Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Alasan Logis Jangan Pernah Menanyakan “Kamu Kapan?” pada Siapa pun!

Pixabay.com/Engin_Akyurt

Mulai dari kapan lulus, kapan nikah, kapan punya anak, kapan kerja, kapan beli rumah, kapan menguruskan badan, kapan punya anak yang kedua, kapan punya kendaraan sendiri, sampai segala jenis kapan-kapan yang lainnya. Rasanya apa cuma di Indonesia ya, bentuk pertanyaan semacam ini dianggap wajar?

Hmm, kalau kamu adalah salah satu dari sekian banyak orang yang sering menggunakan pertanyaan semacam ini sekedar untuk basa-basi, sebagai alat untuk “mencairkan suasana”, atau memang betul-betul peduli, sebaiknya mulai sekarang pikir dua kali deh sebelum bertanya “kamu kapan”. Mau tahu kenapa? Ini dia alasannya.

1. Kita tak tahu kehidupan orang lain sebenarnya

Pixabay.com/DanaTentis

Ini adalah hal sederhana yang seringkali kita lupakan. Beneran lho. Kita kan cuma bisa melihat kehidupan seseorang dari luarnya saja. Kita gak akan pernah benar-benar mengetahui perjuangan hidup seseorang, atau masalah apa yang mereka hadapi, sehingga kita cenderung menilai seseorang berdasarkan tandar kehidupan kita sendiri.

Misalnya, teman kita sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, terus kita dengan entengnya bilang, “Kamu kapan lulusnya? Skripsi terus gak kelar-kelar.” Padahal mungkin ada banyak masalah yang sedang dia hadapi. Masalah yang gak mungkin dia ceritakan sama orang lain.

2. Pertanyaan itu bisa menyakiti hati orang lain

Pixabay.com/darksouls1

Mungkin ada anggapan, "Ah, aku kan cuma tanya doang sebagai bentuk kepedulian”. Nah, kalau memang peduli dengan kehidupan orang lain, kenapa tidak kita mulai menunjukkan rasa kepedulian itu dengan memikirkan dampak perkataan kita terhadap mereka?

Misalnya nih, menahan diri untuk tidak berkomentar “Kamu kapan nikah? Betah amat sendirian.” atau “Kapan mau punya anak? Jangan ditunda-tunda terus dong.”

3. It's none of our business

Pixabay.com/StockSnap

Ini harusnya jadi alasan utama sebenarnya. Serius deh. Apa pun pilihan dan keputusan yang diambil orang lain, pada dasarnya sama sekali bukan urusan kita untuk ikut campur.

Kalau pun ingin memberi masukan, lakukanlah dengan cara yang baik dengan mempertimbangkan perasaan mereka.

4. Setiap orang punya jalannya masing-masing

Pixabay.com/StockSnap

Yup. Jalan hidup dan zona waktu setiap orang pastinya berbeda. Ada yang setelah lulus kuliah langsung mendapat kerja dan menikah. Ada yang setelah lulus SMA harus menunda beberapa tahun untuk kuliah karena harus bekerja. Ada juga yang tak melanjutkan sekolah karena harus mengurus keluarganya.  

5. Kita tak tahu usaha apa yang sudah dilakukannya

Pixabay.com/lukasbieri

Banyak lho teman-teman kita yang sudah berusaha mencari kerja kemana-mana, tapi belum dapat yang cocok. Padahal mereka sudah berusaha keras. Atau mereka yang belum sanggup memiliki rumah sendiri karena masih berjuang memenuhi kebutuhan lainnya yang lebih utama. Kita yang hanya orang luar tentu tak tahu usaha apa saja yang sudah mereka lakukan.

6. Bantulah dengan cara yang paling baik alias mendoakan

Pixabay.com/Free-Photos

Jangan sepelekan hal yang satu ini. Mendoakan kebaikan untuk orang lain itu perbuatan yang sangat mulia lho. Kalau kamu benar-benar peduli dengan kehidupan teman kamu, tapi juga gak tahu bisa bantu apa, daripada berkomentar atau menanyakan pertanyaan yang berpotensi menyinggung perasaan mereka, lebih baik doakan saja semoga temanmu cepat lulus kuliah, cepat dapat kerja, cepat menikah, cepat dikaruniai keturunan, dan dipercepat segala keinginan baik lainnya.  

Intinya adalah, siapa sih di dunia ini yang tak ingin keinginannya terwujud? Semua orang pasti ingin seperti itu. Hanya saja, bukan berarti kita berhak untuk terlalu kepo dan ikut campur pada kehidupan orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agustin Fatimah
EditorAgustin Fatimah
Follow Us