7 Alasan Mengapa Menjadi Seorang People Pleaser Berbahaya

Seorang people pleaser merupakan individu yang umumnya hanya khawatir ditinggalkan menjadi kecenderungan mengikuti kemauan orang lain. Bahkan sekalipun mereka tidak menyukai suatu kegiatan, atau sedang berhalangan, tetap akan menyanggupi.
Hal ini dikarenakan mereka takut tidak diterima, merasa tenang juga nyaman dalam lingkungan yang terkesan sudah menerima dirinya. Perilaku ini cukup membahayakan seseorang, sebab selain mudah untuk dimanfaatkan, semakin lama mereka kehilangan keberanian untuk mengeksplor dengan bebas relasi, passion dan target hidupnya.
Terlebih, seseorang tersebut bisa menarik banyak individu manipulatif lalu masuk ke dalam hubungan toxic dimana kebaikannya dipergunakan semena-mena. Untuk itu, kenali lebih jauh alasan mengapa menjadi seorang people pleaser berbahaya.
1.Kehilangan jati diri

Kehilangan jati diri adalah alasan utama mengapa harus berhati-hati untuk tidak hanyut menjadi seorang people pleaser. Individu yang memiliki trauma masa lalu atau memang kekhawatiran mendalam akan diabaikannya sangat besar kerap membiarkan orang lain ‘menyetir’ hidupnya.
People pleaser akan mengubah diri mereka seperti bunglon, mengikuti kehendak orang lain layaknya milik sendiri. Dari pendapat, tujuan, dukungan, ekspektasi, mungkin bahkan kesanggupan finansial hanya untuk mendapatkan validasi sekitar.
2.Mudah burn out

Seorang people pleaser mudah sekali rentan dengan burn out, baik secara mental, emosional atau fisik. Hal ini dikarenakan mereka selalu ingin memenuhi ekspektasi dan kebutuhan orang lain. Bayangkan adanya gejolak ‘iya dan tidak’ untuk suatu permintaan, namun selalu otomatis menjawab ‘iya’.
Dengan begitu mereka sudah mengabaikan prioritasnya, dan menambah konflik tekanan batin di dalam diri sendiri. Menganggap bahwa ‘harga diri’ tercipta tinggi karena ‘persetujuan’ orang lain. Jika dibiarkan, individu tersebut akan semakin mudah lelah dengan banyak perkara sebab tidak mendapat ‘izin’ istirahat oleh dirinya sendiri.
3.Penundaan target pencapaian

Setiap orang memiliki mimpi dan target tujuan hidup masing-masing, berada dalam lintas langkah kesuksesan yang berbeda setiap episodenya. Namun, bayangkan jika harus selalu mengikuti standar orang lain hanya karena khawatir ditinggalkan. Bukan semakin termotivasi untuk meraihnya, individu tersebut dapat terjerat dalam penundaan berkepanjangan.
4.Mengesampingkan diri sendiri

Seorang people pleaser tidak ragu untuk mengesampingkan kebutuhan diri sendiri, bahkan ketika sedang sakit, kurangnya finansial dan jenuh parah. Alasannya, sesaat mereka membuat batasan atau penolakan terhadap permintaan orang lain, setiap individunya merasa telah melakukan suatu hal yang buruk.
Pemikiran mereka membayangkan akan langsung dicap ‘egois’ lalu berujung diabaikan. People pleaser berkeyakinan bahwa memenuhi kebutuhan orang lain adalah tanggung jawab mereka.
5.Direndahkan atau diremehkan

Seorang people pleaser juga sering direndahkan atau diremehkan, penyebab utamanya karena sering mengikuti kemauan orang lain. Seperti bumerang bukan? Niat membantu namun justru dianggap tidak mampu melakukan suatu pekerjaan.
Bahkan terkesan tidak memiliki pendirian, leadership yang payah, tidak kreatif, mudah diperdaya, naif, lemah pada tantangan dan kurang bisa dipercaya. Ketika seorang invididu menjadi people pleaser, itu akan memberikan sinyal sekitar bahwa mereka tidak memiliki power apa pun.
6.Hubungan selasi tidak sehat

Sesaat terciptanya hubungan antara people pleaser dan orang lain, maka di situlah sumber komunikasi penuh manipulasi terjadi. Hubungan yang sehat akan menerapkan give and take, sedangkan seorang people pleaser hanya give and give.
Selain itu tidak ada ruang bagi mereka untuk berkembang, yang nantinya akan semakin diremehkan dan direndahkan karena dianggap tidak mampu. Dan apabila hal ini tidak dihentikan maka pada sampailah dititik hilang respect.
7.Risiko depresi dan kecemasan

Seorang people pleaser rentan mengalami gangguan kecemasan hingga depresi. Hal ini terjadi karena mereka selalu memikirkan kebutuhan orang lain. Bahkan kebahagiaan sekitar sudah menjadi prioritas individu tersebut. Menekan perasaan sendiri, menyanggupi apa yang tidak sanggup, mengensampingkan harga diri, lelah dalam mencari validasi memudahkan people pleaser terkena stres berat.
Belum lagi tekanan mental, emosional serta fisik memperparah kondisi individunya. Perlu diingat bahwa manusia berbeda dengan robot, setiap saatnya tetap membutuhkan jeda beristirahat sebelum beraktivitas kembali.
Mencari kiat-kiat sederhana dalam melepaskan diri sebagai people pleaser dapat menjadi salah satu penanganan awal agar terhindar dari berbagai risiko ke depannya. Demi menjaga kesehatan mental dan fisik sendiri.
Menghubungi pihak ahli juga merupakan pilihan tepat apabila dirasa kurang mampu mengendalikan diri. Beberapa alasan mengapa menjadi seorang people pleaser ini berbahaya diharapkan bisa mengantisipasi kamu masuk ke dalam relasi toxic.