Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AI Bisa Gantikan Arsitek, Yakin?

239416311_m.jpg
Arsitek (123rf.com/yourapechkin)
Intinya sih...
  • AI memangkas waktu desain arsitektur secara drastis dengan teknologi generative design.
  • Bidang yang sudah ‘dikuasai’ AI tetap butuh sentuhan manusia untuk empati, intuisi, dan kepekaan estetika.
  • Kolaborasi AI dan arsitek membawa desain cepat, presisi, inovatif, punya karakter kuat, serta menguntungkan konsumen dan klien.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (AI) makin sering jadi bahan perbincangan, salah satunya di dunia arsitektur. Sebut saja dari desain rumah sampai simulasi konstruksi, AI bisa melakukan banyak hal yang dulu cuma bisa dikerjakan manusia.

Tapi, muncul satu pertanyaan besar: kalau AI sudah bisa bikin desain secepat itu, apakah ke arsitek masih dibutuhkan? Jawabannya: iya, banget! Hanya saja, perannya sedang berevolusi. Bukan digantikan, tapi naik level jadi pengarah dan kolaborator kreatif.


1. Dari sketsa ke simulasi, gimana AI mengubah dunia arsitektur

243883784_m.jpg
Ilustrasi AI dalam bidang arsitektur (123rf.com/mikkiorso)

Dulu, proses desain arsitektur bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Arsitek harus riset tapak, menggambar sketsa awal, membuat model 3D, lalu menjalankan berbagai simulasi untuk memastikan desain aman dan efisien.

Sekarang, AI bisa memangkas waktu itu secara drastis. Melalui teknologi generative design, arsitek cukup memasukkan parameter—seperti luas lahan, orientasi matahari, kebutuhan ruang, dan batasan biaya—lalu AI akan menghasilkan ratusan alternatif desain hanya dalam hitungan menit.

Bukan cuma itu, software berbasis AI juga bisa menganalisis faktor lingkungan, seperti sirkulasi udara, pencahayaan alami, hingga dampak karbon dari material yang digunakan. Hasilnya, proses desain jadi lebih efisien, akurat, dan ramah lingkungan.

Namun tetap, AI hanyalah alat bantu. Arsitek tetap berperan penting dalam memilih dan mengarahkan hasil terbaik agar sesuai konteks sosial, budaya, dan estetika.


2. Bidang yang sudah ‘dikuasai’ AI tetap butuh sentuhan manusia

245919353_m.jpg
Ilustrasi AI dalam bidang arsitektur (123rf.com/mikkiorso)

AI memang jago dalam hitung-hitungan dan analisis data, tapi arsitektur bukan sekadar matematika dan logika. Ada sisi human touch yang tak bisa ditiru oleh algoritma mana pun.

Misalnya, bagaimana menciptakan ruang yang terasa ‘hangat’ dan menenangkan bagi penghuninya, atau bagaimana merancang bangunan publik yang mendorong interaksi sosial. Itu semua butuh empati, intuisi, dan kepekaan estetika yang hanya dimiliki manusia.

Sehebat apa pun AI, ia tetap butuh arahan dari manusia untuk memahami konteks budaya, nilai sejarah, hingga perilaku pengguna. Tanpa itu, desain bisa saja efisien secara teknis, tapi kering secara emosional.

Singkatnya: AI bisa bantu menghitung struktur, tapi hanya manusia yang bisa memberi makna pada ruang.


3. AI + arsitek = teamwork

80579418_m.jpg
Ilustrasi arsitek (123rf.com/dragoscondrea)

Alih-alih bersaing, arsitek dan AI justru bisa jadi dream team. Bayangkan AI mengerjakan bagian teknis yang repetitif dan memakan waktu, sementara arsitek fokus pada eksplorasi ide, storytelling desain, dan pendekatan kreatif yang lebih dalam.

Banyak studio arsitektur besar dunia sudah mulai menerapkan sistem ini. Misalnya, menggunakan AI untuk mengolah big data dari ribuan proyek sebelumnya guna mencari pola desain paling efisien, lalu arsitek menyesuaikannya dengan gaya khas dan kebutuhan klien.

Hasilnya? Desain yang nggak cuma cepat dan presisi, tapi juga inovatif dan punya karakter kuat. Dengan kolaborasi ini, arsitek bisa berpikir lebih luas, berani bereksperimen, dan menciptakan karya yang dulu sulit diwujudkan secara manual.


4. Menguntungkan konsumen dan klien

240793956_m.jpg
Ilustrasi arsitek menjelaskan desain pada konsumen (123rf.com/pitinan)

Dari sisi pengguna atau klien, kolaborasi AI dan arsitek juga membawa banyak keuntungan. Proses desain yang sebelumnya rumit kini bisa dibuat lebih transparan dan interaktif. Klien bisa langsung melihat simulasi 3D, mengeksplorasi beberapa opsi desain, bahkan menyesuaikannya dengan preferensi pribadi seperti warna, pencahayaan, hingga tata ruang hanya dengan satu klik.

Selain itu, AI membantu memperkirakan biaya konstruksi dengan lebih akurat sejak tahap awal, sehingga risiko pembengkakan anggaran bisa diminimalkan.

Dengan begitu, hasil akhirnya lebih cepat, hemat biaya, dan sesuai ekspektasi. Bagi arsitek, ini juga membantu meningkatkan kepercayaan klien karena seluruh proses bisa dipantau secara real-time.


5. Masa depan arsitek: dari pembuat gambar ke pengarah visi

238413990_m.jpg
Ilustrasi arsitek menjelaskan desain pada konsumen (123rf.com/pitinan)

Peran arsitek ke depan akan bergeser dari sekadar designer menjadi visionary director seseorang yang mampu menggabungkan teknologi, seni, budaya, dan keberlanjutan dalam satu karya arsitektur yang bermakna.

Arsitek masa depan akan berperan sebagai pengarah ide besar di balik bangunan: bagaimana ruang bisa beradaptasi dengan perubahan iklim, bagaimana teknologi bisa mempermudah kehidupan manusia tanpa kehilangan sisi kemanusiaan, dan bagaimana desain bisa tetap inklusif untuk semua kalangan.

Dalam konteks itu, AI menjadi rekan kerja yang memperluas imajinasi arsitek, bukan menggantikannya. Karena pada akhirnya, arsitektur bukan hanya soal what we build, tapi why we build it. Iya, ‘kan? Simak penjelasan lengkapnya di Podcast Ruang Ratih, persembahan Semen Merah Putih, tanggal 28 November 2025, di Youtube Channel Semen Merah Putih! (WEB/BAP)


Share
Topics
Editorial Team
Tisa Ajeng M
EditorTisa Ajeng M
Follow Us

Latest in Life

See More

4 Rekomendasi Tumbler Kopi Selain dari Tuku, Tahan Panas dan Dingin

28 Nov 2025, 11:03 WIBLife