Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Gak Semua Orang Suka Anak Kecil, Stop Judging!

Ilustrasi seorang wanita dan seorang anak laki-laki (Pexels.com/Keira Burton)
Ilustrasi seorang wanita dan seorang anak laki-laki (Pexels.com/Keira Burton)
Intinya sih...
  • Suka anak kecil bukan standar wajib bagi orang dewasa yang "baik" dan "normal."
  • Berinteraksi dengan anak kecil membutuhkan energi emosional yang besar, tidak semua orang memiliki sumber daya tersebut.
  • Kenyamanan atau ketidaknyamanan berinteraksi dengan anak kecil dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil, kepribadian, dan preferensi sosial.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam masyarakat kita, ada semacam ekspektasi sosial yang menganggap kalau semua orang harus menyukai anak kecil. Seolah-olah, suka anak kecil adalah standar wajib bagi orang dewasa yang “baik” dan “normal.” Padahal, kenyataannya gak sesederhana itu. Menghindari interaksi dengan anak kecil atau merasa gak nyaman dengan mereka bukan berarti seseorang kurang empati atau dingin secara emosional. Justru, ini bisa jadi sinyal yang perlu kita pahami lebih dalam, bukan untuk dihakimi tapi untuk dihargai sebagai bagian dari keragaman pengalaman manusia.

Ketika kamu merasa gak klik atau malah terganggu dengan anak kecil, itu bukan sesuatu yang patut disalahkan. Perasaanmu valid dan bisa jadi punya alasan-alasan rasional yang berakar dari psikologis, pengalaman, atau cara pandang hidup. Artikel ini akan membantumu melihat sisi lain dari fenomena ini dengan cara yang gak menghakimi, tapi membuka ruang refleksi agar kita semua lebih bijak dalam menilai perasaan orang lain.

1. Anak kecil memerlukan energi emosional yang besar

Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/MART PRODUCTION)
Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/MART PRODUCTION)

Berinteraksi dengan anak kecil itu seperti harus menghidupkan ulang mesin energi dalam dirimu yang mungkin sudah mulai menurun. Anak kecil butuh perhatian penuh, kesabaran ekstra, dan pemahaman mendalam yang seringkali menyita banyak tenaga emosional. Kalau kamu tipe orang yang energi emosionalnya terbatas atau lebih suka mengelola emosimu secara hati-hati, berhadapan dengan anak kecil bisa terasa melelahkan bahkan overwhelming.

Ini bukan soal kamu kurang peduli, tapi lebih pada bagaimana kamu mengelola sumber daya emosional dalam dirimu. Sama seperti kita gak bisa terus-menerus bekerja tanpa istirahat, begitu juga dengan energi untuk berinteraksi. Jadi, kalau kamu merasa sulit menikmati kebersamaan dengan anak kecil, coba lihat itu sebagai bentuk self-care dan pengelolaan energi yang sehat, bukan sebagai kelemahan.

2. Pengalaman masa lalu yang tidak selalu indah

Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Gak semua orang punya pengalaman masa kecil yang bahagia atau positif. Bisa jadi, ada trauma, ketidaknyamanan, atau hubungan yang rumit dengan figur anak kecil dalam hidup mereka dulu. Hal ini membuat mereka merasa gak nyaman ketika harus berinteraksi dengan anak-anak sekarang. Perasaan tersebut bukan hal yang bisa dihapus hanya dengan “mengubah mindset” tanpa proses penyembuhan yang dalam.

Kamu mungkin pernah mendengar pepatah, “Anak kecil itu cerminan masa lalu.” Bagi sebagian orang, itu benar-benar terasa berat karena membuka luka lama yang belum sembuh. Dengan memahami sisi ini, kita bisa lebih bijak dan empatik tanpa buru-buru menghakimi orang yang tampak “dingin” terhadap anak kecil.

3. Preferensi kepribadian dan gaya hidup yang berbeda

Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/Andrea Piacquadio)
Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Setiap orang punya karakter dan preferensi sosial yang unik. Ada yang ekstrover dan penuh semangat dalam bermain dan berinteraksi dengan anak kecil, ada juga yang introver dan lebih nyaman dengan interaksi dewasa yang kompleks dan tenang. Ini bukan soal salah atau benar, melainkan soal kebutuhan dasar psikologis yang berbeda.

Bayangkan kamu adalah seseorang yang butuh ruang pribadi dan waktu hening untuk recharge, sementara anak kecil justru membawa kebisingan dan ketidakpastian. Tentu kamu akan merasa kurang cocok, bukan karena kamu jahat, tapi karena kepribadianmu butuh keseimbangan yang berbeda. Memahami ini akan membantu kita menerima keberagaman dalam cara orang menjalani hubungan sosialnya.

4. Tanggung jawab dan beban sosial yang terasa berat

Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/MART PRODUCTION)
Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/MART PRODUCTION)

Kita hidup di dunia yang seringkali menuntut kita untuk “menjadi dewasa” dengan standar tertentu, termasuk harus menyukai dan mengasuh anak kecil. Namun, gak semua orang siap atau mau mengambil peran ini, terutama ketika ada tekanan hidup lain seperti karier, kesehatan mental, atau prioritas pribadi yang mendesak.

Kamu mungkin merasa, menjaga jarak dari anak kecil adalah cara untuk mempertahankan keseimbangan hidupmu. Ini adalah keputusan strategis untuk melindungi dirimu dari burnout dan stres yang gak perlu. Jadi, daripada menekan diri untuk sesuai ekspektasi, lebih baik kita menghargai pilihan ini sebagai bentuk keberanian menjaga batasan diri.

5. Anak kecil bisa menghadirkan ketidakpastian dan konflik emosional

Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Andrea Piacquadio)
Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Anak kecil, meskipun polos dan lucu, juga bisa jadi sumber ketidakpastian emosional. Mereka belum punya filter yang matang, sehingga perilaku mereka bisa tiba-tiba berubah, membuat kamu harus selalu siap menghadapi drama kecil yang intens. Bagi sebagian orang yang punya kebutuhan stabilitas emosional tinggi, ini bisa terasa seperti tantangan berat yang bikin tidak nyaman.

Sebagai analogi, berinteraksi dengan anak kecil itu seperti mencoba menyeimbangkan gelas penuh air di atas tangan yang gemetar—kamu harus fokus ekstra supaya tidak tumpah. Jika kamu tipe orang yang lebih suka kondisi yang terprediksi dan terkendali, wajar sekali jika merasa kurang cocok dengan energi anak kecil yang liar dan spontan.

Menghargai perbedaan bukan berarti kita harus setuju atau merasa sama, tapi cukup dengan memberi ruang dan pengertian tanpa buru-buru menghakimi. Setiap orang punya alasan yang dalam dan valid untuk memilih bagaimana mereka berinteraksi dengan dunia, termasuk dengan anak kecil. Jadi, ketika kamu menemukan seseorang yang tampak kurang nyaman dengan anak kecil, ingatlah bahwa di balik itu ada cerita, kebutuhan, dan batasan yang mungkin tak terlihat.

Kita semua sedang berusaha menjaga keseimbangan hidup dengan cara yang paling tepat bagi diri sendiri. Jadikan perbedaan ini sebagai cermin untuk belajar lebih empati dan menguatkan diri, bukan untuk menambah beban kritik atau ekspektasi. Pada akhirnya, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa hidup dengan jujur pada diri sendiri sambil tetap menghormati perjalanan orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us