Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Gejala Kamu Terjebak dalam Sindrom Produktivitas Palsu

Ilustrasi sedang pusing (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Intinya sih...
  • Sibuk tidak selalu positif, bisa jadi sindrom produktivitas palsu.
  • Perbaiki to-do list dengan aktivitas yang mendorong perubahan diri.
  • Dokumentasikan progres mingguan untuk melihat hasil nyata dari aktivitasmu.

Kita berada dalam era dimana sibuk dianggap keren. Hal ini merupakan refleksi dari media sosial, orang kesana-kemari dengan berbagai macam aktivitasnya dan hidupnya tampak menjanjikan. Namun, jika merasa iri dan ingin melakukan hal yang sama, ini adalah persepsi yang salah karena kita hanya fomo alias ikut-ikutan. Sibuk tidak selalu berdampak positif.

Sibuk karena hal yang belum tentu passion kita akan melelahkan, sehingga seringkali tidak ada kemajuan. Inilah yang disebut sindrom produktivitas, dimana seseorang terjebak dalam ilusi produktivitas dengan melakukan rutinitas tanpa perencanaan ataupun evaluasi. Agar tidak terjebak dalam sindrom ini, kenali tanda-tandanya.

1. Sering membuat to-do list, tetapi diisi dengan kegiatan yang kurang bermakna

ilustrasi membuat to-do list (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi membuat to-do list (pexels.com/Ivan Samkov)

Membuat to-do list memang kebiasaan yang baik, tetapi hal ini bisa jadi jebakan kalau list nya hanya berisi hal-hal remeh. Misalnya, mengatur ulang folder di laptop, mencatat ulang catatan lama, atau hadir dalam rapat yang tidak ada hasil yang jelas. Kegiatan tersebut dianggap kurang mendorong perkembangan diri. 

Sebaiknya to-do list diisi dengan aktivitas yang menunjang cita-cita dimasa depan, daripada menuliskan hal-hal remeh. Perbaiki kebiasan ini dengan Teori Matriks Eisenhower, untuk membedakan aktivitas yang urgent dan important, lalu fokus pada aktivitas yang mendorong perubahan diri, meskipun jumlahnya lebih sedikit.

2. Merasa lelah setiap hari tanpa alasan yang jelas

ilustrasi kelelahan (pexels.com/Matthew Cain)
ilustrasi kelelahan (pexels.com/Matthew Cain)

Setiap hari merasa lelah, dengan berbagai kegiatan. Namun, ketika ditanya apa yang melelahkan dan bagaimana hasilnya, kita sulit menjawabnya. Ini adalah tanda, kamu menghabiskan energi untuk banyak hal kecil yang menyita waktu dan tidak ada kontribusi nyata terhadap perkembanganmu.

Kelelahan seperti ini juga dapat menyebabkan frustrasi dan tekanan mental jangka panjang, sebab otak butuh melihat hasil sebagai bentuk validasi atas usaha yang dikerjakan selama ini. Untuk itu, coba dokumentasikan progres mingguan supaya kamu bisa lihat apakah aktivitas sehari-harimu membuahkan hasil atau hanya sekedar mengisi waktu luang saja.

3. Takut jika diam karena merasa tidak berguna

Ilustrasi sedang merenung (pexels.com/Liza Summer)

Banyak orang yang merasa bersalah saat tidak sedang melakukan sesuatu. Diam bukan berarti malas, tetapi terkadang kita perlu memberi ruang pada otak untuk memproses, mengevaluasi, dan menemukan arah tujuan. Setelah menemukan tujuan, buatlah rencana awal agar kita lebih fokus mengerjakannya. 

Rasa takut atau bersalah tersebut bisa muncul karena budaya kerja modern yang sering mengaitkan nilai diri seseorang dengan produktivitas. Akibatnya, kita terus mencari hal-hal yang bisa dikerjakan, bahkan yang sebenarnya tidak perlu. Ada baiknya kita ambil waktu jeda untuk membuka pandangan baru dan menjernihkan pikiran.

4. Kamu lebih banyak merespon daripada 'berbuat'

ilustrasi sakit kepala saat bekerja (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)
ilustrasi sakit kepala saat bekerja (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Kalau sepanjang hari kegiatanmu hanya sekadar balas chat, buka email, sekadar ikut meeting, dan mengerjakan permintaan orang lain, artinya kamu sering reaktif dibanding berbuat untuk diri sendiri. Sibuk pada hal lain dan bukan untuk kepentingan diri sendiri, melainkan urusan orang lain.

Jika dibiarkan, lama-kelamaan tenaga dan waktu habis hanya karena “ikut alurnya saja”. Kita jadi lupa, bahwa sebenarnya kitalah yang harusnya memegang kendali. Oleh karena itu, luangkan waktu khusus setiap hari untuk menyusun rencana dan fokus sama tujuanmu. Jangan biarkan hari-harimu habis karena urusan orang lain dan kamu menyesal.

5. Merasa jalan di tempat walau sudah 'kerja keras'

Ilustrasi pria sedang stres (pexels.com/Nathan Cowley)

Ini adalah tanda paling membuat sedih dari sindrom ini, karena ketika kita sadar bahwa kita telah memberikan segalanya, tetapi masih saja di titik yang sama. Penyebabnya seringkali karena kita kurang fokus, jadinya progres kurang maksimal. Alhasil kita terus-menerus dihantui rasa bersalah.

Setelah melakukan refleksi dan menentukan tujuan, kita harus konsisten. Paling tidak kita melakukannya setiap hari meski hanya sebentar atau sedikit. Harus berkemauan yang besar, kita harus lebih baik dari versi kita sebelumnya. Dengan begitu kita bisa memantau progresnya, meski perlahan.

Sindrom produktivitas palsu ini bisa menjebak dan membuat kita lupa tujuan awal. Kunci dari keberhasilan ini adalah harus sering refleksi diri dan fokus pada tujuan awal. Jangan terlena karena kamu merasa sibuk, padahal sebenarnya kamu mengisi aktivitas harianmu dengan hal yang kurang bermanfaat dan sekedar mengisi waktu luang. 

Jika merasa mulai hilang arah, jangan panik ataupun langsung memperbanyak aktivitas. Terkadang berjalan lambat dan tenang membuat kita lebih waras dan melihat apa yang sebenarnya kita tuju dan inginkan. Jangan fomo dan hiraukan saja orang yang mengusikmu, sebab produktivitas orang berbeda. Jadi, kamu produktif atau cuma sibuk?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Salma Syifa Azizah
EditorSalma Syifa Azizah
Follow Us