajarkan anak menghargai proses, bangun rasa percaya diri lewat usaha, dan dorong mereka menyusun tujuan berdasarkan nilai pribadi.
  • Latih anak mengelola kritik secara sehat dan kurangi eksposur terhadap lingkungan kompetitif yang toxic.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ketergantungan pada validasi orang lain bisa menjadi hambatan besar dalam perkembangan mental dan emosional anak. Sejak kecil, mereka perlu belajar bahwa nilai diri bukan berasal dari pujian semata, melainkan dari pemahaman akan siapa dirinya, apa yang diyakini, dan seberapa konsisten mereka bertumbuh. Dunia yang serba cepat dengan eksistensi media sosial kerap mendorong anak untuk terus mencari pengakuan dari luar, sehingga tanpa sadar mereka mengabaikan pentingnya membangun jati diri yang kuat dari dalam.

Orang tua memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir anak agar tidak terlalu sibuk mencari pembenaran eksternal. Dengan pola asuh yang tepat, anak bisa belajar bahwa apresiasi memang penting, tapi bukan segalanya. Yang jauh lebih penting adalah integritas, kepercayaan diri, dan kemampuan mengelola emosi secara sehat. Berikut ini beberapa cara yang bisa diterapkan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung pada validasi orang lain.

1. Ajarkan anak mengenali dan menghargai diri sendiri

illustrasi mengajarkan anak
illustrasi mengajarkan anak (pexels.com/cottonbro studio)

Langkah pertama agar anak gak bergantung pada pujian eksternal adalah membantu mereka mengenali kelebihan dan kekurangannya. Anak yang sadar akan kapasitas dirinya cenderung lebih percaya diri dalam mengambil keputusan dan gak mudah terpengaruh oleh komentar orang lain. Ajak anak untuk berdialog secara terbuka tentang perasaannya, pencapaian yang ia banggakan, serta hal-hal yang ingin ia kembangkan tanpa harus menunggu orang lain memujinya terlebih dulu.

Mengajarkan self-awareness sejak dini bisa memperkuat fondasi mental anak. Berikan ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri tanpa takut salah, agar mereka terbiasa fokus pada proses, bukan hanya hasil. Ketika anak bisa menerima dirinya dengan segala keunikan dan kekurangannya, ia akan lebih tahan terhadap tekanan sosial dan gak mudah silau pada pujian semu. Ini menjadi bekal penting dalam membentuk karakter yang kuat dan autentik.

2. Bangun rasa percaya diri lewat proses, bukan pujian

ilustrasi anak belajar masak
ilustrasi anak belajar masak (vecteezy.com/Puwadon Sang-ngern)

Anak yang terlalu sering dipuji tanpa memahami makna dari usaha yang dilakukan bisa tumbuh menjadi pribadi yang hanya bergerak jika mendapat pengakuan. Oleh karena itu, penting untuk mengapresiasi proses, bukan semata hasil. Misalnya, ketika anak belajar melukis, sorot ketekunan dan kreativitasnya alih-alih hanya mengatakan hasilnya bagus. Dengan begitu, anak belajar bahwa proses berlatih dan mencoba adalah sesuatu yang layak dihargai.

Anak yang tumbuh dengan mindset proses akan lebih tahan menghadapi kegagalan dan gak mudah menyerah ketika tidak mendapat pujian. Mereka paham bahwa keberhasilan tidak datang secara instan, dan validasi terbesar berasal dari konsistensi dalam belajar. Orang tua bisa menjadi role model dengan menunjukkan bahwa usaha yang jujur lebih penting daripada sekadar pencitraan di mata orang lain.

3. Dorong anak menyusun tujuan berdasarkan nilai pribadi

Ilustrasi membersamai anak belajar membaca
Ilustrasi membersamai anak belajar membaca (pexels.com/SAULO LEITE)

Anak yang punya tujuan berdasarkan nilai-nilai pribadi akan lebih mudah mengabaikan tekanan sosial dan validasi eksternal. Misalnya, ketika anak ingin menjadi dokter bukan karena prestise atau pujian dari orang lain, melainkan karena ingin membantu orang lain, maka motivasinya akan lebih tahan lama. Orang tua bisa membantu anak menggali nilai-nilai ini lewat percakapan santai namun mendalam, seperti apa yang membuat mereka merasa bersemangat atau apa yang ingin mereka ubah di dunia.

Menumbuhkan kesadaran akan nilai pribadi bukan tugas instan, tapi proses yang butuh konsistensi. Anak yang terbiasa merefleksikan alasan di balik setiap tindakan akan lebih terarah dalam membuat keputusan dan gak mudah terseret arus opini luar. Nilai-nilai ini akan menjadi kompas yang menuntun anak bahkan ketika lingkungan di sekitarnya berubah.

4. Latih anak mengelola kritik secara sehat

Ilustrasi anak belajar membaca
Ilustrasi anak belajar membaca (pexels.com/Ksenia Chernaya)

Bukan hanya pujian yang memengaruhi anak, tapi kritik juga bisa berdampak besar jika tidak ditangani dengan tepat. Anak yang kuat secara emosional akan mampu menerima kritik tanpa merasa hancur harga dirinya. Orang tua perlu melatih anak untuk memilah kritik yang membangun dan mengabaikan komentar yang hanya menjatuhkan. Ini penting agar anak gak tumbuh menjadi pribadi yang terus-menerus mencari persetujuan agar terhindar dari penilaian negatif.

Mengelola kritik secara sehat juga berarti mengajari anak untuk bertanya pada diri sendiri, "Apa yang bisa aku pelajari dari hal ini?" bukan "Apa aku sudah cukup baik?" Anak yang mampu melihat kritik sebagai bagian dari proses belajar akan lebih cepat berkembang dan gak mudah baper. Ini akan membentuk mental yang tangguh dan tahan banting di tengah dunia yang sering kali penuh ekspektasi.

5. Kurangi eksposur terhadap lingkungan kompetitif yang toxic

ilustrasi anak belajar numerasi
ilustrasi anak belajar numerasi (pexels.com/Yan Krukau)

Lingkungan yang terlalu kompetitif dan penuh perbandingan bisa membuat anak merasa dirinya gak cukup baik kecuali mendapat pengakuan dari luar. Sayangnya, banyak anak tumbuh di lingkungan seperti ini, terutama di dunia pendidikan atau media sosial. Orang tua perlu bijak dalam memilih lingkungan sosial, sekolah, atau komunitas yang lebih menekankan kolaborasi daripada kompetisi berlebihan.

Anak yang tumbuh di lingkungan sehat akan belajar untuk bersyukur atas pencapaian sendiri tanpa harus membandingkan dengan orang lain. Mereka bisa menghargai keberhasilan teman tanpa merasa tersaingi, karena sadar bahwa setiap orang punya jalan masing-masing. Ini membantu anak memiliki orientasi ke dalam dan tidak menjadikan validasi luar sebagai tolok ukur utama keberhargaan dirinya.

Mendidik anak agar tidak bergantung pada validasi orang lain adalah proses panjang yang memerlukan kesabaran dan konsistensi. Namun, hasilnya sangat berharga yaitu anak tumbuh menjadi pribadi yang autentik, percaya diri, dan kuat secara mental. Dengan fondasi ini, anak bisa menghadapi dunia luar tanpa kehilangan jati diri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us