4 Alasan Anak Enggan Berbicara Kesehatan Mental pada Orangtua

Meski kesadaran akan kesehatan mental telah semakin meningkat, membicarakan kondisi mental kepada orang lain merupakan hal yang tidak mudah. Hal ini dikarenakan masih adanya stigma atau label negatif terhadap mereka yang memiliki gangguan kondisi mental atau kejiiwaan. Kurangnya edukasi dan pemahaman mengenai kesehatan mental mengakibatkan masyarakat sering kali memandang gangguan mental sebagai sesuatu yang negatif atau tidak normal. Penderita gangguan mental yang seharusnya membutuhkan bantuan dan dukungan, justru kerap dijauhi atau diabaikan.
Adanya stigma dan label negatif terhadap penderita gangguan mental ini menyebabkan seseorang takut untuk terbuka akan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka kemudian memilih untuk menyembunyikan pikiran dan perasaannya dari orang lain, termasuk dari seorang anak yang hidup di keluarga. Padahal, keluarga memiliki peran penting dalam membentuk dan menjaga kesehatan mental satu sama lain. Lantas, mengapa seorang anak enggan berbicara kesehatan mental pada orangtua atau keluarganya? Berikut penjelasan selengkapnya!
1. Takut diremehkan dan dianggap berlebihan

Anak kesulitan terbuka mengenai masalah dan perasaan yang mereka alami karena khawatir bagaimana reaksi dari orangtua. Mereka khawatir perasaannya akan diremehkan atau dianggap enteng hanya karena mereka adalah seorang anak dengan umur yang masih muda. Anak juga khawatir bahwa kesulitan yang mereka alami akan dianggap sebagai suatu hal yang sepele bagi orang dewasa. Mereka takut bahwa apa yang mereka rasakan tidak akan ditanggapi dengan serius dan dinilai berlebihan.
Orangtua mungkin saja menganggap kesulitan yang dihadapi anak merupakan masalah kecil atau sepele, tetapi perasaan yang dirasakan oleh anak tetap valid. Jika masalah yang dianggap kecil itu dibiarkan terus menerus tanpa penyelesaian, hal ini dikhawatirkan dapat menjadi masalah yang lebih besar di kemudian hari. Maka dari itu, orangtua sebaiknya berusaha untuk mendengarkan dan memahami emosi yang anak rasakan. Validasi oleh orangtua akan mengajarkan anak bahwa tidak apa-apa untuk mengekspresikan perasaan mereka.
2. Takut dimarahi dan disalahkan

Selain takut diremehkan dan dianggap berlebihan, anak juga takut dimarahi dan disalahkan ketika mengungkapkan apa yang mereka alami atau rasakan. Tidak jarang ketika anak berbicara mengenai kesehatan mental mereka, mereka dimarahi karena dianggap lemah, kurang berusaha, kurang beribadah, dan sebagainya. Tentu saja saran-saran seperti memperbaiki pola hidup, perbanyak istirahat dan olahraga, serta mendekatkan diri kepada tuhan dapat berguna dalam meningkatkan kesejahteraan hidup seseorang. Namun, seseorang dengan kondisi mental yang terganggu juga membutuhkan bantuan dari ahli atau profesional.
Orangtua yang belum memahami masalah kesehatan mental mungkin dapat melihat topik ini sebagai sesuatu yang tabu atau dianggap memalukan. Ditambah lagi masih adanya stigma buruk masyarakat terkait gangguan kondisi mental. Stigma buruk ini dapat membuat orang yang menderita gangguan jiwa dianggap sebagai aib yang memalukan bagi keluarga. Adanya stigma ini mengakibatkan anak takut dimarahi karena kekhawatiran orangtua tentang bagaimana keluarga mereka dipandang oleh orang lain.
3. Tidak ingin membuat orangtua khawatir atau merasa bersalah

Alasan lain anak enggan berbicara mengenai kesehatan mental adalah karena tidak ingin menyusahkan atau menambah beban orangtua. Mereka merasa bahwa orangtua telah dihadapi dengan berbagai tantangan dan permasalahan sehingga mereka tidak ingin membuat orangtua merasa khawatir. Anak tidak ingin masalah kesehatan mental mereka akan menambah stres atau beban pikiran orangtua.
Anak juga tidak ingin membuat orangtua sedih dan merasa bersalah atas kesulitan atau gangguan mental yang mereka hadapi. Apalagi jika keluarga telah memberikan yang terbaik untuk sang anak, namun terdapat faktor dan pihak lain yang membuat kondisi mental anak terganggu, hal ini dapat menyebabkan anak ragu hingga enggan berbicara mengenai kesehatan mental mereka karena tidak ingin orangtua ikut merasakan kesulitan yang anak hadapi.
4. Orangtua yang menjadi penyebab kesehatan mental anak terganggu

Bicara mengenai kesehatan mental saja sudah sulit, bagaimana jika penyebab masalahnya berasal dari keluarga? Hal ini semakin sulit bagi anak untuk jujur akan perasaannya. Anak tentu merasa takut untuk memberi tau karena tidak ingin menimbulkan masalah dan memperburuk keadaan. Mereka kemudian memilih menyimpan masalahnya sendirian atau mencari bantuan tanpa sepengetahuan orangtua.
Ketika anak jujur terkait perkataan atau perbuatan orangtua yang menyulitkan dirinya, sebaiknya orangtua berusaha untuk mendengarkan terlebih dahulu. Alih-alih bersifat defensif dan memarahi anak karena telah berani jujur, sebaiknya dilakukan komunikasi dua arah dengan kepala dingin. Orangtua juga perlu melakukan introspeksi diri dan lebih memperhatikan lagi perkataan dan perbuatan terhadap anak.
Ketika anak enggan berbicara kesehatan mental pada orangtua, penting bagi kamu untuk melakukan komunikasi terbuka kepada anak agar tercipta ruang aman dan nyaman. Orangtua perlu belajar untuk mendengarkan dan memvalidasi perasaan anak serta bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang ada. Apabila anak mengalami kesulitan yang memengaruhi kesehatan mental, jangan ragu datang ke profesional untuk meminta bantuan. Sama halnya dengan gangguan fisik, gangguan mental juga memerlukan penanganan. Mendapatkan bantuan sejak dini sangat penting bagi anak dan seluruh keluarga.