Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Catat! 5 Hal Ini Sebaiknya Tidak Dibicarakan Suami Istri di Depan Anak

Ilustrasi bertengkar (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Penting menjaga perasaan anak dengan tidak membicarakan pertengkaran suami istri di depan mereka.
  • Keuangan dan keluhan rumah tangga sebaiknya tidak dibahas di hadapan anak karena dapat menyebabkan rasa takut, cemas, atau merasa bersalah pada anak.
  • Bicara tentang orang lain dengan nada negatif di depan anak dapat membuat mereka tumbuh menjadi pribadi yang mudah menghakimi, tidak empatik, atau terbiasa menilai orang hanya dari satu sisi.

Menjadi orangtua adalah perjalanan seumur hidup yang penuh tantangan dan pembelajaran. Kita belajar bukan hanya bagaimana merawat dan mencukupi kebutuhan anak, tapi juga bagaimana menjadi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu area yang sering luput dari perhatian adalah bagaimana komunikasi antara suami dan istri di hadapan anak. 

Tanpa kita sadari, obrolan orang dewasa yang kita anggap biasa saja, ternyata bisa berdampak besar pada perkembangan emosional dan mental anak. Sebaiknya kita tidak membicarakan hal tersebut di hadapan anak. Berikut ini lima hal yang sebaiknya tidak dibicarakan suami istri di depan anak-anak.

1. Membicarakan keburukan satu sama lain

Ilustrasi bicara (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Pertengkaran kecil dalam rumah tangga adalah hal yang wajar. Tapi ketika konflik itu dibawa ke depan anak, itu suatu hal yang buruk dan sebaiknya dihindari. Apalagi disertai dengan saling mengungkit kekurangan dan menyalahkan satu sama lain, maka disitulah seharusnya ada batasan tegas.

Anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kritik dan kemarahan akan merasa tidak aman secara emosional. Ia bisa kehilangan rasa hormat pada salah satu atau bahkan kedua orangtuanya. Lebih buruk lagi, anak bisa tumbuh dengan persepsi yang salah tentang hubungan pernikahan seperti ketika mereka bisa saja menganggap bahwa menikah berarti saling melukai.

2. Masalah keuangan rumah tangga

Ilustrasi bertengkar (pexels.com/RDNE Stock project)

Keuangan seringkali jadi topik sensitif dalam pernikahan. Ada kalanya situasi sedang sulit, tagihan menumpuk, atau penghasilan sedang tidak stabil. Tapi seberapa pun beratnya, penting untuk tidak membahasnya di depan anak. 

Anak tidak memiliki kapasitas emosional untuk memahami permasalahan finansial. Mereka bisa merasa takut, cemas, atau bahkan merasa bersalah jika tanpa sengaja memahami bahwa “kehadiran mereka” dianggap sebagai beban. Kalau memang perlu dibahas, pastikan dilakukan secara tenang dan hanya berdua saja.

3. Saling mengeluh tentang kehidupan pernikahan dan rumah tangga

Ilustrasi bertengkar (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Bosan, lelah, atau merasa tidak dihargai dalam rumah tangga? Itu bisa terjadi. Tapi menyampaikannya dengan nada keluhan dan ketidakpuasan di depan anak bukanlah solusi. Kalimat seperti “Papa gak pernah bantu apa-apa,” atau “Mama selalu marah-marah” mungkin terasa seperti keluhan biasa, tapi bagi anak-anak, itu seperti bom emosional. 

Anak akan bingung harus berpihak ke siapa, dan bisa jadi menyerap emosi negatif itu ke dalam dirinya. Alih-alih merasa dicintai oleh dua orang tua, mereka bisa tumbuh dengan rasa tidak aman.

4. Membicarakan keburukan dan masalah saat mengasuh anak

Ilustrasi marah (pexels.com/RDNE Stock project)

Setiap orangtua pasti punya gaya dan pendekatan masing-masing dalam mengasuh anak. Perbedaan pendapat itu normal. Tapi membahasnya dengan nada menyudutkan pasangan di depan anak bisa menjadi bumerang. 

Misalnya, saat seorang ibu berkata, “Itu semua gara-gara ayahmu yang terlalu memanjakan kamu,” atau ayah bilang, “Mama kamu memang galak.” Kalimat seperti ini bisa membuat anak merasa dia adalah penyebab konflik, atau bahkan mulai kehilangan respek pada salah satu orangtuanya. Jika ada ketidaksepakatan dalam pola asuh, bicarakanlah secara pribadi dan cari titik temu bersama.

5. Membicarakan keburukan orang sekitar di depan anak

Ilustrasi keluarga (pexels.com/Annushka Ahuja)

Mengeluh tentang tetangga, keluarga besar, atau teman kerja di hadapan anak juga bukan hal yang bijak. Anak-anak belajar cara memandang dunia dari orangtuanya. Kalau yang mereka dengar terus-menerus adalah komentar negatif, kritik, atau gosip tentang orang lain, mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang mudah menghakimi, tidak empatik, atau terbiasa menilai orang hanya dari satu sisi. Lebih baik, gunakan momen kebersamaan untuk menanamkan nilai positif dan empati pada orang lain, bukan sebaliknya.

Anak adalah peniru ulung. Mereka belajar bukan hanya dari apa yang diajarkan, tapi dari apa yang mereka lihat dan dengar setiap hari. Maka sebagai orangtua kita perlu lebih sadar dan bijak dalam menjaga kata dan sikap, terutama saat berada di hadapan mereka.

Komunikasi suami istri yang sehat bukan hanya membangun hubungan yang kuat antar pasangan, tapi juga menciptakan lingkungan yang hangat, aman, dan positif untuk tumbuh kembang anak. Ingat, anak-anak mungkin tidak selalu mendengarkan apa yang kita katakan, tapi mereka pasti meniru apa yang kita lakukan. Cobalah untuk mulai lebih hati-hati dalam bertutur kata dan saling menjaga perasaan, demi rumah tangga yang sehat dan anak yang lebih bahagia. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us