5 Sebab Gak Boleh Menghakimi Cita-cita Orang Lain, Lebih Baik Didukung

Penghakimanmu atas setiap pilihan hidup orang lain bukanlah sikap yang menyenangkan. Tak terkecuali soal cita-citanya yang mungkin menurutmu kurang tepat. Sikapmu yang tidak terbuka terhadap perbedaan cita-cita bisa menurunkan semangatnya.
Seseorang bahkan dapat tersinggung karena dirinya dianggap tidak memahami cita-cita yang bagus dengan yang jelek. Hargailah cita-cita orang lain yang gak sesuai dengan pandanganmu. Dasari sikap demokratismu tentang cita-cita dengan pemahaman akan lima hal berikut.
1. Tidak mungkin memaksakan cita-citamu pada orang lain

Cita-cita termasuk urusan setiap individu. Dengan alasan peduli atau punya pengalaman, kamu tidak bisa begitu saja membelokkan cita-cita orang lain. Apalagi menggantinya dengan impianmu sendiri.
Bukan kamu yang akan berjuang buat meraihnya. Tak seorang pun perlu berusaha keras buat sesuatu yang tidak sungguh-sungguh diinginkannya. Lebih-lebih jika itu tidak lebih dari keinginanmu. Ia tak punya tanggung jawab sekecil apa pun buat mewujudkannya.
2. Tercapainya berbagai cita-cita menggerakkan kehidupan

Terwujudnya cita-cita yang beragam amat baik untuk kehidupan ini. Bayangkan kalau cita-cita semua orang sama, misalnya dokter. Kalau itu teraih, berarti tidak ada seorang pun di dunia ini yang bukan dokter.
Alih-alih membuat dunia jadi lebih baik, kehidupan malah tidak berjalan. Tak ada seorang pun pedagang makanan, editor buku-buku kedokteran, kreator yang menciptakan konten-konten hiburan, dan sebagainya. Pandanglah manfaat dari beragam cita-cita sebelum bersikap menghakimi.
3. Dia tak memerlukan persetujuanmu untuk mengejar cita-citanya

Apa hubunganmu dengan seseorang yang cita-citanya tengah kamu hakimi? Bahkan orangtua pun tidak dapat menyetir mimpi anak. Apalagi jika kamu sebatas saudara atau temannya.
Kamu setuju atau tidak, orang lain tetap berpegang teguh pada cita-citanya. Ia berjuang dengan segenap kemampuannya. Sikap negatifmu justru membuatnya kian ingin membuktikan keberhasilannya dan memfokuskan diri pada cita-cita itu.
4. Fokus pada baik atau buruknya saja, bukan kamu suka atau tidak

Kenapa kamu merasa perlu menghakimi cita-cita orang lain bila itu bukan keburukan? Apabila dirimu hanya memandangnya kurang prospektif, cermati lagi kemungkinan penyebabnya. Apakah cita-citanya yang salah ataukah semua kembali pada orangnya?
Contohnya, kamu gak respek dengan sejumlah pejabat yang suka korupsi dan bergaya hidup mewah. Akan tetapi, bukankah masih ada pejabat yang jujur dan low profile? Apa salahnya seseorang bercita-cita menjadi pejabat yang amanah serta rendah hati?
5. Orang akan ganti menghakimi kamu

Sikapmu yang menghakimi cita-cita orang lain merupakan bentuk penyerangan. Lumrah apabila seseorang merasa tidak terima. Kemudian ia melakukan perlawanan dengan ganti menghakimi kamu.
Apa yang mungkin menjadi sasaran penghakiman mereka? Biasanya 2 hal, yaitu tingkat keberhasilanmu sekarang dan cita-citamu yang gak kesampaian. Kamu bisa merasa terhina. Padahal, ini tak perlu terjadi seandainya dirimu mampu menghargai cita-cita orang lain.
Bersikaplah penuh respek dan empati pada orang lain. Seseorang tidak akan mencita-citakan sesuatu jika itu bukan sesuatu yang amat berharga untuknya. Sikapmu yang menghakimi cita-citanya tentu membuatnya kesal.