Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Sebab Wajib Menafkahi Anak meski Sudah Bercerai, Mengapa?

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Katie E)

Jika kamu bercerai dengan pasangan saat usia perkawinan kalian belum lama, bisa dipastikan anak kalian masih kecil. Pertanyaannya, bagaimana kamu menunjukkan tanggung jawabmu sebagai orangtuanya setelah perceraian tersebut? Apakah kamu masih rutin menemui dan memberinya nafkah?

Seharusnya, itulah yang kamu lakukan tidak peduli kamu di posisi ayah atau ibunya. Selama kamu punya penghasilan, berapa pun besarannya, harus ada yang kamu sisihkan untuk anak. Bahkan meski ia berada dalam pengasuhan mantan pasanganmu.

Mengapa demikian? Simak penjelasannya di bawah ini dan jangan lari dari tanggung jawab!

1. Ada mantan pasangan, tetapi tidak ada mantan anak

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Gustavo Fring)

Sampai kapan pun, darahmu mengalir dalam tubuh anak. Perceraian tidak dapat menghapus hubunganmu dengan anak. Ini artinya, kamu terikat pada tanggung jawabmu sebagai orangtuanya. Salah satu tugas utamamu adalah membiayai kehidupannya.

Kamu perlu membicarakan besaran nafkah yang hendak diberikan untuk anak dengan mantan pasanganmu. Bila jumlahnya sudah disepakati, milikilah komitmen yang kuat buat selalu menepatinya baik dalam besaran nafkahnya maupun waktunya.

Tentu saja, ke depan besarannya perlu disesuaikan dengan kebutuhan anak. Misalnya, seiring dengan ia memasuki usia sekolah apalagi kelak ketika dia berkuliah.

2. Masalahmu dengan mantan pasangan, bukan dengan anak kalian

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Gustavo Fring)

Siapa sih, yang bercerai? Kamu dengan pasangan atau dirimu dengan darah dagingmu sendiri? Sudah pasti yang pertama, kan?

Maknanya, kamu wajib bersikap 'profesional'. Masalahmu dengan mantan pasangan tak boleh mengganggu hubunganmu dengan anak.

Jangan malah anak yang harus menanggung terlalu banyak kepahitan gara-gara konflikmu dengan pasangan. Melihat kalian bercerai saja, ia pasti telah merasa sedih dan iri pada teman-temannya yang hubungan kedua orangtuanya harmonis.

Apalagi jika setelah perceraian kamu seperti mengabaikannya, termasuk dengan tidak memberinya nafkah. Dia bakal merasa gak dianggap sebagai anak olehmu.

3. Masa depan anak masih sangat panjang

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Makin sebentar usia perkawinan kamu dengan mantan pasangan, makin muda pula umur anak ketika harus menghadapi perceraian kalian. Kamu dapat membayangkan betapa panjangnya masa depan anak. Untuk pendidikannya saja, ia masih harus melewati banyak jenjang. Belum buat biaya lain-lain seperti kesehatan, pernikahannya kelak, dan sebagainya.

Sebagai individu dewasa, keterlaluan sekali apabila kamu tidak peduli dengan hal-hal di atas. Walaupun mantan pasanganmu juga bekerja atau kariernya lebih bagus daripada kamu, perihal anak tetap menjadi tanggung jawab kalian berdua. Kamu wajib mengambil porsi tanggung jawabmu.

Kian tak berperikemanusiaan jika pasanganmu tidak bekerja sampai kalian bercerai dan kamu tetap tak tergerak buat menafkahi anak. Misalnya, karena dahulu kamu menyuruhnya menjadi ibu rumah tangga saja.

Sekalipun sekarang ia berusaha mandiri dengan mencari uang, tingkat kemapanannya tentu belum sebaik kamu yang telah sejak dulu bekerja. Tanggung jawabmu akan nafkah anak menjadi lebih besar.

4. Kamu tak akan mendapatkan rasa hormat dan sayang dari anak bila melepaskan tanggung jawab

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Trần Long)

Apakah anak selalu membutuhkan orangtuanya? Tentunya begitu. Hanya saja, tingkat kebutuhannya tidak sama dari waktu ke waktu. Anak paling membutuhkan peran kedua orangtuanya saat ia masih kecil, belum mampu buat mengurus diri sendiri apalagi mencari uang.

Coba rasakan seandainya kamu yang ada di posisi tersebut lantas salah satu orangtuamu tidak mau menafkahimu dengan berbagai alasan. Pasti akan sulit sekali untuk kamu tak merasa sakit hati.

Salah satu orangtua yang masih menafkahimu sampai harus sering-sering menasihati kamu supaya tak membenci ayah atau ibumu yang mengabaikan tanggung jawabnya.

Akan tetapi, bila hal ini terjadi pada anakmu, kamu juga tidak dapat menyalahkan mantan pasangan seumpama anak tetap membencimu. Bukan mantan pasanganmu gak berusaha untuk membuat anak kalian tetap menghormati serta menyayangi kamu, melainkan dirimulah yang enggan mengambil tempat di hati dan kehidupannya.

5. Agar calon pasanganmu yang baru tahu bahwa kamu punya tanggungan berupa anak

ilustrasi keluarga (pexels.com/Yan Krukov)

Atau justru ini yang paling tidak kamu inginkan untuk terjadi? Kamu memang sengaja tak menafkahi anak dari perkawinan pertamamu dengan harapan orang-orang mengira kamu lajang atau duda/janda tanpa anak. Pikirmu, status palsu tersebut bakal memudahkanmu dalam mendapatkan pasangan baru.

Barangkali itu benar. Namun, pertimbangkan dampaknya kalau calon pasanganmu yang baru tahu bahwa ternyata kamu sudah memiliki anak dan tidak mau menafkahinya.

Penilaiannya padamu sontak menjadi negatif. Siapa yang mau hidup bersama orang yang setega itu dengan anak kandungnya? Jangan-jangan, kelak kamu juga memperlakukan anak kalian seperti itu.



Sekali memiliki anak, selamanya kamu akan menjadi orangtua. Tidak peduli pernikahanmu langgeng atau cuma seumur jagung, tugas sebagai orangtua melekat padamu sepanjang hayat. Jadilah orangtua yang mampu diandalkan oleh anak-anakmu terlepas dari apa pun yang terjadi pada perkawinanmu dengan mantan pasangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us