5 Sikap Orangtua ini Bikin Anak Merasa Impian Gak Didukung

- Orangtua sering meremehkan impian anak dengan komentar negatif dan pesimis
- Anak dipaksa mengejar impian yang bukan keinginannya, membuatnya kehilangan semangat
- Terlalu fokus pada risiko, kurang memberikan dukungan nyata, dan sering membandingkan dengan anak lain bisa membuat anak merasa impiannya tidak dihargai.
Setiap anak memiliki impian yang ingin mereka capai, entah itu dalam bidang akademik, seni, olahraga, atau hal lainnya. Namun, dukungan dari orangtua menjadi faktor penting yang menentukan apakah mereka akan terus berusaha atau justru merasa ragu pada diri sendiri. Sayangnya, tanpa disadari, ada beberapa sikap orangtua yang justru membuat anak merasa impiannya tidak dihargai.
Sikap ini mungkin bukan bermaksud buruk, tetapi jika dibiarkan terus-menerus, anak bisa kehilangan semangat dan bahkan mulai meragukan kemampuannya sendiri. Berikut adalah lima sikap orangtua yang bisa membuat anak merasa impiannya tidak didukung.
1. Terlalu sering meremehkan cita-cita anak

Kadang, orangtua menganggap impian anak hanya angan-angan semata atau sesuatu yang tidak realistis. Mereka mungkin mengatakan, "Kamu yakin mau jadi pelukis? Itu bukan pekerjaan yang menjamin masa depan," atau "Jangan bercita-cita terlalu tinggi, nanti kecewa."
Kalimat seperti ini mungkin dimaksudkan sebagai bentuk kekhawatiran, tetapi bagi anak, hal ini bisa terasa seperti bentuk ketidakpercayaan terhadap kemampuannya. Jika terus-menerus diragukan, anak bisa merasa impiannya tidak berharga dan mulai kehilangan motivasi untuk mengejarnya.
2. Memaksakan impian pribadi kepada anak

Beberapa orangtua berharap anaknya mengikuti jejak mereka atau memilih jalan yang menurut mereka lebih baik. Akibatnya, anak dipaksa mengejar sesuatu yang bukan keinginannya sendiri.
Misalnya, seorang anak yang bercita-cita menjadi atlet justru didorong untuk masuk ke bidang akademik tertentu karena dianggap lebih bergengsi. Jika anak terus-menerus diarahkan ke impian yang bukan miliknya, ia akan merasa tidak memiliki kendali atas masa depannya sendiri dan kehilangan semangat dalam menjalani apa yang sebenarnya ia inginkan.
3. Lebih fokus pada risiko daripada peluang

Orangtua tentu ingin melindungi anak dari kegagalan, tetapi terlalu fokus pada risiko bisa membuat anak takut untuk mencoba. Jika setiap kali anak berbicara tentang impiannya orangtua hanya menanggapi dengan, "Nanti kalau gagal gimana?" atau "Itu susah, kamu yakin bisa?" maka anak akan merasa tidak cukup mampu untuk mewujudkan impiannya.
Anak butuh keyakinan dari orangtua bahwa mereka bisa mencoba dan belajar dari setiap kesalahan. Terlalu banyak kekhawatiran justru akan membuat anak ragu dan takut mengambil langkah maju.
4. Tidak memberikan dukungan nyata

Dukungan orangtua bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi juga tindakan nyata. Anak yang ingin menjadi musisi mungkin butuh orangtuanya untuk membantunya mengikuti kursus atau sekadar mendengarkan permainannya. Anak yang ingin menjadi atlet mungkin butuh dorongan untuk terus berlatih.
Jika orangtua hanya mendengarkan impian anak tanpa memberikan dukungan nyata, anak bisa merasa bahwa impiannya tidak cukup penting untuk diperhatikan. Hal ini bisa membuatnya kehilangan semangat untuk berkembang di bidang yang ia sukai.
5. Membandingkan dengan anak lain yang dianggap lebih sukses

Membandingkan anak dengan orang lain sering kali dilakukan dengan maksud memotivasi, tetapi justru bisa membuat anak merasa tidak cukup baik. Misalnya, mengatakan, "Lihat tuh anak tetangga, dia sudah bisa ini dan itu," bisa membuat anak merasa bahwa impiannya tidak cukup berharga karena tidak sesuai dengan standar yang diinginkan orangtua.
Setiap anak memiliki jalannya sendiri, dan membandingkan mereka dengan orang lain hanya akan membuat mereka merasa kurang percaya diri. Alih-alih membandingkan, lebih baik orangtua fokus pada kemajuan dan usaha anak dalam mengejar impiannya sendiri.
Dukungan orangtua sangat penting dalam membangun kepercayaan diri anak terhadap impiannya. Sikap seperti meremehkan, memaksakan impian sendiri, terlalu fokus pada risiko, kurang memberikan dukungan nyata, dan sering membandingkan dengan anak lain bisa membuat anak merasa impiannya tidak dihargai.