Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Cara Mengenali Public Persona vs Private Self, Wajib Tahu!

ilustrasi personality (pexels.com/Moose Photos)
ilustrasi personality (pexels.com/Moose Photos)
Intinya sih...
  • Kehadiran perangkat digital menjadi wajah pertama yang dilihat orang tentang dirimu.
  • Perbedaan antara public persona dan private self dapat membuatmu merasa lelah secara emosional.
  • Mengetahui bagaimana kamu bersikap di berbagai situasi sosial dapat membantu mengenali keduanya.

Dalam dunia yang semakin mudah terhubung, kehadiran perangkat digital sering kali menjadi wajah pertama yang dilihat orang tentang dirimu. Kamu merencanakan unggahan, memilih sudut pandang, dan menyusun narasi tentang siapa dirimu atau lebih tepatnya, siapa yang ingin kamu tampilkan. Nah, di sinilah batas antara public persona dan private self mulai kabur.

Public persona merupakan versi diri yang kamu tampilkan ke dunia. Ia bisa autentik, bisa pula di-setting dengan cermat. Berlainan dengan itu, private self adalah dirimu saat tidak sedang dinilai atau diawasi, saat tidak ada karpet dan tidak ada penonton.

Keduanya bukan berarti harus selalu bertentangan, kok. Namun, sering kali ketidaksadaran akan keberadaan keduanya membuatmu merasa lelah secara emosional. Kamu bingung dengan identitasmu sendiri, merasa terpecah, dan bahkan terasing dari apa yang sebenarnya kamu rasakan dan pikirkan, nih. So, berikut enam cara untuk mengenali perbedaan antara public persona dan private self dalam kehidupanmu, yang akan menjadi sebuah langkah awal untuk berdamai dengan keduanya.

1. Perhatikan pola energi sosialmu setelah berinteraksi

ilustrasi personality (pexels.com/Allan Mas)
ilustrasi personality (pexels.com/Allan Mas)

Salah satu indikator paling jujur tentang public persona adalah bagaimana perasaanmu setelah berada di tengah orang lain. Apakah kamu merasa penuh energi atau justru menjadi terkuras? Kalau kamu sering merasa lelah secara emosional setelah menjalani interaksi sosial, mungkin itu karena kamu sedang “memainkan peran” yang jauh dari dirimu sendiri, nih. Kamu terus menyesuaikan diri dengan ekspektasi, menjaga branding, dan menekan ekspresi spontan demi kenyamanan orang lain.

Sebaliknya, saat kamu merasa tenang dan utuh meskipun telah berinteraksi dengan banyak orang, bisa jadi public persona yang kamu tampilkan cukup sejalan dengan private self-mu. Mengenali dinamika ini bukan untuk menyalahkan diri sendiri, tetapi untuk memahami bahwa keletihan sosial bisa jadi pertanda, nih, bahwa kamu butuh ruang untuk menjadi diri sendiri. Yaps, tanpa peran, tanpa topeng.

2. Catat versi diri yang kamu tampilkan di berbagai lingkungan

ilustrasi personality (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi personality (pexels.com/Ron Lach)

Coba renungkan dan tuliskan bagaimana kamu bersikap saat bersama teman kantor? Bagaimana kamu ketika di media sosial? Bagaimana kamu ketika bersama keluarga, atau saat sendirian? Kamu mungkin menyadari bahwa versi-versi dirimu tidak sepenuhnya identik, kan? Ini wajar.

Manusia memang makhluk kontekstual. Tetapi, nih, kalau perbedaan itu terlalu mencolok seperti, kamu terlihat sangat percaya diri di Instagram tapi merasa rapuh dan cemas saat sendiri, maka ada jarak yang perlu kamu pahami. Menulis jurnal atau membuat peta karakter dari berbagai versi dirimu bisa menjadi cara reflektif yang efektif, nih. Ia membantu memperjelas peran mana yang terlalu kamu bangun demi validasi sosial dan mana yang lebih mencerminkan keutuhan dirimu.

3. Perhatikan apa yang kamu tahan untuk tidak katakan

ilustrasi personality (pexels.com/fauxels)
ilustrasi personality (pexels.com/fauxels)

Di banyak situasi sosial, kamu menahan persepsi, opini, atau emosi tertentu demi menjaga suasana atau branding-mu. Sekali lagi, ini wajar dan bahkan penting dalam menjaga etika komunikasi. Tetapi, pertanyaannya, nih apakah kamu menahan hal-hal itu karena pertimbangan bijak atau karena takut tidak diterima? Contohnya, kamu selalu setuju dalam diskusi grup meskipun hatimu menolak. Kamu menyembunyikan hobi yang kamu sukai karena khawatir dianggap tidak keren. Kamu tidak pernah mengeluhkan kesedihanmu karena takut terlihat lemah.

Hal-hal yang kamu tahan untuk tidak katakan bisa menjadi petunjuk penting tentang private self-mu. Mereka tidak muncul ke permukaan, tapi mereka tetap ada dan menunggu ruang yang cukup aman untuk ditampilkan. Mengetahui apa yang tidak kamu katakan adalah bentuk kejujuran terhadap diri sendiri. Ia tidak harus berujung pada pengakuan publik, tapi bisa menjadi langkah untuk lebih mengenali bagian terdalam dari dirimu.

4. Refleksikan apa yang kamu takut diketahui orang lain

ilustrasi personality (pexels.com/Craig Adderley)
ilustrasi personality (pexels.com/Craig Adderley)

Setiap orang pasti memiliki sisi diri yang ingin disembunyikan. Mungkin itu masa lalu, kekurangan, kerentanan, atau bahkan ambisi yang belum terwujud. Ketakutan akan penilaian seringkali membuat kamu menyembunyikan bagian-bagian itu rapat-rapat. Tetapi, nih, hal-hal yang paling ingin kamu sembunyikan sering kali merupakan bagian penting dari identitasmu. Saat kamu menyadari bahwa kamu sangat takut seseorang mengetahui bahwa kamu merasa kesepian, misalnya, itu bisa jadi karena kesepian adalah bagian yang sangat personal dalam private self-mu. Sebuah bagian yang belum kamu terima sepenuhnya.

Membuat daftar kecil tentang hal-hal yang kamu enggan orang ketahui bisa membuka percakapan dengan diri sendiri, mengapa aku takut ini terlihat? Apakah ini karena aku belum berdamai dengannya Semakin kamu berani menghadapi bagian-bagian itu secara internal, semakin utuh dirimu, dan semakin kecil pula kebutuhan untuk menyembunyikannya dalam public persona.

5. Amati apa yang kamu banggakan di hadapan orang lain

ilustrasi personality (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi personality (pexels.com/MART PRODUCTION)

Nyatanya, kebanggaan adalah isyarat sosial. Ia memberi tahumu apa yang kamu nilai tinggi dan sering kali apa yang ingin kamu tunjukkan dengan dirimu di mata orang lain. Apakah kamu sering menonjolkan pencapaian profesionalmu? Apakah kamua senang menampilkan gaya hidup tertentu, atau selera estetikamu? Tidak ada yang salah dengan itu. Namun, akan lebih jujur kalau kamu bertanya, apakah itu benar-benar bagian dari diriku, atau hanya sesuatu yang kupakai untuk merasa berharga?

Kebanggaan yang terlalu tergantung pada pengakuan eksternal biasanya berasal dari public persona, nih. Sementara itu, kebanggaan yang tumbuh dari nilai-nilai internal, yang tetap terasa utuh meski tak ada yang melihatnya biasanya berasal dari private self, guys. Membiasakan diri untuk merasa bangga atas hal-hal yang tidak bisa diunggah, seperti kedisiplinan, keberanian menghadapi luka, atau kepekaan terhadap penderitaan orang lain adalah cara untuk memperkuat koneksi dengan diri sendiri yang lebih autentik.

6. Tanyakan pada diri sendiri tentang "Siapa aku saat tidak ada yang menonton?"

ilustrasi personality (pexels.com/ROMAN ODINTSOV)
ilustrasi personality (pexels.com/ROMAN ODINTSOV)

Pertanyaan ini sederhana tapi mendalam. Siapa kamu ketika tidak ada yang memberi respons? Tanpa ada likes, tanpa ada komentar, tanpa ada tepuk tangan? Apakah kamu tetap mempraktikkan nilai-nilai yang kamu yakini? Apakah kamu tetap peduli pada kualitas kerja meski tak ada yang mengapresiasi? Apakah kamu tetap bersikap baik meski tak akan ada yang tahu?

Private self muncul dalam sunyi. Ia hidup dalam keputusan-keputusan kecil yang tak diketahui siapa pun. Ia bukan tentang citra, tapi tentang konsistensi batin, kok. Meluangkan waktu untuk sendiri tanpa distraksi digital dan tanpa keharusan membuktikan diri adalah cara efektif untuk mengenali private self yang sering tertinggal di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial.

Pada akhirnya, tidak ada yang salah dengan membentuk public persona. Ia bisa menjadi alat navigasi sosial yang penting. Tetapi, nih, saat kamu terlalu tenggelam di dalamnya, kamu akan mulai kehilangan relasi dengan diri sendiri. Sebaliknya, private self bukan berarti lebih asli atau lebih mulia. Ia juga bisa menyimpan luka, rasa malu, atau sisi-sisi yang belum dewasa. Namun, mengenalnya adalah awal dari hubungan yang lebih jujur dengan diri sendiri. Dan dalam hubungan itu, mungkin kamu bisa menemukan bentuk kehidupan yang lebih damai, tidak terlalu sibuk memoles tampilan, dan tidak pula terlalu keras menilai kerentanan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
KAZH s
EditorKAZH s
Follow Us