5 'Dendam' Positif Anak yang Didiskriminasi oleh Orangtua

Ada banyak contoh perilaku diskriminatif atau membeda-bedakan yang dilakukan orangtua pada anak-anaknya. Misalnya, lebih sering memarahi salah satu anak padahal kesalahan mereka sama.
Juga dalam hal pemenuhan kebutuhan dan keinginan anak-anak. Satu disuruh membeli sendiri apa pun yang diinginkannya, sedangkan saudaranya sampai mobil dan rumah pribadi pun dibelikan.
Sikap-sikap diskriminatif seperti ini tentu membuat anak merasa sedih bahkan tertolak dari orangtuanya sendiri. Sulit untuknya tidak memiliki 'dendam' di kemudian hari. Namun, sejauh dendam itu positif seperti di bawah ini, mengapa tidak?
1. Bertekad untuk sukses

Dia yang merasa tidak mendapatkan barang berharga apa pun dari orangtuanya selagi saudaranya memperolehnya dengan mudah, akhirnya terdorong untuk membelinya sendiri. Berjuang dari nol memang sulitnya tiada banding.
Namun, keinginannya buat sukses tak lagi dapat dibendung. Dia belajar lebih tekun dan bekerja lebih keras buat mencapai kesuksesan yang diinginkannya. Dengan kesuksesan itu, keinginan apa pun yang dahulu tak diperolehnya dari orangtua menjadi lebih mudah untuk dipenuhinya sendiri.
2. Tidak melakukan diskriminasi pada anak-anaknya kelak

Anak yang dibedakan dalam keluarga tahu betul rasa tidak enaknya diperlakukan seperti itu. Makanya, dia selalu berprinsip untuk menjadi orangtua yang seadil mungkin bagi anak-anaknya kelak.
Dia tidak mau suatu saat dibenci oleh anak sendiri. Dia bahkan dapat memiliki prinsip lebih baik tak memiliki anak lebih dari satu apabila tidak dapat memperlakukan mereka semua dengan cukup adil.
3. Lebih suportif pada teman yang mengalami perlakuan serupa

Sering kali tidak mudah untuk anak korban perlakuan diskriminatif dalam keluarga menemukan orang yang mampu memahaminya. Tak jarang, orang lain malah menuduhnya terlalu gampang iri pada saudara sendiri.
Hanya sesama korban diskriminasi orangtua yang akan mampu saling memahami dengan baik. Ini sangat terasa dari sikapnya yang tak menghakimi perasaan tersisih temannya yang mengalami hal serupa, malahan dirinya akan mendukung kawan agar tetap kuat.
4. Mempelajari alasan-alasan di balik sikap orangtua

Butuh waktu yang cukup lama untuk anak korban diskriminasi orangtua memiliki keinginan buat mempelajari sikap mereka. Keinginan ini biasanya baru muncul setelah dia memasuki usia dewasa dan belajar berdamai dengan cara dirinya dibesarkan.
Tujuan dari mempelajari sikap orangtua itu bukanlah agar dia dapat membenarkan perbuatan diskriminatif mereka. Namun, yang terutama untuk mengurangi kemarahan dalam dirinya sebab itu membuat hidupnya tidak tenang.
Juga supaya suatu saat nanti ia tak menggunakan alasan-alasan tersebut untuk mendiskriminasi anak sendiri. Dia dapat berkuliah di jurusan psikologi, membaca buku yang relevan, atau berdiskusi dan berkonsultasi dengan seorang yang ahli.
5. Menjadi pribadi yang lebih mandiri

Semua anak pada dasarnya memiliki ketergantungan yang amat tinggi pada orangtua. Akan tetapi, anak yang didiskriminasi seperti dibangunkan lebih pagi untuk bersiap-siap memulai petualangannya sendiri di luar sana.
Sejak kecil dia telah mencapai kesimpulan bahwa bergantung pada orang lain, bahkan sekalipun itu orangtua sendiri, sering kali berujung kekecewaan. Oleh sebab itu, dia belajar buat mengandalkan dirinya saja dalam berbagai keadaan.
Semua anak yang bukan anak tunggal bisa saja memiliki perasaan telah didiskriminasi oleh orangtua sendiri. Suatu perasaan subjektif yang selalu merasa kurang puas dengan apa yang telah diperoleh.
Namun, sebagian dari mereka memang benar-benar mengalami perlakuan diskriminatif tersebut. Bahkan orang di luar keluarganya dapat melihat perbedaan perlakuan itu. Sampai mereka memilih menjaga jarak dari keluarga sendiri daripada terus bersedih.
Apakah kamu juga mengalaminya? Seperti apa bentuk diskriminasi orangtua yang kamu rasakan? Bagikan ceritamu di kolom komentar, ya!