Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 sebab Gak Perlu Adu Penderitaan dengan Orang Lain

ilustrasi dua orang bersedih (pexels.com/Liza Summer)

Ternyata bukan cuma pencapaian hidup yang bisa dibandingkan dengan orang lain. Beberapa orang sepertinya juga suka sekali membandingkan penderitaan sendiri dengan penderitaan orang lain.

Ini tak hanya terjadi dalam percakapan di dunia nyata dengan teman, tetapi juga kerap mewarnai interaksi di media sosial. Contohnya, seseorang mengunggah status tentang kesulitan yang dihadapinya.

Kemudian banyak orang berkomentar, "Itu, sih, belum seberapa. Kondisiku lebih parah..." Terus seperti itu sampai pembuat status maupun orang yang berkomentar bisa kesal sendiri kalau penderitaannya tak diakui lebih berat.

Jika kamu pun begini, pahamilah keenam hal di bawah ini. Adu penderitaan dengan orang lain itu gak ada untungnya dan sama sekali tak membuatmu terlihat lebih keren. Ayo, dibaca sampai selesai.

1. Tidak membangkitkan motivasimu untuk mengatasi penderitaan itu

ilustrasi perempuan menangis (pexels.com/Karolina Grabowska)

Bagaimana motivasimu untuk segera mengatasi penderitaan itu akan terbangkitkan bila kamu sebenarnya menikmatinya? Coba bayangkan seandainya penderitaan itu telah sirna. Kamu jadi tak punya sesuatu untuk dikeluhkan ke sana kemari.

Inilah yang tanpa kamu sadari sangat memengaruhi motivasi serta tindakanmu. Bukan penderitaanmu yang terlalu sukar untuk diatasi melainkan kamu sendiri yang sebenarnya belum bertekad buat mengakhirinya.

2. Pantangan bagi kamu yang ingin bahagia

ilustrasi perempuan bahagia (pexels.com/Arina Krasnikova)

Katanya kamu ingin bahagia, tetapi malah suka adu penderitaan. Seluruh pikiranmu menjadi terpusat pada penderitaan tersebut. Perasaanmu makin terseret dalam menghayati penderitaan itu.

Penderitaan yang tadinya terasa tak seberapa, kini malah menjadi berlipat-lipat beratnya. Memang ini bukan berarti kamu perlu mengingkarinya agar bisa bahagia. Akan tetapi, tak perlu juga menggaungkan penderitaan itu berkali-kali dan kian lama kian didramatisasi.

3. Kok, kesannya kamu justru bangga dengan penderitaan itu?

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Apabila kamu marah dengan subjudul di atas, kemungkinan besar memang betul. Ada semacam kebanggaan tersendiri ketika kamu merasa kehidupanmu tak semulus kehidupan orang lain.

Tentu saja, kamu layak bangga kalau ketangguhanmu telah teruji dengan berhasil mengatasi penderitaan tersebut. Dengan kata lain, saat kamu menceritakan penderitaanmu, kondisimu sekarang sudah jauh lebih baik.

Nah, apabila kamu adu penderitaan kala kedua kakimu masih terjerat olehnya, ini tentu menjadi tanda tanya besar. Seharusnya, kamu fokus berusaha membebaskan diri dan malu bila cuma sibuk berkoar-koar.

4. Bukan topik menarik untuk mengisi pertemuan

ilustrasi tiga teman (pexels.com/George Pak)

Tampaknya, kamu tidak punya topik lain buat mengisi pertemuanmu dengan siapa pun. Di mana saja dan kapan saja, kamu pasti menjadi pembuka untuk acara adu penderitaan.

Jika respons lawan bicara jauh dari harapanmu alias dia tenang saja dan tak ganti menceritakan penderitaannya, kamu bakal makin melebih-lebihkan kisah sedihmu. Bukannya tertarik, orang-orang justru bosan bahkan muak mendengarnya.

Mereka bakal menyingkir kalau kamu tak segera beralih ke topik lain. Walaupun mereka juga sedang menderita karena sesuatu, meladeni keinginanmu untuk mengadu penderitaan hanya bikin mereka tambah capek.

5. Jika sudah ketahuan siapa yang paling menderita, lalu apa?

ilustrasi dua teman (pexels.com/Darina Belonogova)

Katakanlah lawan bicaramu akhirnya mengakui bahwa penderitaanmu lebih berat daripada yang ditanggungnya. Untuk sesaat barangkali kamu akan merasa puas sekali. Akhirnya semua orang tahu betapa beratnya ujian dalam kehidupanmu.

Namun, setelah ini apa? Apakah pengakuan orang lain tentang beratnya penderitaanmu membuatnya terasa lebih ringan? Tidak, kan? Penderitaanmu tak berkurang sedikit pun.

6. Pemenangnya hanyalah yang paling cepat berhenti

ilustrasi melerai teman (pexels.com/George Pak)

Inilah yang harus benar-benar kamu pahami. Pemenang sejati dalam adu penderitaan bukanlah orang yang mendapatkan pengakuan seperti dalam poin 5, melainkan justru orang yang tidak tertarik untuk mengumbar penderitaannya.

Dia mungkin menyatakan masalahnya. Akan tetapi tidak sampai menyebut penderitaannya lebih berat ketimbang penderitaan siapa pun. Sebaliknya, kekalahan menjadi milik orang yang terus berkeras bahwa penderitaannya lebih hebat.

Adu penderitaan tak akan membuatmu merasa lebih baik. Bahkan selagi kamu berdebat dengan orang lain tentang penderitaan siapa yang terdahsyat, penderitaan itu seperti racun yang makin merusak tubuhmu.

Jangan sampai kamu merasa menang dalam adu penderitaan, tetapi kamu segera tumbang dan lenyap ditelan penderitaan itu. Berjuanglah untuk selekasnya terbebas dari belenggunya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us