Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Alasan Teman Menolak Tawaran Pekerjaan Darimu, Padahal Katanya Butuh

ilustrasi dua pria (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Niat baik gak selalu disambut orang lain dengan baik pula. Kamu harus siap dengan penolakan sekalipun menurutmu dirimu menawarkan sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan olehnya saat ini.

Misalnya, pekerjaan karena kawanmu masih menganggur, sedangkan di kantormu ada posisi yang menunggu untuk diisi. Bisa juga, kamu pemilik kantor tersebut, sehingga dirimu leluasa memilih orang untuk bekerja bersamamu.

Di luar dugaan, temanmu yang melamar kerja ke sana kemari justru menolak ajakanmu buat bergabung. Bagimu, gayanya mungkin seperti jual mahal. Namun, mungkin penolakannya didasari oleh tujuh alasan berikut. 

1. Kalau menerima, lagakmu seperti pahlawan dalam hidupnya

ilustrasi dua pria (pexels.com/RDNE Stock project)

Siapa yang dapat memastikan sikapmu tetap biasa saja jika ia menerima tawaran pekerjaan tersebut? Gak semua orang bisa memercayainya dan lebih cemas kalau-kalau lagakmu akan seperti pahlawan dalam hidupnya.

Memang, pekerjaan darimu mengakhiri statusnya sebagai pengangguran. Dia yang selama ini pusing memikirkan biaya hidup, tanpa adanya pekerjaan juga seketika dapat bernapas lega.

Namun, jika perilakumu kemudian menyombongkan diri dan merasa amat berjasa dalam hidupnya, ia bakal ilfil. Semua orang menjadi berpikir bahwa dia memperoleh pekerjaan itu semata-mata karena kemurahan hatimu, bukan kemampuannya sendiri.

Kekhawatiran seperti di atas dapat muncul dari prasangkanya saja atau selama ini, tanpa kamu sadari memang sudah sering bersikap seperti itu. Pada siapa saja dan tentang apa pun, kamu punya keinginan kuat untuk lebih menonjol dan dipuji. Kawanmu tidak mau sampai berhutang budi padamu.

2. Pengalamannya bekerja sama denganmu tak menyenangkan

ilustrasi dua pria (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Sebagai kawan lama, kalian barangkali pernah beberapa kali terlibat kerja sama. Misalnya, satu kelompok ketika mengerjakan tugas kuliah. Dari sini, temanmu mempelajari sifat-sifatmu selama bekerja sama.

Ia mungkin punya pengalaman yang kurang menyenangkan lebih dari sekali ketika bekerja denganmu. Hal ini cukup buatnya tidak menginginkan kembali kerja bareng kamu. Kalau pekerjaan yang ditawarkan bakal bikin kalian satu tim, dia merasa tidak cocok.

Bisa karena sifatmu yang suka memaksakan pendapat, terlalu perfeksionis, sering melimpahkan tanggung jawab ke orang lain, dan sebagainya. Bila tawaran pekerjaan dapat dipastikan tidak bakal mempertemukan kalian, semata-mata karena kamu tahu informasi lowongannya, dia tentu mau mencoba mendaftar.

3. Pekerjaan yang ditawarkan terasa merendahkan dirinya

ilustrasi dua pria (pexels.com/PNW Production)

Untukmu, semua pekerjaan boleh jadi sama saja. Selama pekerjaan itu halal dan menghasilkan uang tak ada salahnya diambil. Terlebih ketika tidak ada banyak pilihan sedangkan kita memerlukan pemasukan segera. Gak ada pekerjaan yang lebih tinggi atau lebih rendah karena semuanya dibutuhkan di dunia ini.

Namun, temanmu belum tentu berpikiran sama. Apalagi kalau tawaran pekerjaan datang darimu yang sangat tahu siapa dirinya. Sebagai contoh, kamu menawarkan pekerjaan padanya untuk menyopirimu ke mana-mana karena dirimu mendapat fasilitas mobil dari kantor tanpa disertai sopirnya.

Padahal, kamu tidak bisa menyetir. Pikiranmu simpel, daripada dirimu menggaji orang lain lebih baik menawarkan pekerjaan itu pada teman karena kamu tahu kemampuannya menyetir sangat baik. Toh, ini bukan pekerjaan yang berat dan dia boleh berhenti setelah mendapat pekerjaan lain.

Kamu fokus pada kebutuhan kalian serta kemampuan teman. Tapi bagi kawanmu, tawaran pekerjaan ini sungguh merendahkan kehormatannya. Kamu akan menjadi seperti majikannya padahal kalian dulu teman kuliah.

4. Gaji pertemanan

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Matheus Bertelli)

Kalau kamu hendak merekrut teman untuk bekerja bersamamu, berapa pendapatan yang ditawarkan? Jangan sampai dirimu hanya menawarkan gaji pertemanan alias di bawah standar upah yang seharusnya. Kamu sudah seperti kebiasaan negatif sebagian orang ketika hendak membeli sesuatu dari kenalan.

Mereka gak mau membayar penuh dan justru minta harga pertemanan. Tidak boleh begini jika dirimu tak ingin kawan menolak mentah-mentah tawaran kerja darimu. Bagaimanapun juga, besaran pendapatan penting sekali buat orang yang telah memberikan waktu dan energinya. 

Daripada digaji lebih kecil ketimbang seharusnya, ia lebih memilih mencari pekerjaan lain. Tawaran kerja darimu bukannya terasa sebagai angin segar, malah seakan-akan hendak menjebaknya. Sebagai teman, seharusnya kamu lebih memahami kebutuhannya.

5. Khawatir dari kawan menjadi lawan saat terlibat permasalahan

ilustrasi percakapan (pexels.com/Kampus Production)

Bekerja dengan teman sendiri ada enaknya dan susahnya. Sisi menyenangkannya, dia sebagai karyawan baru tidak perlu sungkan kalau perlu bertanya padamu. Kalian sudah kenal lama sehingga tanya jawab terjadi begitu saja tanpa khawatir sikapnya dinilai gak sopan.

Adanya kenalan lama juga bikin proses adaptasinya di kantor tersebut lebih cepat. Lingkungan kerja tak sepenuhnya terasa asing karena ia telah mengenal dengan baik salah seorang di antaranya yaitu dirimu. Hanya saja, ketika terjadi masalah serius dalam pekerjaan, hubungan kalian bisa ikut berantakan. 

Kalian tahu terlalu banyak tentang kehidupan masing-masing. Perdebatan lebih mudah merambat ke hal-hal pribadi. Sesimpel kamu mengomentari tabiat buruknya atau sebaliknya pun dapat seketika menyulut kebencian yang bertahan lama. Teman yang menolak tawaran kerja darimu mungkin hanya ingin mempertahankan hubungan baik kalian.

6. Gak menguasai bidang kerjanya

ilustrasi dua pria (pexels.com/Matheus Bertelli)

Andai pun kamu dapat memberikan pekerjaan pada teman tanpa proses seleksi, belum tentu dia akan menerimanya. Ia menyadari keterbatasan kemampuannya dan sikap jujur serta tahu dirinya ini mesti dihargai. Dia tidak mau diterima dengan mudah, tetapi gak bisa bekerja dengan baik.

Dirimu tak perlu terus mendorongnya untuk mencoba dulu karena itu malah bikin dia tertekan. Bukankah berbahaya juga bila kamu salah menempatkan orang di posisi yang penting? Pelatihan pun belum tentu akan menyelesaikan masalah ketidaksesuaian kemampuan teman dengan kebutuhan kantormu.

Daripada ke depan kamu kecewa padanya tetapi gak enak untuk memecatnya, memang sebaiknya tidak menawarkan pekerjaan yang tak dikuasai olehnya. Sebesar apa pun semangat belajar seseorang, faktanya kita juga gak mampu mengerjakan segalanya. Untung kawanmu jujur sedari awal serta tidak memanfaatkan kebaikan hatimu saja.

7. Berbeda dari kebutuhannya

ilustrasi percakapan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Ketika kamu menggarisbawahi kebutuhannya hanya sebatas pekerjaan, dia mungkin punya kriteria yang lebih spesifik. Contohnya, pekerjaan itu harus dapat dikerjakan sepenuhnya dari rumah karena temanmu mengasuh anak atau orangtua yang sakit. Walau ada opsi tempat penitipan anak atau perawat khusus lansia, baginya barangkali terlalu mahal.

Bisa juga anak atau orangtuanya tidak mau bersama orang lain. Menurutmu, keinginannya itu bisa menyulitkannya dalam memperoleh pekerjaan. Akan tetapi, seperti itulah kebutuhannya dan tak ada gunanya buat mendesaknya bekerja di luar rumah.

Salah-salah malah kamu dipandangnya tidak mampu mengerti kondisinya. Percuma juga seandainya ia menerima tawaranmu untuk bekerja di luar rumah, tetapi dia gak bisa berkonsentrasi karena terus memikirkan anak atau orangtua. Penawaran apa pun baru akan disambut dengan baik kalau sesuai dengan kebutuhan orang lain.

Penolakan kawan atas pekerjaan yang kamu tawarkan tidak perlu terlalu dimasukkan ke hati. Jangan berkesimpulan ia tidak tahu terima kasih. Jika dirimu agak jera buat menawarinya pekerjaan lagi, tunggu dia minta dicarikan saja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ines Sela Melia
EditorInes Sela Melia
Follow Us