Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Kebiasaan Keliru Didik Anak Usia Dini, Sudah Tahu?

Unsplash/rawpixel

Pendidikan sebagai salah satu indikator kemajuan suatu negara, menjadi sorotan penting bagi kita. Melihat peringkat yang Indonesia dapatkan dalam bidang pendidikan sangat rendah, setiap orangtua memiliki tanggung jawab penuh atas pendidikan buah hatinya. Mulai dari pendidikan pembentukan karakter, pendidikan spiritual, hingga pendidikan formalnya.

Dalam praktiknya terdapat kebiasaan yang keliru para orangtua dalam mempersiapkan pendidikan anaknya di usia dini. Seharusnya semua hal di bawah ini bisa dihindari demi kehidupan pendidikan yang lebih baik.

1.Menyekolahkan Anak sedini mungkin agar cerdas

Pixabay/picjumbo_com

Merujuk ke Finlandia sebagai negara urutan pertama pendidikan terbaik di dunia, ternyata tidak memperkenankan anak masuk sekolah dasar jika usianya belum genap 7 tahun. Anak akan jenuh dan cenderung tak optimal mengenyam pendidikan jika masuk dibawah 7 tahun. Sedangkan di Indonesia orang tua berpacu menyekolahkan anaknya bahkan ada pra sekolah yakni usia 1,5-2 tahun.

Pintar atau cerdas ada waktunya. Usia dini yang berkembang adalah pusat perasaan sehingga anak harus bahagia, bukan cerdas. Dan usia dini adalah fase stimulasi motorik. Sayangnya, sistem yang keliru seperti ini malah banyak dilakukan, bukannya dihindari.

2.Menyekolahkan anak agar belajar sosialisasi

oowoo.net

False belief atau keyakinan yang salah lainnya yang tertanam pada kebanyakan orangtua yakni menyekolahkan anak agar bisa bersosialisasi di usia dini.

Menurut ibu Elly Risman S.Psi, seorang Psikolog lulusan Universitas Indonesia mengatakan bahwa anak usia dini belum saatnya bersosialisasi. Mereka bisa bermain bersama tapi dengan mainan masing-masing, tidak berbagi. Ketika memasuki usia 5-6 tahun, usia tepat bermain bersama teman seusianya, mengenal lingkungan dan bersosialisasi. Saat anak bersosialisasi, orangtua sudah membekali anak dengan pembentukan karakter dasar.

3.Menyekolahkan dini karena banyak permainan

pinterest.com

Orangtua kebanyakan tidak menyadari permainan anak yang paling menarik atau kreatif di usia dininya adalah bermain bersama orangtuanya. Justru tak perlu banyak menggunakan alat bermain. 

Tubuh orangtua adalah alat terbaik bermain anak. Misalnya bermain kuda-kudaan; orangtua jadi kudanya, atau bermain suara-suara hewan. Saat ini adalah waktu yang tepat membangun kedekatan fisik dan emosional bersama anak. 

Maka jadilah orangtua terbaik dan jangan batasi kreativitas anak dengan mainan yang siap pakai.

4.Mengenalkan anak dengan gadget

Orami/magazine

Pada acara seminar parenting banyak orang tua mengeluhkan anaknya yang main games di handphone lebih dari 2 jam bahkan ada yang seharian bermain gadget. Bukankah para orangtualah yang memberikan fasilitas permainan gadget pertama kali, maka ketika anak kecanduan, tentu kontribusi terbesar kesalahan ini mutlak orangtua. 

Kasus ini merupakan pelajaran bagi orangtua untuk cerdas memilihkan anak permainan yang tepat pada usianya, selain itu orangtua pun harus disiplin dan konsisten memberikan anak waktu bermain gadget. Jangan juga menggunakannya ketika sedang berinteraksi dengan anak.

5. Peranan orangtua yang absen dalam pendidikan

Pixabay.com/sathyatripodi

Alasan mayoritas orangtua menyekolahkan anaknya yang masih usia 3-5 tahun adalah pekerjaan. Sehingga menyerahkan sepenuhnya pendidikan pada sekolah. Ini merupakan sebuah kekeliruan. Tugas para orangtua itu multifungsi, bukan hanya memberi nafkah kepada anak tapi juga pendidikan terbaik dari rumah.

Anak usia 0-6 thn adalah the golden age (usia keemasan), artinya orangtua diharapkan kehadirannya untuk berperan dalam pendidikan anak dan pembentukan karakter dasar. Anak adalah plagiator terbaik. Jika ada kebiasaan perilaku yang cenderung negatif pada anak maka dia mendapatkannya dari rumah. 

6.Mempersiapkan anak sedini mungkin karena persaingan zaman

ohio.gov

Mulailah menata mindset, karena anak usia dini adalah usia bermain, jikapun dimasukan sedikit pengetahuan umum, tetaplah sambil bermain. Jangan memaksa motorik anak untuk bekerja lebih keras pada usianya. 

Jadi untuk menghadapi persaingan zaman orangtualah yang harus membekali diri dengan ilmu parenting sehingga tumbuh kembang anak optimal. Bukan anak yang disekolahkan di usia dininya tapi orangtuanya yang perlu sekolah kembali, guna memaksimalkan fungsi. Karena menjadi orangtua tidak cukup hanya learning by doing.

Jangan sampai bukan lingkungan luar yang mengancam masa depan anak tapi orang tua yang tidak memiliki ilmu parenting cukup untuk mendidik.

Kekeliruan tersebut sering dianggap biasa sehingga jadilah anak-anak indonesia tidak berkembang secara merata, bahkan banyak yang lebih suka bermain saja. Sebagai akibat kurangnya waktu bermain diusia dini. Dan kesalahan fatal para orangtua adalah tidak cepat berbenah. Mulailah belajar menjadi orangtua cerdas, demi masa depan anak yang lebih baik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifina Budi A.
EditorArifina Budi A.
Follow Us