Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Tips Hadapi Anak yang Overstimulated Setelah Main di Luar Rumah

Ilustrasi seseorang anak bermain (pexels.com/Allan Mas)
Ilustrasi seseorang anak bermain (pexels.com/Allan Mas)
Intinya sih...
  • Turunkan intensitas suasana segera setelah sampai rumah, ciptakan suasana tenang dan hindari hiruk-pikuk.
  • Beri waktu istirahat tanpa stimulasi tambahan, seperti berbaring atau duduk diam dengan orang tua.
  • Sediakan rutinitas transisi yang konsisten, misalnya mandi air hangat dan membaca buku sebelum tidur.

Bermain di luar rumah memang menyenangkan dan baik untuk tumbuh kembang anak. Mereka bisa bereksplorasi, bertemu teman baru, melihat hal-hal menarik, dan mengeluarkan energi secara bebas. Tapi tak jarang, setelah pulang dari aktivitas luar ruangan, anak justru jadi rewel, tantrum, atau bahkan susah tidur di malam hari. Ini bisa jadi tanda kalau anak mengalami overstimulation alias rangsangan berlebih.

Overstimulation terjadi ketika anak menerima terlalu banyak rangsangan sensorik, entah dari suara, cahaya, interaksi sosial, atau aktivitas fisik, hingga otaknya kewalahan memproses semuanya. Akibatnya, anak bisa jadi lebih emosional, mudah menangis, dan sulit menenangkan diri. Tapi tenang, ada beberapa cara cerdas yang bisa kamu lakukan untuk membantu anak kembali tenang. Berikut tujuh tips efektif yang bisa langsung kamu terapkan di rumah.

1. Turunkan intensitas suasana segera setelah sampai rumah

ilustrasi anak bersama ibu (pexels.com/Yan Krukau)

Begitu sampai rumah, ciptakan suasana yang tenang dan jauh dari hiruk-pikuk. Matikan TV, kecilkan suara musik, hindari percakapan yang terlalu ramai, dan beri ruang bagi anak untuk menyendiri sebentar. Tubuh dan otak anak butuh waktu untuk ‘mendarat’ kembali setelah banyak rangsangan di luar sana.

Bisa juga kamu menyiapkan sudut tenang atau ‘calm corner’ di rumah yang penuh dengan benda-benda nyaman seperti bantal lembut, selimut tipis, atau boneka kesayangan. Anak gak perlu langsung diajak bicara atau ditanya-tanya. Biarkan ia menenangkan diri dulu dengan caranya sendiri. Saat suasana di rumah lebih hening, anak pun lebih mudah mengatur ulang emosinya.

2. Beri waktu istirahat tanpa stimulasi tambahan

ilustrasi orang tua memberi dukungan ke anak (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Anak yang overstimulated gak selalu butuh hiburan baru, justru mereka butuh waktu tanpa stimulasi. Jangan langsung mengajak mereka nonton kartun atau bermain lagi. Lebih baik, beri waktu untuk ‘downtime’ seperti berbaring, pelukan di tempat tidur, atau sekadar duduk diam dengan orang tua.

Downtime ini membantu sistem saraf anak kembali stabil. Ini juga bisa jadi momen refleksi untuk mereka memproses pengalaman yang baru saja dilalui. Orang tua bisa menemani tanpa banyak bicara, cukup hadir secara fisik dan memberi kenyamanan. Dengan begitu, anak akan merasa lebih aman dan perlahan pulih dari kelelahan sensorik.

3. Sediakan rutinitas transisi yang konsisten

ilustrasi membaca bersama anak (pexels.com/Ksenia Chernaya)

Anak-anak sangat terbantu dengan rutinitas yang bisa diprediksi. Setelah bermain di luar, biasakan ada transisi yang konsisten menuju waktu tenang. Misalnya, mandi air hangat, minum susu, lalu membaca buku sebelum tidur. Rutinitas ini memberi sinyal ke tubuh dan otak anak bahwa waktu bermain sudah selesai dan saatnya beristirahat.

Rutinitas juga membantu anak merasa lebih aman karena mereka tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ini sangat penting bagi anak yang mudah kewalahan dengan perubahan suasana. Saat transisi dilakukan dengan ritme yang sama setiap hari, anak akan lebih mudah menyesuaikan diri tanpa perlu drama panjang.

4. Gunakan sentuhan fisik untuk menenangkan anak

ilustrasi anak dipeluk ibu (pexels.com/Yan Krukau)

Pelukan, usapan lembut di punggung, atau memegang tangan anak bisa sangat membantu saat mereka overstimulated. Sentuhan fisik yang hangat dan menenangkan memberi rasa aman dan mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, yang berfungsi menurunkan stres. Ini adalah cara alami untuk membantu anak merasa kembali terkoneksi.

Jika anak gak suka disentuh secara langsung saat rewel, kamu bisa tawarkan opsi seperti duduk di pangkuan atau membungkus mereka dengan selimut. Pastikan sentuhan dilakukan dengan lembut dan penuh kesadaran, bukan tergesa-gesa. Terkadang, anak hanya butuh merasa ‘ditampung’ secara emosional melalui kehadiran fisik orang tuanya.

5. Validasi perasaan anak tanpa menghakimi

ilustrasi seorang anak menangis (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi seorang anak menangis (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Ketika anak menangis atau tantrum setelah pulang bermain, hindari langsung menyuruh mereka diam. Kalimat seperti ‘Udah, jangan nangis’ atau ‘Tadi kan udah senang mainnya’ justru membuat anak merasa gak dipahami. Sebaliknya, coba validasi perasaan mereka dengan mengatakan, ‘Kamu capek ya habis main seharian?’ atau ‘Keliatannya kamu kewalahan ya.’

Dengan memvalidasi, anak merasa emosinya diterima dan gak salah karena merasa lelah. Ini penting untuk membangun keterampilan regulasi emosi sejak dini. Anak yang merasa dimengerti akan lebih terbuka untuk menenangkan diri. Dan ini bisa jadi langkah awal agar mereka belajar mengungkapkan perasaan alih-alih meluapkannya lewat tangisan atau amukan.

6. Gunakan aromaterapi atau pencahayaan lembut

ilustrasi diffuser aromaterapi (pexels.com/doTERRA International, LLC)

Aroma lembut seperti lavender, chamomile, atau eucalyptus bisa membantu anak lebih rileks. Kamu bisa meneteskan essential oil ke diffuser, bantal, atau selimut anak. Pastikan memilih produk yang aman untuk anak dan gak menyengat. Aromaterapi bekerja langsung pada otak melalui indra penciuman dan bisa membantu menurunkan ketegangan secara perlahan.

Selain aroma, pencahayaan juga berpengaruh besar. Redupkan lampu kamar anak atau gunakan lampu tidur dengan warna kuning hangat. Hindari cahaya putih terang atau layar HP yang bisa membuat anak makin gelisah. Kombinasi aroma menenangkan dan pencahayaan lembut bisa jadi senjata ampuh untuk membawa anak ke kondisi siap tidur setelah overstimulated.

7. Jangan langsung menyuruh tidur, beri waktu relaksasi dulu

ilustrasi membaca bersama anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Meski anak terlihat lelah, menyuruh mereka langsung tidur bisa memicu penolakan, apalagi jika mereka masih dalam kondisi emosional yang tinggi. Tubuh dan pikiran mereka butuh waktu untuk relaksasi sebelum benar-benar siap tertidur. Maka, alihkan ke aktivitas santai seperti membaca buku cerita, mendengarkan musik tenang, atau sekadar memeluk boneka kesukaan mereka.

Bantu anak memahami bahwa tidur adalah cara tubuh mereka pulih, bukan hukuman karena rewel. Orang tua juga bisa ikut berbaring menemani agar anak merasa aman. Dengan waktu relaksasi ini, anak akan lebih mudah masuk ke fase tidur nyenyak tanpa drama tengah malam. Hasilnya? Malam yang lebih damai buat anak dan orang tua.

Overstimulation setelah bermain di luar adalah hal yang wajar dan sangat umum terjadi pada anak-anak. Mereka belum sepenuhnya mampu memproses banyaknya rangsangan yang datang sekaligus, sehingga sering kali emosinya meledak saat malam hari. Tapi kamu nggak perlu panik atau marah, dengan pendekatan yang lembut dan penuh empati, anak bisa dibantu untuk menenangkan diri.

Terapkan tujuh tips di atas untuk bantu anak kembali rileks dan tidur lebih nyenyak tanpa tangisan malam hari. Yang terpenting adalah hadir secara sadar sebagai orang tua, memahami ritme emosi anak, menyediakan ruang tenang, dan membimbing mereka melewati fase lelah secara hangat. Dengan begitu, anak tumbuh lebih sehat secara emosional dan hubungan kamu dengannya juga makin erat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us