4 Kesalahan Memaknai Lebaran, Wajib Baju Baru!
Lebaran merupakan cara masyarakat di Indonesia dalam menyebutkan Hari Raya Idulfitri. Biasanya, Lebaran dibarengi dengan kegiatan mudik atau pulang dari perantauan ke kampung halaman.
Sebagai sebuah perayaan hari raya suatu agama, Lebaran seharusnya tidak hanya sebatas perayaan keagamaan semata, tetapi juga sebagai momen refleksi yang dipenuhi oleh hal yang mengedepankan spiritualitas seperti bermaaf-maafan, gotong royong membantu saudara yang sedang kesulitan, dan lain sebagainya.
Namun, seiring berjalannya waktu, makna sejati Lebaran sering kali terdistorsi oleh budaya konsumtif dan pemikiran yang keliru sehingga menjadikannya sebagai ajang untuk mengadu hal-hal yang bersifat duniawi. Berikut empat kesalahan berpikir yang kerap terjadi selama Lebaran dan bagaimana Lebaran yang seharusnya.
1. Lebaran saatnya baju baru

Tradisi memiliki baju baru pada Hari Raya sering kali dianggap sebagai suatu keharusan. Namun, penting untuk diingat bahwa esensi sejati dari baju baru ketika Lebaran itu hanyalah sebuah simbolisasi umat muslim tentang kesucian hati dan pemurnian jiwa setelah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadan.
Tapi karena kesalahan berpikir yang terjadi di khalayak ramai, peristiwa membeli dan memakai baju baru saat lebaran malah menjadi sebuah tradisi yang harus dilakukan. Padahal, memakai baju lama atau sederhana saat Hari Raya juga bukan tanda dari kurangnya kemakmuran, melainkan simbol kesederhanaan dan kesejatian dalam menyambut hari yang suci ini.
2.Mudik hanya jika sudah memiliki suatu pencapaian
Bagi sebagian orang, lebaran merupakan satu-satunya kesempatan untuk bisa pulang ke kampung halaman setelah melalui berbagai macam hal di perantauan. Namun, ada beberapa orang yang hanya akan pulang ke kampung halaman ketika mereka memiliki suatu pencapaian yang bisa dibanggakan, seperti memiliki pekerjaan yang mapan, pasangan hidup, dan lain sebagainya.
Biasanya, orang yang berlaku seperti ini memiliki rasa pekewuh yang tinggi. Mereka beranggapan bahwa mereka pulang untuk berbagi kebahagiaan, bukan hanya membagikan cerita atau malah membebani orang yang ada di rumah. Sebenarnya, pemikiran seperti itu tidaklah salah.
Namun, ada baiknya kita mengubah paradigma ini dengan menganggap bahwa pulang kampung bukan hanya tentang pencapaian, tetapi lebih tentang berbagi kasih sayang, membina hubungan, dan menyemangati satu sama lain di tengah perjalanan hidup. Toh, dengan kepulangan kita sudah cukup memberikan rasa bahagia kepada orang tua di rumah.
3.Kepo dengan urusan dapur orang lain
Seringkali kita lihat di berbagai media sosial, postingan yang berisikan keluhan dan curahan hati seseorang yang menerima pertanyaan-pertanyaan tidak mengenakan dari sanak saudara ketika sedang berkumpul dengan keluarga besar di Hari Raya.
Pertanyaan-pertanyaan seperti kapan nikah, kerja apa, berapa gajinya, dan sebagainya merupakan hal yang sangat ditakuti dan dihindari khususnya bagi orang yang berada di usia dewasa.
Padahal, jikalau memang niatnya adalah hanya sekadar basa-basi atau menunjukkan sedikit kepedulian, menanyakan hal yang tidak terlalu mengusik privasi orang lain seperti bertanya tentang kesulitan yang dilalui saat ini atau keinginan yang hendak diraih di masa depan bisa menjadi solusi.
Hal ini selain tidak melangkahi batas-batas privasi, tidak merendahkan harga diri orang lain, juga bisa menjadi langkah kecil untuk menciptakan suasana yang lebih hangat dan inklusif di tengah kebaikan Lebaran.
4. Pamer pencapaian
Sebuah hal yang umum terjadi di hadapan kita ketika sedang bersilaturahmi ke sanak saudara dan teman terdekat, yaitu membanggakan diri dengan pencapaian yang telah kita capai.
Manusiawi memang, apalagi ketika kita baru saja mendapatkan sesuatu yang selama ini kita impikan dan cita-citakan. Bisa berupa jabatan, harta, dan segala hal duniawi lainnya. Tapi kerap kali kita menjadi lupa diri dan melewati batasan, yang awalnya hanya ingin membanggakan diri berujung dengan meninggikan diri dan menyombongkan diri di hadapan orang lain.
Padahal, esensi dari Lebaran yang sesungguhnya bukanlah momen untuk memamerkan kesuksesan materi atau pencapaian duniawi. Sebaliknya, ini adalah kesempatan untuk bersyukur atas berkah yang diberikan, berbagi kebahagiaan dengan orang lain, dan merayakan kesederhanaan hidup. Sedangkan pamer adalah cerminan dari sifat sombong, sifat yang sangat Allah benci. Terlebih, yang manusia pamerkan kepada orang lain merupakan sebuah pinjaman yang bisa saja diambil lagi oleh Sang Pencipta suatu hari nanti.
Lebaran adalah cara kita untuk merayakan Hari Raya Idulfitri, hari yang sakral dan suci. Dengan mengubah cara berpikir dan tindakan kita agar tidak menyimpang seperti yang telah disebutkan di atas, kita dapat membuat perayaan Lebaran menjadi lebih bermakna dan berarti bagi kita semua. Selamat Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah!