5 Sebab Anak Nangis saat Kerjakan PR, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Tanpa anak rewel dan menangis saja, menemaninya belajar bukan hal yang mudah. Terlebih ketika anak belum bisa belajar sendiri. Biasanya di awal masuk sekolah, antara kelas 1 sampai 3 SD. Meski tentu saja, kondisi setiap anak berbeda-beda. Ada anak yang lekas dapat belajar mandiri.
Ada pula anak yang sudah ditemani belajar pun masih terjadi drama. Terutama ketika ia harus mengerjakan PR dan mesti dikumpulkan besok. Siap-siap suasana di rumah ribut sepanjang malam. Anak bukannya fokus mengerjakannya, malah sebentar-sebentar menangis.
Jangan sampai kesabaran orangtua habis. Pahami bahwa anak belum terbiasa dengan rutinitas mengerjakan PR. Di bawah ini lima penyebab anak nangis saat kerjakan PR beserta solusinya. Kamu yang saat kecil lebih santai menghadapi PR apa pun barangkali kurang mengerti perasaannya, maka baca artikel ini sampai habis, ya!
1. Takut PR gak selesai dan dimarahi guru

Ukuran banyaknya PR yang terasa membebani berbeda-beda buat setiap anak. Kelak ia sudah duduk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi tentu telah terbiasa dengan PR yang mencapai puluhan soal untuk satu mata pelajaran saja. Akan tetapi, buat saat ini pekerjaan rumah sebanyak lima soal pun sudah membuatnya gak yakin akan bisa menyelesaikannya.
Apalagi ketika anak merasa PR-nya sulit, belum diajarkan oleh guru, atau dia sendiri kesulitan memahami materinya. PR itu menjadi tampak menakutkan. Belum lagi ditambah PR dari pelajaran lain yang besok juga mesti diperiksa guru. Anak merasa waktu yang ada terlalu sedikit buat menyelesaikan semuanya.
Kalau PR sampai gak kelar nanti guru memarahinya. Tenangkan anak dulu karena selama ia panik, waktu malah terbuang sia-sia dan tak mungkin dia mampu mengerjakan soal. Yakinkan anak bahwa waktu yang tersedia cukup untuk menyelesaikan PR. Tentu dengan syarat anak tidak menangis terus. Katakan juga bahwa guru tak segalak bayangannya. Terpenting anak berusaha mengerjakannya.
2. Sedih merasa tidak sepintar teman-temannya

Beberapa anak mudah merasa rendah diri begitu berhadapan dengan PR yang dirasa sulit. Memang untuk hasil pengerjaan PR hari ini baru akan diketahui besok. Bisa saja dengan pendampinganmu, hasil pengerjaan PR anak benar semua. Akan tetapi, dari proses belajar dan mengajar di kelas ia sudah tahu sepintar apa teman-temannya.
Anak yang merasa gak sepandai kawan-kawannya menjadi mudah minder. Apalagi saat dia berhadapan dengan pekerjaan rumah yang cukup banyak dan sukar. Tidak ada PR pun, anak telah merasa tak percaya diri di kelas. PR itu bikin suasana hatinya makin buruk. Sebagai orangtua, dirimu perlu membesarkan hati anak.
Beri tahu anak bahwa siapa pun bisa tambah pintar asalkan tekun belajar. Kepandaian juga ada bermacam-macam sehingga anak tidak perlu merasa kalah dari kawan-kawannya. Contohnya, anak paling sedih setiap berhadapan dengan PR matematika. Banyak temannya jago matematika. Namun, anak barangkali unggul dalam pelajaran lain seperti bahasa atau olahraga.
3. Lelah berusaha mempelajari sesuatu, tapi tak kunjung mengerti

Tangisan anak saat mengerjakan PR juga dapat menandakan ia mengalami kelelahan fisik serta psikis dalam belajar. Mengerjakan PR tidak sama dengan ketika anak sekadar membaca buku. Soal-soal menguji kemampuan anak. Terlebih bila jawabannya tak langsung ditemukan dalam buku.
Anak perlu terlebih dahulu memikirkan maksud pertanyaannya. Juga mencocokkan soal tersebut dengan contoh-contoh soal yang ada di buku agar tahu cara mengerjakannya. Ketika anak gagal dalam kedua hal ini, dia merasa frustrasi. Tangisan hanyalah cara anak untuk menunjukkan kelelahannya.
Guna memastikan, tanyakan pada anak apakah dia capek? Kalau anak mengangguk, jauhkan dulu dirinya dari meja belajar. Kamu bisa memangkunya atau mengajaknya pindah ke sofa. Beri waktu buat anak istirahat. Anak baru bisa tenang kalau rasa lelahnya berkurang. Ingat, dirimu berhadapan dengan anak-anak. Bukan orang dewasa yang kuat menyelesaikan pekerjaan secara maraton bahkan sampai lembur.
4. Tertekan oleh sikap orangtua

Sikap orangtua selama mendampingi anak belajar juga amat menentukan ia bakal menangis atau tidak. Walaupun anak sukar memahami beberapa materi, hindari terlihat galak di depannya. Selama anak masih berusaha buat memahaminya dan tidak bersikap nakal, dirimu mesti lebih bersabar.
Jangan pernah berkata dengan nada menghardik, masa begitu saja gak bisa? Perkataan seperti ini sangat merendahkan kemampuan anak. Itu sama dengan mencelanya. Fokus pada upaya untuk memudahkannya mengerti. Bila pun kamu kewalahan dalam menjelaskan, besok mulailah mempertimbangkan untuk mengundang guru les.
Daripada dirimu makin emosional saat mendampingi anak mengerjakan PR. Kekesalanmu tak bakal bikin anak tambah cepat menyelesaikan PR-nya. Nanti dia malah menangis sampai memberantakkan semua alat tulisnya. Kamu pun tambah marah. Siklus seperti ini tidak semestinya terjadi di rumah. Anak bisa benci belajar sekaligus enggan dekat denganmu.
5. Cemas membayangkan setiap hari bakal mengalami hal yang sama

Anak yang baru bersekolah belum terbiasa dengan kegiatan belajar dan mengerjakan PR setiap hari. Ini sebabnya ia khawatir membayangkan tidak akan lagi bisa lepas dari rutinitas tersebut. Belajar serta mengerjakan PR bukan aktivitas yang menyenangkan baginya. 1 atau 2 hari saja sudah bikin pusing, apalagi bila selamanya seperti itu.
Perlahan-lahan jelaskan pada anak bahwa memang begini tugas siswa di mana pun. Meski tampaknya membosankan, yakinkan anak lama-kelamaan dia akan terbiasa. Ceritakan kalau dulu kamu serta pasangan pun mengalaminya. Banyaknya PR memang kadang bikin sebal, tetapi kalian tidak lantas menyerah.
Sampaikan pada anak tentang manfaat belajar serta mengerjakan PR. Misalnya, dengan anak mengerjakan PR pasti pemahamannya akan suatu materi bertambah. Jika ia sekadar membaca buku tanpa mengerjakan soal-soal yang diberikan guru, boleh jadi ternyata masih banyak bagian yang belum dipahaminya. Toh, apabila jawabannya keliru nanti bakal dikoreksi oleh guru.
Mendampingi anak belajar tanpa ia menangis saja sudah menjadi tugas yang menantang bagi orangtua. Kamu mungkin lupa beberapa materi zaman sekolah sehingga kudu ikut membaca buku pelajaran anak. Ditambah dirimu lelah selepas bekerja sehingga konsentrasi serta kesabaranmu berkurang.
Bila anak nangis saat kerjakan PR, jangan sampai emosimu terpancing. Kalau rasanya dirimu sulit bersabar, minta pasangan bergantian mendampingi anak belajar daripada kamu marah-marah. Setelah dirimu tenang baru kembali ikut mengajari anak lagi. Supaya belajar dan mengerjakan PR tidak menjadi kegiatan yang traumatis baginya.