5 Tanda Kamu Memiliki Pengabaian Emosi saat Masa Kecil, Ketahui!

Orangtua memiliki kewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Bukan hanya kebutuhan secara fisik dan materi saja, tetapi juga kebutuhan berupa psikis serta mental. Sayangnya, banyak orangtua yang gak sadar telah mengabaikan kebutuhan emosional anak sedari kecil.
Dilansir Choosing Therapy, Elizabeth Marston, seorang pekerja clinical social, menyebutkan bahwa salah satu bentuk pengabaian emosional anak adalah mengabaikan perasaan mereka. Misalnya, mengatakan bahwa anak 'cengeng.'
Dampaknya, pengabaian emosi ini pun dapat tumbuh menjadi trauma tersendiri bagi anak. Lantas, mari simak beberapa perilaku anak yang menunjukkan pengabaian emosi di bawah ini.
1. Anak merasa enggan untuk bergantung terhadap orang lain

Pertama, anak biasanya memiliki rasa enggan untuk bergantung terhadap orang lain. Hal ini menjadi tanda yang umum dimiliki oleh para anak dengan rasa trauma terkait pengabaian emosi.
Anak cenderung selalu menolak bantuan dari orang lain dan berusaha berjuang sendirian. Dilansir Modern Intimacy, Kayla Tricaso, seorang patient intake specialist di Modern Intimacy, menyebutkan seorang anak dengan pengabaian emosi di masa kecil akan belajar bahwa mereka gak bisa mengandalkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya.
Oleh sebab itu, akan sulit pula bagi mereka mengandalkan orang lain. Bahkan, mereka akan merasa cemas jika ketergantungan pada orang lain.
2. Sering menyalahkan diri sendiri

Dilansir Psychology Today, Andrea Brandt, seorang terapis pernikahan dan keluarga, menyebutkan bahwa anak yang mengalami pengabaian emosi masa kecil akan sering menyalahkan diri sendiri. Anak akan sering merasa bersalah dan malu terkait perasaan yang sedang dialaminya.
Hal tersebut disebabkan karena si anak memang gak pernah mendapatkan validasi atas emosi yang dirasakan. Menyalahkan diri sendiri memang hal yang cukup sering terjadi untuk semua orang, namun Kayla Tricaso menyebutkan anak dengan pengabaian emosi masa kecil akan menyalahkan diri sendiri lebih kronis atau parah dan hal tersebut merupakan sebuah bentuk trauma dari masa kecilnya.
3. Merasa kesulitan untuk mengidentifikasi emosi yang terjadi

Anak dengan pengabaian emosi di masa kecil memiliki kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi yang tengah dirasakan. Mereka gak pernah mendapatkan validasi emosi dari keluarganya.
Kayla Tricaso menyampaikan jika hal tersebut menyebabkan mereka merasa bahwa emosinya gak valid untuk dirasakan. Pada akhirnya, anak dengan pengabaian emosi di masa kecil ini gak bisa mengekspresikan emosinya sendiri.
Emosi yang dirasakan akan terus dipendam dan dikubur dalam dirinya sendiri. Mereka sendiri pun bahkan gak memahami emosi seperti apa yang tengah dirasakan.
4. Sering merasa kosong dan kesepian

Pengabaian emosi pun berpengaruh terhadap kondisi perasaan anak, di mana anak akan sering merasa kosong dan kesepian. Dilansir Psychology Today, Jonice Webb, seorang psikolog berlisensi, menyebutkan bahwa anak dengan pengabaian emosi di masa kecil akan merasa sering ditinggalkan dan kesepian, bahkan ketika sedang berkumpul bersama keluarganya.
Kayla Tricaso menambahkan, perasaan kosong dan kesepian ini ternyata disebabkan karena adanya sesuatu yang hilang dalam diri mereka, yaitu emosi. Anak mengalami kehilangan akses terhadap emosinya, karena memang gak pernah mendapatkan validasi atas emosi yang tengah dirasakan.
5. Kurang memiliki belas kasih (self-compassion) terhadap diri sendiri

Anak-anak dengan pengabaian emosi di masa kecil mungkin sering kali memberikan belas kasih dan empati kepada orang lain. Namun, mereka biasanya gak memiliki belas kasih atau self-compassion terhadap diri sendiri.
Kayla Tricaso menyebutkan, mereka sudah terbiasa mengabaikan perasaannya sendiri, sehingga akan sulit untuk berempati terhadap diri sendiri. Orangtua pun wajib mengetahui gejala dari perilaku tersebut, karena hal itu dapat berubah menjadi sebuah trauma kronis.
Itulah perilaku anak yang mengalami pengabaian emosi di masa kecil. Jika memiliki tanda di atas, segera coba sembuhkan trauma tersebut agar anak gak memiliki permasalahan kesehatan mental yang lebih lanjut.