Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Sumber Tersembunyi Sikap Perfeksionis, Rasa Insecure?

ilustrasi wanita (pexels.com/Sora Shimazaki)

Sikap perfeksionis ialah mengejar kesempurnaan sampai rela melakukan apa pun, termasuk memaksa diri sendiri dan orang lain. Walau kelihatannya baik, sikap perfeksionis sebenarnya toksik. Ia rela melakukan apa pun demi mencapai kesempurnaan, yang sebenarnya tidak ada.

Tidak jarang orang dengan perfeksionisme mudah merasa tertekan. Ia menetapkan standar yang tidak realistis pada dirinya, pada hidupnya, dan pada orang lain. Tapi, kira-kira dari mana sumber sikap ini? Agar lebih paham, coba simak lima penjelasan di bawah.

1. Rasa insecurity dan tidak percaya diri

ilustrasi wanita (pexels.com/Marcelo Chagas)

Mungkin terlihat dari luar, orang perfeksionis terlihat percaya diri dan punya standar tinggi. Tapi ternyata, itu hanyalah kedok untuk menyembunyikan self esteem-nya yang rendah. 

Ia mendefinisikan keberhargaan diri berdasarkan nilai atau value pekerjaannya. Dengan kata lain, ia tidak punya pandangan yang benar dan sehat tentang diri sendiri. Hal ini akan berdampak termasuk saat berelasi. Ia pun cenderung memandang value pasangan atau partner-nya sesuai dengan pencapaian mereka. 

2. Ambisi yang terlalu tinggi

ilustrasi wanita (pexels.com/George Milton)

Boleh-boleh saja, kok, punya ambisi. Justru itu yang memotivasi kita untuk terus berusaha hingga memperluas kapasitas diri. Namun, layaknya kata pepatah, segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. 

Ambisi yang terlalu tinggi akan menjadikanmu pribadi yang terlalu ambisius sampai di tahap rela menghalalkan segala cara demi mencapai tujuanmu. Bagaimana bila cara tersebut menyakiti dirimu dan orang-orang sekitarmu? Bagaimana bila cara tersebut tidak benar? Jangan sampai terlalu fokus sama tujuan buat kamu lupa esensi dari tujuan itu sebenarnya.

3. Tidak ingin disaingi orang lain

ilustrasi wanita (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Ini pun sumbernya adalah insecurity. Ketika seseorang merasa tidak aman dengan dirinya sendiri, ia pun tidak akan bisa merasa aman ketika disandingkan dengan orang lain. Selalu ingin jadi yang terbaik, jadi nomor satu, jadi yang paling berprestasi, semata-mata demi meneguhkan kepercayaan diri yang goyah.

Apa kamu pun pernah mengalami hal serupa? Sikap perfeksionis hanyalah kedok untuk menyembunyikan ketakutanmu dikalahkan atau disaing oleh orang lain. Hal ini bikin kamu tertekan dan tidak bahagia, karena setiap perjalanan dan proses belajar akan dianggap bagai beban. 

4. Haus penerimaan dan validasi

ilustrasi wanita (pexels.com/Engin Akyurt)

Seseorang bisa, lho, tampil perfeksionis di luar, tapi sebenarnya haus validasi di dalam. Standar yang ia tetapkan pada diri sendiri bukan berasal dari keinginannya, melainkan standar sosial yang ia paksakan. 

Orang seperti ini tidak akan berhenti sampai menerima pujian. Masalahnya, sampai tahap mana pujian membuatnya merasa puas? Bila tidak ada, maka ia akan selalu mencari dan mencari. Validasi orang lain tidak akan bisa membuat kita bahagia.

5. Masa lalu yang belum selesai

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/Yan Krukau)

Adanya trauma dan pengalaman buruk di masa lalu bisa membuat seseorang jadi perfeksionis. Misal, penolakan atau kritik berlebih dari orang lain yang menorehkan luka. Hal-hal seperti ini bila tidak segera diselesaikan akan menjadi borok dalam diri sendiri.

Berhenti menyiksa dirimu dengan standar-standar yang tidak realistis. Ketidaksempurnaan ada dalam hidup, akui dan terima itu. Justru itulah yang membuat hidup semakin berwarna. 

Boleh punya standar tinggi, tapi jangan jadikan standar itu penentu kebahagiaanmu, ya. Nikmati dan jalani prosesnya, serumit dan sesulit apa pun. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Caroline Graciela Harmanto
EditorCaroline Graciela Harmanto
Follow Us