Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Berhenti Jadi People Pleaser Tanpa Merasa Bersalah

ilustrasi hubungan sehat (freepik.com/freepik)
ilustrasi hubungan sehat (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Kebiasaan jadi people pleaser muncul dari keinginan diterima dan takut ditolak.
  • Pentingnya mengenali akar masalah, memahami batasan diri, dan berani menolak tanpa rasa bersalah.
  • Belajar untuk memprioritaskan kebutuhan pribadi, memvalidasi diri sendiri, dan membuat batasan dalam hubungan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sering merasa kewalahan karena terlalu banyak bilang “Iya” padahal hati kecil ingin bilang “Gak”? Atau pernah rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan perasaan sendiri demi nyenengin orang lain? Kalau iya, mungkin udah waktunya berhenti jadi people pleaser. Kebiasaan ini memang sering muncul dari keinginan buat diterima, disukai, atau menghindari konflik. Tapi sayangnya, kebiasaan ini bisa bikin diri sendiri capek, kehilangan jati diri, bahkan rentan stres.

Menjadi orang yang selalu ingin menyenangkan semua orang bukan berarti sesuatu yang baik secara otomatis. Justru sering kali itu datang dari luka masa lalu, rasa takut ditolak, atau krisis percaya diri yang belum selesai. Nah, daripada terus menerus memaksakan diri sampai lupa siapa diri sendiri, mending mulai pelan-pelan belajar untuk bilang “Tidak” dengan tenang, tanpa rasa bersalah. Yuk, simak lima cara jitu biar bisa lepas dari perangkap people pleaser dengan lebih sadar dan damai.

1. Kenali pola dan akar masalahnya

ilustrasi lingkungan supportif (freepik.com/freepik)
ilustrasi lingkungan supportif (freepik.com/freepik)

Langkah pertama yang paling penting adalah mengenali kenapa selalu merasa wajib nyenengin orang lain. Sering kali, kebiasaan jadi people pleaser berasal dari pengalaman masa kecil atau tekanan lingkungan yang menuntut buat selalu tampil baik. Mungkin dulu pernah dimarahi saat menolak permintaan orang, atau sering merasa dihargai hanya saat bisa bantu orang lain. Nah, dari situlah pola ini mulai terbentuk dan terus kebawa sampai dewasa.

Dengan sadar mengenali akar masalahnya, bisa mulai memahami bahwa keinginan buat selalu diterima itu manusiawi, tapi gak harus jadi beban. Gak semua orang akan suka, dan itu bukan tanggung jawab siapa pun untuk memaksakan diri biar disukai semua orang. Pelan-pelan, mulai refleksi diri lewat journaling atau ngobrol dengan orang yang dipercaya bisa bantu banget buat mengenali pola yang bikin terus merasa wajib bilang “Iya”.

2. Belajar bilang "Tidak" secara tegas tapi ramah

ilustrasi menolak (freepik.com/benzoix)
ilustrasi menolak (freepik.com/benzoix)

Kunci buat berhenti jadi people pleaser adalah punya keberanian buat bilang “Tidak” tanpa merasa jahat. Banyak orang takut menolak karena takut dianggap egois, padahal menolak itu bukan berarti gak peduli. Justru, dengan bisa menolak secara sehat, bisa nunjukin bahwa diri sendiri punya batas yang jelas dan layak dihargai. Gak harus langsung kasar atau galak, cukup dengan nada tegas dan jelas aja udah cukup.

Misalnya, kalau diajak ngumpul pas lagi butuh istirahat, cukup bilang, “Makasih ya udah ngajak, tapi hari ini aku butuh waktu sendiri dulu.” Gak perlu berlebihan menjelaskan atau merasa bersalah. Semakin sering latihan, semakin mudah buat tubuh dan pikiran terbiasa sama respon yang tegas tapi tetap sopan. Ingat, menjaga diri sendiri juga bentuk kebaikan yang penting.

3. Prioritaskan kebutuhan diri sendiri

ilustrasi prioritaskan diri sendiri (freepik.com/freepik)
ilustrasi prioritaskan diri sendiri (freepik.com/freepik)

Selama ini mungkin terlalu fokus mikirin perasaan orang lain, sampai lupa nanya ke diri sendiri seperti “Aku sebenarnya pengen apa?” People pleaser sering banget ngelupain kebutuhan pribadi, karena takut dibilang egois kalau memprioritaskan diri sendiri. Padahal, kalau terus menerus mengabaikan diri, lama-lama bisa ngerasa kosong dan kehilangan arah.

Mulai sekarang, coba biasakan buat bikin keputusan berdasarkan kebutuhan dan keinginan pribadi. Gak perlu merasa bersalah kalau harus pilih istirahat daripada bantuin orang lain yang sebenarnya bisa ngerjain sendiri. Self-care bukan hal mewah atau egois, tapi kebutuhan dasar biar tetap waras dan bahagia. Saat kebutuhan pribadi terpenuhi, justru lebih bisa bantu orang lain dengan tulus dan maksimal.

4. Hentikan kebiasaan cari validasi

ilustrasi menolak ajakan (freepik.com/jcomp)
ilustrasi menolak ajakan (freepik.com/jcomp)

People pleaser biasanya merasa bahagia kalau dapet pujian atau diterima orang lain. Tapi masalahnya, validasi eksternal itu gak akan pernah cukup kalau terus-terusan dijadikan sumber rasa berharga. Jadi, penting banget buat belajar memvalidasi diri sendiri tanpa harus selalu nunggu pengakuan dari luar.

Coba mulai apresiasi pencapaian kecil yang udah dilakukan, bahkan yang kelihatannya sepele. Misalnya, berani nolak ajakan yang gak penting atau berhasil istirahat tanpa merasa bersalah. Setiap kali bisa melangkah keluar dari zona nyaman itu udah prestasi besar. Validasi dari diri sendiri lebih kuat dan tahan lama, daripada harus bergantung sama pendapat orang lain terus-menerus.

5. Bangun batasan sehat dalam hubungan

ilustrasi hubungan sehat (freepik.com/freepik)
ilustrasi hubungan sehat (freepik.com/freepik)

Gak semua hubungan itu sehat, apalagi kalau isinya cuma satu pihak yang terus ngasih dan satu pihak lain yang terus minta. Makanya, penting banget buat mulai bikin batasan atau boundaries dalam setiap hubungan. Batasan ini bukan buat menjauhkan, tapi justru biar hubungan jadi lebih sehat dan saling menghargai. Orang yang benar-benar peduli gak akan marah cuma karena ditolak sesekali.

Bikin batasan bisa dimulai dari hal-hal sederhana, kayak gak balas pesan di luar jam istirahat, atau bilang dengan jelas kalau gak bisa bantuin tugas orang lain. Dengan konsisten menjaga batasan, lingkungan sekitar juga akan belajar buat menghargai waktu dan ruang pribadi. Dan yang paling penting, pelan-pelan mulai sadar bahwa punya batasan bukan berarti lemah, tapi justru bentuk kekuatan.

Berhenti jadi people pleaser itu bukan soal jadi egois, tapi soal mulai sayang sama diri sendiri. Semua orang berhak punya batasan, punya waktu buat diri, dan gak harus selalu disukai semua orang. Hidup akan jauh lebih ringan saat bisa bilang “Tidak” tanpa merasa jahat, dan bilang “Iya” karena benar-benar mau, bukan karena terpaksa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us