7 Akibat Terlalu Memikirkan Kesalahan Orang, Yakin Diri Lebih Baik?

Kita tentu tahu, bahwa semua orang bisa berbuat salah, tak terkecuali diri sendiri. Namun, dalam kenyataannya sikapmu saat menghadapi kesalahan orang lain tidak selalu bijaksana. Kamu masih suka bersikap penuh penghakiman terhadap kekeliruan sekecil apa pun.
Tindakanmu menjadi berlebihan dan akhirnya sulit menyukai satu orang pun sebab semuanya pernah berbuat salah. Kamu membenci pribadinya dan bukan sebatas kekeliruan yang telah diperbuatnya. Kesalahan orang baik terhadap dirimu maupun yang lain sebaiknya gak dipikirkan berkepanjangan, karena bisa mengakibatkan ketujuh hal berikut.
1. Dari sekadar kesal berubah menjadi dendam

Ketika suatu kesalahan menjadikanmu sebagai korbannya atau orang yang dirugikan, tentu ada perasaan marah. Namun, jaga supaya kekesalan ini tidak berubah menjadi rasa dendam yang sarat kebencian dan mendesak buat dilampiaskan. Dendam amat berbahaya baik untuk orang yang disasar maupun diri sendiri.
Sadari bahwa kesalahan orang lain sering kali menimbulkan reaksi berbeda dalam dirimu. Kian memikirkannya, kian membuatmu merasa kesalahan tersebut fatal, sehingga sulit dimaafkan. Sementara ketika kamu berhadapan dengan kekeliruan diri, makin dipikirkan makin banyak pembenaran yang ditemukan guna meringankan rasa bersalah.
2. Merasa diri jauh lebih baik darinya

Ketika memikirkan kesalahan seseorang, kamu pasti kemudian membandingkannya dengan diri sendiri. Lantaran kamu tidak pernah berbuat kekeliruan yang sama, muncul keyakinan bahwa diri sendiri jauh lebih baik darinya. Padahal, kamu juga tidak suci dan masalahnya cuma terletak pada perbedaan kesalahan yang pernah dilakukan.
Jangan sampai perbedaan kesalahan ini mengelabuimu dengan memandang seseorang amat buruk. Ini sama saja dengan kamu menyombongkan diri. Jangan sampai suatu saat kamu justru malu ketika ada orang lain yang menyadarkan perihal kekeliruan yang pernah dilakukan.
3. Terus membicarakan kesalahan itu pada orang lain

Dengan terus memikirkan kesalahan orang, hal tersebut menjadi perhatian terbesarmu. Maka sebagian besar ucapanmu pun selalu mengenai kekeliruan itu seakan-akan penting buat setiap saat membahasnya bersama semua orang, baik yang mengenalnya maupun tidak. Tanpa sadar, kamu justru menjadi suka bergunjing sekaligus berdalih bahwa kesalahan itu benar adanya.
Sekalipun betul, apa gunanya bersikap berisik tentangnya? Citra orang lain memang dapat makin rusak gara-gara berbagai perkataanmu, tapi nama baik pribadi juga akan tercemar. Orang-orang yang diajak membicarakannya mungkin lama-lama berpikir kamu cuma iri pada seseorang, sehingga tak henti-hentinya membahas kesalahannya seolah-olah kamu tengah bergembira.
4. Hobi menyindir di media sosial

Isi pikiran yang negatif memang membuatmu gelisah. Kegelisahan ini perlu dituangkan, salah satunya melalui unggahan di media sosial. Maka dari itu, kamu mulai suka menyindir seseorang yang berbuat salah, entah dalam berapa banyak unggahan.
Kamu gak lagi peduli apakah perbuatan seperti ini penting atau tidak. Kamu cuma ingin mengeluarkan isi pikiran mengenai kesalahan orang lain. Kalaupun orang itu tidak merasa tersindir atau gak berteman denganmu di media sosial, waktu serta energimu sendiri yang habis cuma buat menulis beragam status.
5. Gak bisa melihat sisi baiknya

Manusia tidak dapat didefinisikan hanya dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya. Sebagai makhluk yang kompleks, tentu orang yang sama juga berbuat banyak hal baik sekalipun keburukannya lebih dikenal orang. Bahkan bila kebaikan-kebaikan itu kecil atau terakhir dilakukan sebelum dia dewasa, ia tetap punya sisi positif dalam dirinya.
Apalagi jika sampai sekarang pun masih banyak hal baik yang diperbuatnya. Janganlah beberapa kesalahan saja seakan-akan menghapus seluruh kebaikan itu. Berusaha mengingat kembali kebaikan-kebaikannya bakal mengurangi perasaan antipatimu padanya karena suatu kekeliruan yang baru-baru ini terjadi.
6. Tak mampu memahami situasi yang mendorong orang berbuat salah

Perilaku manusia selalu dipengaruhi situasinya pada saat itu. Maka belum tentu orang mengambil tindakan yang sama pada kondisi yang berbeda. Sebagai contoh, orang dapat jujur di suatu kesempatan dan berbohong pada kali lain.
Lebih penting dari sekadar menyoroti kebohongannya adalah mencari tahu, mengapa dia sekarang tak sejujur dulu? Misalnya, orang yang melakukan korupsi padahal selama ini terkenal sebagai karyawan yang bersih. Apakah besarnya kepercayaan yang diberikan padanya membuat dia gak lagi cukup diawasi?
Apakah ia semata-mata sedang terdesak kebutuhan yang dahulu belum pernah ada? Apakah makin ringannya sanksi yang dijatuhkan pada pegawai korup bikin rasa takutnya berkurang? Kamu tidak boleh cuma fokus pada kesalahan yang dilakukan, tetapi abai pada penyebabnya yang membuat pencegahan untuk kasus serupa gak maksimal.
7. Tidak memberikan kesempatan untuknya memperbaiki diri

Kesan tipuan bahwa seseorang telah melakukan kesalahan yang amat besar bikin kamu tidak percaya dia masih bisa memperbaiki diri. Kamu langsung menutup pintu untuk orang yang bersalah, padahal sikap begini malah tak membuatnya menjadi lebih baik. Ia akan merasa tertolak, membenci semua orang, dan nekat kembali berbuat kesalahan serupa bahkan lebih parah.
Tegas memang penting, tetapi hati-hati dengan pikiran yang tertuju pada kesalahan seseorang. Bukannya tegas, kamu malah dapat terjebak pada sikap yang arogan. Mustahil menemukan orang yang tak pernah bersalah dan bila semuanya gak diberi kesempatan buat memperbaiki diri, kamu malah hidup tersisih dari sesama.
Kesalahan orang lain memang tak bisa dianggap tidak ada karena kadang cukup serius dan dapat berulang. Akan tetapi, terus memikirkan kekeliruan yang sudah berlalu dan dipertanggungjawabkan oleh pelakunya juga sikap yang buruk. Cegah diri menjadi terlalu keras pada kesalahan orang sampai lupa bahwa kamu pun tak sempurna.