Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Orangtua Gak Perlu Galau Anak Belum Menikah, Santai Aja!

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/cottonbro studio)

Banyak orangtua yang sering merasa khawatir ketika melihat anaknya belum menikah, terutama jika usia mereka sudah dianggap cukup matang untuk membina rumah tangga. Padahal, kekhawatiran ini sebenarnya tidak perlu, lho. Setiap individu memiliki jalan hidupnya masing-masing, dan keputusan untuk menikah juga seharusnya menjadi pilihan pribadi yang tidak perlu dipaksakan oleh tekanan sosial atau kekhawatiran orangtua.

Sebelum merasa cemas berlebihan tentang anak yang belum menikah, ada baiknya untuk memahami beberapa alasan mengapa hal ini sebenarnya bukan masalah besar. Zaman sudah berubah, sebab tak pernah ada batasan usia bagi seseorang untuk menikah baik pada zaman dulu hingga sekarang. Masyarakat lah yang seolah membuat batas usia tertentu yang diharuskan sudah menikah. Sebagai orangtua yang open minded, berikut lima alasan mengapa orangtua gak perlu galau jika anak belum menikah.

1. Anak mungkin sedang fokus mengejar karier atau impian pribadinya

ilustrasi mengejar karier (pexels.com/Los Muertos Crew)

Sering kali, alasan utama seseorang menunda pernikahan karena mereka sedang fokus mengejar karier atau impian pribadi yang penting baginya. Di era modern ini, banyak anak muda yang memilih untuk mengembangkan potensi diri terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah. Pilihan hidup semacam ini bukan berarti menolak pernikahan tapi lebih kepada ingin memastikan bahwa mereka sudah berada di tempat yang tepat dalam hidup sebelum memulai komitmen besar seperti pernikahan.

Ketika anak lebih memilih untuk mengejar karier atau impiannya, sebenarnya ini bisa menjadi hal positif. Dengan memberikan waktu pada diri sendiri untuk berkembang secara profesional dan pribadi, mereka akan lebih siap secara mental, emosional, dan finansial ketika memutuskan untuk menikah. Jadi, daripada risau, lebih baik mendukung mereka dalam perjalanan karier dan impiannya atau apa saja yang ingin mereka raih. Toh, seperti yang sudah-sudah, pernikahan yang terburu-buru tanpa persiapan matang justru bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.

2. Menikah bukan patokan kebahagiaan

ilustrasi menikah (pexels.com/Breno Cardoso)

Salah satu kesalahpahaman yang sering terjadi dalam masyarakat yaitu mengenai anggapan bahwa menikah menjadi satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan. Padahal, kebahagiaan bisa datang dari berbagai aspek kehidupan dan menikah bukan satu-satunya indikator bahwa seseorang pasti akan hidup jauh lebih bahagia atau sukses. Nyatanya, ada banyak orang yang merasa sangat bahagia dan puas dengan hidup mereka, meski belum atau bahkan tidak menikah.

Setiap individu memiliki definisi kebahagiaannya masing-masing, demikian halnya dengan orangtua, bukan? Mungkin bagi seorang individu, kebahagiaan terletak pada pencapaian karier atau bahkan dalam hobi yang tengah mereka jalani. Selama mereka merasa bahagia dan sehat secara mental serta fisik, pernikahan bukanlah sesuatu yang harus dikejar hanya karena norma sosial. Justru dengan mendukung anak dalam menemukan kebahagiaannya sendiri, orangtua sudah membantu mereka menjalani hidup yang lebih bermakna tanpa harus memaksakan pernikahan sebagai tujuan utama.

3. Setiap orang punya waktu yang berbeda untuk menikah

ilustrasi menikah (pexels.com/Foto Art Events)

Tidak ada aturan pasti tentang kapan seseorang harus menikah, sebab setiap orang memiliki jalan hidup dan waktu yang tepat untuk menikah berbeda bagi setiap individu. Ada yang merasa siap menikah di usia 20-an, sementara yang lain mungkin baru merasa siap di usia 30-an atau bahkan lebih. Hal ini sangat tergantung pada pengalaman hidup, kesiapan mental, dan keadaan pribadi masing-masing dan tak bisa disamaratakan apalagi diwajibkan harus menikah di umur sekian.

Sebagai orangtua, penting untuk menyadari bahwa anak memiliki waktu dan ritmenya sendiri dalam hidup. Menikah bukanlah perlombaan dan tidak ada gunanya memaksakan anak untuk menikah hanya karena usia mereka sudah dianggap matang. Dengan memberi mereka kebebasan untuk menentukan waktu yang tepat, anak akan merasa lebih tenang dan siap, ketika akhirnya memutuskan untuk menikah.

4. Pernikahan yang terburu-buru bisa menyebabkan masalah

ilustrasi KDRT (pexels.com/ RDNE Stock project)

Banyak orangtua yang sering kali mendorong anak untuk segera menikah karena khawatir mereka akan terlalu tua jika menunda pernikahan. Namun, pernikahan yang dilakukan dengan terburu-buru tanpa persiapan yang matang, justru bisa menimbulkan masalah. Menikah bukan hanya tentang menemukan pasangan, tetapi juga tentang kesiapan mental, emosional, dan finansial untuk menjalani kehidupan rumah tangga.

Jika anak dipaksa menikah sebelum mereka benar-benar siap, pernikahan tersebut bisa berakhir dengan konflik atau bahkan perceraian. Oleh karena itu, lebih baik memberi anak waktu untuk benar-benar mempersiapkan diri sebelum memantapkan hati melangkah ke jenjang pernikahan. Ketika mereka menikah dalam keadaan yang siap, peluang untuk memiliki kehidupan pernikahan yang bahagia dan harmonis akan jauh lebih besar. Jangan sampai dorongan yang diberikan orangtua kepada anak untuk menikah cepat, justru membawa dampak negatif bagi kehidupan anak di masa depan.

5. Anak mungkin masih mencari pasangan yang tepat

ilustrasi pasangan (pexels.com/cottonbro studio)

Menikah bukan sekadar menemukan siapa saja untuk dijadikan pasangan, tapi juga merupakan komitmen jangka panjang yang melibatkan perasaan, tanggung jawab, dan masa depan. Mungkin saja mereka belum menikah karena masih dalam proses mencari pasangan yang benar-benar cocok. Hal semacam ini bukan hal yang buruk, kok karena orangtua juga pasti tahu bahwa menikah dengan orang yang salah justru bisa membawa lebih banyak masalah daripada kebahagiaan.

Mencari pasangan yang tepat memang butuh waktu dan setiap orang memiliki standar serta harapan yang berbeda terhadap pasangan hidup. Daripada terburu-buru menikah dengan orang yang belum tentu cocok, lebih baik jika mereka meluangkan waktu untuk mengenal diri sendiri dan mencari pasangan yang bisa mendukung mereka dalam jangka panjang. Mereka lebih dari paham bahwa pernikahan merupakan perjalanan seumur hidup. Jadi lebih baik memulai perjalanan ini dengan orang yang benar-benar cocok, daripada terburu-buru demi memenuhi ekspektasi sosial.

Sebagai orangtua, baiknya tidak perlu merasa galau jika anak belum menikah karena setiap individu memiliki waktu dan jalannya masing-masing. Dengan memberikan dukungan dan ruang bagi anak untuk menentukan hidupnya sendiri, orangtua bisa membantu mereka menjalani hidup yang lebih bahagia dan bermakna. Jangan biarkan kekhawatiran berlebihan mengganggu hubungan keluarga, apalagi merusak hubungan antara ibu dan anak hanya karena panas mendengar omongan tetangga. Santai saja, karena kebahagiaan anak bukan hanya ditentukan oleh status pernikahan, tapi oleh bagaimana mereka menjalani hidup yang sesuai dengan keinginan dan nilai-nilai mereka sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us