Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menyikapi Sebutan Beban Keluarga, Serius atau Hanya Bercanda?

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Alvin Caal)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Alvin Caal)

Pernahkah kamu tahu-tahu disebut sebagai beban keluarga? Orang yang mengatakannya bisa bagian dari keluargamu, teman, atau tetangga. Tentu perasaanmu sangat tidak nyaman ketika mendengarnya bahkan dirimu sontak sakit hati. Sebab predikat beban keluarga berarti keberadaanmu hanya menyusahkan mereka.

Kamu memberatkan orangtua dan saudara sampai mungkin mereka berpikir alangkah enak hidupnya jika dirimu tidak ada. Beban besar itu bakal seketika terangkat dari pundak mereka. Kenapa ada orang yang sampai tega mengataimu sebagai beban keluarga?

Ucapannya mungkin memiliki alasan yang cukup kuat. Kamu perlu berintrospeksi supaya tidak salah mengambil tindakan apalagi terbawa emosi.

Namun, terkadang istilah itu terlontar begitu saja sebagai candaan. Apa pun alasan orang menyebutmu demikian, sikapi dengan lima cara berikut. Hindari dirimu larut dalam emosi serta berbuat buruk tanpa berpikir panjang.

1. Jika maksudnya cuma bercanda, katakan kamu tidak menyukainya

ilustrasi dua pria (pexels.com/Siarhei Nester)
ilustrasi dua pria (pexels.com/Siarhei Nester)

Seperti disinggung di awal, ada saja orang yang selera humornya buruk. Alih-alih candaannya menghibur orang lain, malah bikin sakit hati atau cemas. Sebagai contoh, kamu tidak kunjung lulus kuliah. Proses pengerjaan skripsimu macet. Lantas teman yang terlebih dahulu lulus atau saudara menyebutmu beban keluarga.

Gara-gara kuliahmu tak kunjung kelar, orangtua mesti terus membayar uang semester dan biaya hidupmu. Dia mengatakannya sambil tertawa layaknya sedang bercanda biasa. Namun, wajar apabila kamu kesal. Katakan saja rasa keberatanmu dianggap sebagai beban keluarga.

Tidak perlu berdebat dengannya. Cukup supaya dia tahu bahwa ucapannya telah melukaimu. Jika dirimu mengemukakan bantahan atas tudingannya, ia bakal lebih lihai mencari bukti bahwa kamu memang beban keluarga. Perasaanmu akan lebih sakit lagi. Jangan sampai kamu bertindak di luar kontrol buat melampiaskan kemarahan.

2. Harus bisa mandiri secara finansial

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Lywin)
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Lywin)

Kebanyakan sebutan beban keluarga diberikan pada orang yang merepotkan orangtua dan saudara secara ekonomi. Seperti kamu menggantungkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari pada keluarga padahal sudah dewasa. Atau, dirimu sering tersangkut masalah keuangan dan ujung-ujungnya minta bantuan ke mereka.

Supaya dirimu tidak lagi dinilai sebagai beban keluarga, pastikan kamu tak bergantung serupiah pun pada mereka. Dirimu harus bekerja dan mampu mengelola pendapatan dengan baik. Meski penghasilanmu pas-pasan, jangan lagi meminta uang pada orangtua sekalipun.

Kamu cuma boleh menerima apabila orangtua memberikannya atas keinginan sendiri. Walaupun hidupmu susah, selama dirimu gak meminta-minta pada keluarga pasti tak disebut sebagai beban mereka.

Hindari kamu berdalih memang tugas orangtua buat membiayai anak. Kewajiban serta kemampuan orangtua menafkahi anak ada batasnya. Dirimu mesti bisa berdiri di atas kaki sendiri. Soal kekayaan dikejar pelan-pelan, terpenting mandiri dulu.

3. Juga bisa membuat keputusan dan mempertanggungjawabkannya

ilustrasi seorang pria (pexels.com/mehrab zahedbeigi)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/mehrab zahedbeigi)

Selain perkara materi, ketidakmampuanmu dalam membuat keputusan atas hidup sendiri juga merepotkan keluarga. Kamu tidak sekadar meminta masukan mereka, melainkan sekalian saja mereka yang memutuskannya. Masalah kedua akan timbul ketika keputusan mereka gak berjalan dengan baik.

Dirimu sontak menyalahkan serta meminta keluarga untuk bertanggung jawab. Tugas pribadimu berujung menyusahkan orang-orang terdekat. Bisa juga kamu bisa bikin keputusan sendiri terkait kehidupanmu. Namun, setiap keputusanmu kurang tepat, keluarga tetap harus turun tangan. 

Contohnya, dirimu memutuskan untuk mengejar passion. Ketika jalanmu ternyata amat tidak mudah, kamu terus mengejar-ngejar orangtua dan saudara buat membantumu dengan segala cara.

Mereka sampai sulit berfokus pada kehidupan masing-masing. Maka tugasmu tak cukup hanya mampu memutuskan, melainkan juga mempertanggungjawabkannya.

4. Minta maaf pada saudara dan orangtua yang direpotkan

ilustrasi seorang pria (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/cottonbro studio)

Berintrospeksi dan menjaga sikap rendah hati amat penting supaya kamu mampu meminta maaf pada keluarga. Terkadang bukan orang lain yang terlalu jahat padamu sampai tega menyebutmu sebagai beban keluarga. Namun, diri sendiri yang selama ini kurang menyadari banyaknya kerepotan yang sudah ditanggung keluarga.

Seandainya kamu tidak ditegur dengan sebutan beban keluarga, boleh jadi dirimu tetap tak merasakannya. Kamu santai saja meneruskan cara hidup yang kurang tepat untuk ukuran usia dewasa. Dirimu berpikir semua orang apalagi masih ada hubungan darah mesti selalu siap membantumu.

Namun, kamu sendiri tidak pernah gantian membantu atau sebatas peduli pada mereka. Setelah merenungkan hal ini, beranikan diri buat meminta maaf. Pengakuan bahwa kamu memang terlalu sering menyusahkan keluarga dan permintaan maaf membantumu lebih cepat berubah.

Orang lain juga bakal lebih respek setelah dirimu menunjukkan penyesalan. Rasa kesal mereka berubah dukungan biar kamu menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

5. Balas jasa mereka

ilustrasi seorang pria (pexels.com/mehrab zahedbeigi)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/mehrab zahedbeigi)

Setulus-tulusnya keluarga lama-lama juga bisa kesal apabila kamu seperti tak pernah tahu balas budi. Mereka telah berulang kali menunjukkan kesabaran dan kebaikannya padamu. Akan tetapi, tidak sekali pun kamu tampak benar-benar menghargainya. Tak ada sedikit saja usahamu untuk membalas kebaikan mereka bahkan ketika hidupmu sedang amat baik.

Dirimu terkenal hanya akan kembali pada keluarga setiap ada masalah. Padahal, balasan atas jasa orang lain tidak melulu dalam bentuk materi. Sekadar ucapan terima kasih yang tulus serta usahamu buat terus menjaga silaturahmi dengan mereka juga sudah bikin bahagia.

Jangan bikin keluarga merasa cuma dimanfaatkan olehmu. Seharusnya sih, kamu telah menyadari pentingnya balas budi sebelum mereka menyebutmu beban keluarga. Akan tetapi, sedikit terlambat masih lebih baik daripada dirimu tak pernah melakukannya. Datanglah untuk menunjukkan bahwa kamu tidak lupa pada seluruh kebaikan mereka.

Sebutan beban keluarga juga dapat diucapkan oleh orangtua yang toksik. Jika kamu mengalaminya, segerakan kemandirian finansial seperti dalam poin nomor dua bila mampu. Kalau dirimu masih di bawah umur dan tidak bisa melakukannya, mintalah perlindungan serta dukungan dari keluarga yang lain seperti paman, bibi, kakek, dan nenek.

Jangan memendam penderitaanmu sebab kamu bisa depresi. Pun dirimu tak tahu kapan orangtua bakal melepaskan tanggung jawabnya atasmu. Dengan kamu memberitahukannya pada orang dewasa yang bisa dipercaya sama dengan membangun jaring pengaman seandainya orangtua tiba-tiba lepas tangan. Mereka yang akan menolong dan menjagamu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us