5 Alasan Kita Lebih Mudah Percaya pada Misinformasi yang Berulang

Pernah gak sih kamu ngerasa yakin banget sama suatu kabar, eh ternyata itu cuma hoax? Atau mungkin kamu pernah nggak sengaja nyebarin berita bohong tanpa sadar? Tenang, kamu gak sendirian, kok.
Kita semua pernah mengalaminya. Kenapa, sih kita gampang banget percaya sama informasi yang nggak benar? Ternyata, ada beberapa alasan psikologis yang bikin kita rentan terhadap misinformasi.
Nah, berikut adalah lima alasan kenapa kita lebih mudah percaya pada misinformasi yang berulang. Dengan memahami alasan-alasan ini, kita bisa lebih kritis dalam menyikapi informasi yang kita terima dan menghindari penyebaran berita bohong. Yuk, kita bahas satu per satu!
1. Illusory truth effect

Illusory truth effect adalah kondisi di mana sesuatu yang sering kita dengar jadi terasa benar, meskipun belum tentu kenyataannya begitu. Otak kita cenderung mengasosiasikan kefamiliaran dengan kebenaran. Jadi, semakin sering sesuatu diulang, semakin kuat pula keyakinan kita bahwa itu adalah fakta.
Tapi, tahukah kamu? Efek ini bisa berjalan sangat cepat, bahkan setelah satu kali pengulangan saja. Ini berarti, misinformasi yang diulang-ulang bisa dengan mudah ‘menyusup’ ke dalam sistem keyakinan kita, tanpa kita sadari. Itulah mengapa kita harus selalu waspada dan kritis terhadap informasi yang kita terima.
2. Konfirmasi bias

Konfirmasi bias adalah kecenderungan kita untuk mencari dan mempercayai informasi yang sesuai dengan apa yang sudah kita percayai. Misalnya, kalau kamu sudah yakin dengan suatu ide, kamu akan lebih mudah menemukan dan percaya pada informasi yang mendukung ide tersebut, bahkan jika itu sebenarnya salah.
Konfirmasi bias ini membuat kita rentan terhadap misinformasi karena kita cenderung mengabaikan bukti yang bertentangan dengan keyakinan kita. Ini bisa membuat kita terjebak dalam ‘echo chamber’ di mana kita hanya mendengar pendapat yang memperkuat pandangan kita sendiri, tanpa mempertimbangkan perspektif lain.
3. Emosi yang tersulut

Misinformasi seringkali dirancang untuk memicu emosi kita, seperti rasa takut atau kemarahan. Ketika emosi kita terlibat, kita menjadi kurang mampu berpikir secara logis dan kritis, yang membuat kita lebih mudah percaya pada misinformasi.
Emosi yang kuat dapat mengaburkan penilaian kita dan membuat kita lebih rentan terhadap misinformasi. Ini karena kita cenderung lebih fokus pada bagaimana sesuatu membuat kita merasa, daripada apakah itu benar atau tidak. Jadi, penting untuk menjaga emosi tetap stabil dan tidak membiarkan perasaan menguasai logika kita.
4. Kecenderungan percaya pada sumber yang dianggap kredibel

Kita cenderung percaya informasi yang datang dari sumber yang kita anggap kredibel atau dari orang-orang yang kita kenal dan percayai. Ini bisa menjadi masalah ketika sumber yang kita percayai ternyata menyebarkan misinformasi.
Sumber yang dipercaya memiliki pengaruh besar terhadap apa yang kita percayai. Ini karena kita cenderung menganggap bahwa mereka memiliki pengetahuan atau wawasan yang lebih baik. Namun, ini juga berarti kita harus lebih kritis terhadap informasi yang datang dari sumber yang kita percayai, terutama jika informasi tersebut belum diverifikasi.
5. Kurangnya kepercayaan pada institusi resmi

Di era ini, banyak orang yang kehilangan kepercayaan pada institusi resmi, seperti media dan pemerintah. Hal ini membuat mereka lebih terbuka terhadap misinformasi yang menyebar di media sosial atau dari mulut ke mulut.
Ketika kepercayaan pada institusi berkurang, orang cenderung mencari informasi dari sumber alternatif yang mungkin tidak selalu akurat. Ini meningkatkan risiko penyebaran misinformasi karena orang lebih mudah percaya pada informasi yang sesuai dengan pandangan mereka sendiri, daripada fakta yang disajikan oleh institusi resmi.
Nah, itulah lima alasan utama kenapa kita sering terjebak dalam pusaran misinformasi. Jadi, mulai sekarang, yuk kita biasakan untuk selalu cek fakta sebelum menyebarkan informasi. Jangan sampai kita jadi bagian dari masalah, ya!