Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kesalahan Anak yang Justru Kerap Dinormalisasi oleh Orangtua

ilustrasi anak marah (pexels.com/moh-adbelghaffar)

Tidak ada orang yang sempurna, termasuk juga anak-anak. Meski begitu, biasanya kesalahan yang dibuat anak juga termasuk sesuatu yang sepele dan sering kali dianggap wajar oleh orangtua mereka.

Kesalahan utamanya justru terletak apabila orangtua terlalu mewajarkan kesalahan bagi anak-anaknya. Kesalahan sederhana yang dilakukan anak justru bisa terbawa dan menjadi serius saat ia tumbuh dewasa nanti.

Oleh sebab itu, kamu perlu tahu beberapa kesalahan yang kerap dilakukan anak, namun justru dinormalisasi oleh orangtua. Apa saja?

1. Berbohong

ilustrasi melamun (pexels.com/bertellifotografia)

Kamu mungkin kerap menemukan anak-anaknya yang berbohong untuk alasan sederhana. Sebetulnya banyak orangtua yang justru kerap menjadikan kesalahan ini sebagai bahan candaan, padahal jelas salah total.

Berbohong untuk apa pun konotasinya tetaplah salah. Jika terus menormalisasi dan menganggap sepele setiap kebohongan, maka anak akan terbiasa untuk melakukan hal tersebut dan terus terbawa hingga dewasa nanti.

2. Terlambat dan tidak disiplin

ilustrasi pembelajaran digital (unsplash.com/thomascpark)

Kesalahan selanjutnya adalah mengenai keterlambatan dan ketidakdisiplinan dalam berbagai hal. Memang patut diakui sangat sulit untuk melatih anak agar disiplin dan tidak terlambat, sebab orangtua pun kerap kali sulit melakukan hal tersebut.

Sayangnya, banyak orangtua yang terlalu memaklumi anak saat kurang disiplin dan terlambat, sebab dianggap masih kecil. Padahal justru saat masih kecil anak perlu dibiasakan, sehingga terus terbawa hingga dewasa kelak.

3. Merengek untuk mendapatkan sesuatu

ilustrasi anak menangis (pexels.com/pixabay)

Senjata anak dalam memperoleh keinginannya adalah dengan cara menangis dan merengek pada orangtuanya. Hal ini dianggap cukup ampuh, sebab banyak orangtua yang pada akhirnya menuruti anak, sebab malas apabila anak-anaknya terus merengek seperti itu.

Contoh sederhana seperti itu merupakan hal yang harus berhenti dinormalisasi pada anak. Jika terus dituruti, anak akan tetap menggunakan senjata tersebut untuk memperoleh apa yang diinginkannya.

4. Menyakiti dirinya sendiri saat marah

ilustrasi anak menangis (pexels.com/jep-gambardella)

Kamu mungkin pernah melihat anak-anak yang mengalami kondisi tantrum atau mengamuk. Biasanya kondisi ini sering membuat anak melakukan hal-hal yang agresif, seperti membanting diri ke lantai, berteriak, hingga memukul dirinya sendiri.

Banyak orangtua yang mungkin kerap bingung menghadapi kondisi seperti ini dan kemudian menormalisasikannya. Orangtua dapat membiarkan anak tenang terlebih dahulu dari tantrumnya, setelah itu coba beri pengertian untuk tidak menyakiti dirinya sendiri. Bagaimana pun orangtua memiliki peran penting dalam membantu anak untuk mengontrol amarahnya.

5. Memukul orang lain

ilustrasi anak menangis (pexels.com/baphi)

Setiap anak memiliki cara yang berbeda dalam meluapkan rasa marahnya. Salah satunya kerap dilakukan dengan memukul orang lain, apabila ia merasa tidak suka dengan orang tersebut.

Tindakan seperti ini jelas akan membuat orang lain menjadi tidak nyaman. Orangtua harus paham bagaimana cara mengatasi kebiasaan anak yang seperti ini.

Jangan sampai justru menormalisasi dengan mengatakan bahwa anak masih kecil dan belum memahami situasi. Justru di situ peran orangtua dibutuhkan untuk memberikannya pengertian.

 

Ada banyak kesalahan anak yang harus orangtua pahami dan cegah. Jangan sampai kesalahan buruk tersebut justru terbawa sampai anak dewasa. Tidak menyepelekan kesalahan apa pun, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tresna Nur Andini
EditorTresna Nur Andini
Follow Us