Bukan Desa Penuh Misteri, Desa Menari Tanon justru Beri Inspirasi

Kali ini bukan Desa Penari dengan kisah horor penuh teror dan misteri. Dengan kesan yang berbeda, Semarang menyuguhkan Desa Menari yang siap ciptakan memori juga inspirasi tuk buat wisatawan jatuh hati. Terletak di lereng Gunung Telomoyo tepatnya di Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Dusun Tanon menjadi tempat wisata budaya populer di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Jauh dari pusat Ibu Kota Kabupaten Semarang tidak menjadikan Desa Menari Tanon seolah berhenti dilirik oleh para wisatawan.
“Menari memiliki dua definisi, yang pertama menari karena turun temurun masyarakatnya pelestari kesenian tari. Menari dalam arti lebih luas kependekan dari menebar harmoni, merajut inspirasi, dan menuai memori. Kita berharap orang yang datang di sini bisa merasa harmoni dan keselarasan,” jelas Kang Tris, penggiat budaya sekaligus penggagas Desa Menari saat diwawancarai oleh Deva Mahenra di kanal YouTube Satu Indonesia (25/9/2018)
1. Perjalanan berarti dari pengembangan Desa Menari

Berangkat dari keinginan untuk maju agar tidak kalah pamor dengan daerah lain, Kang Tris bersama masyarakat Dusun Tanon pun mampu mewujudkannya,
“Awal-awal kita jual desa wisata tanon, tapi kalah pamor dengan daerah lain yang tanon itu kecamatan, maka banyak orang yang nyasar ke sana. Kita berpikir gimana cara orang penasaran di sini. Lalu kita belajar cari identitas yang sangat melekat dan lokal dari jiwa masyarakat, ketemulah di 2012 akhir terus jadi desa menari,” papar Kang Tris.
Berdiri sejak tahun 2012, tidak membuat Desa Menari tenggelam oleh zaman. Justru semakin maju dan dikembangkan oleh berbagai pihak. Perkembangannya pun bisa dibilang cukup cepat. 2012 gagasan tersebut tercipta, lalu 2015 Astra melirik dan 2017 menjadi Kampung Berseri Astra. Semua itu tentu tidak lepas dari peran dan kontribusi berbagai pihak. Khususnya peran Astra yang turut memberikan apresiasi berupa predikat Kampung Berseri Astra kepada Dusun Tanon setelah survei lapangan.
Kerja sama dari penggagas ide, petinggi daerah, dan masyarakat sekitar pun turut andil dalam memajukan Dusun Tanon sebagai Tempat Wisata Budaya. Hal tersebut terbukti dari aksi positif para warga seperti yang dikatakan oleh Kang Tris,
“Sekitar 41 KK, hampir 98 persen semua warga masyarakat terlibat. Baik itu yang bisa menari ataupun tidak. Kalau orang tua tidak bisa ikut, anaknya yang ikut. Kalau tetap tidak bisa, sebagian besar pasti support dalam hal finansial karena kami ada acara kesenian yang rutin dilaksanakan, warga pasti iuran.”
2. Memiliki identitas dan ciri khas yang berkelas

Dengan berpegang teguh pada misi utama yakni, pelestarian budaya. Khususnya budaya tari, Topeng Ayu pun menjadi ciri khas dari wisata ini. Sebenarnya tarian tersebut berasal dari Tari Purbosiswo yang menjadi tarian bentuk pelampiasan para pejuang yang sudah lama tidak melakukan olahraga bela diri.
“Tari Topeng Ayu itu dari Tari Purbosiswo, tarian sejak zaman perjuangan. Jadi, tari Purbosiswo itu bentuk simulasi di zaman penjajahan, kan orang ga boleh berlatih bela diri terus para pelatih tidak kurang akal, jadi akhirnya disimulasikan dalam bentuk tarian. Aslinya gerakan pencak silat, tapi disimulasikan jadi gerakan tari pakai musik,” Kang Tris.
Sebagai seorang Sarjana pertama di Dusun Tanon, Kang Tris selalu berusaha untuk terus berkarya, berkreasi, dan berinovasi untuk Desa Menari yang lebih baik lagi. Belakangan ini, sudah ada banyak wisatawan yang datang dan merasa senang. Sebab, beragam paket wisata yang ditawarkan pun sangat berkesan.
Tidak hanya mempersembahkan kesenian tari, wisata kuliner juga jadi penunjang pariwisata ini. Apalagi terdapat pasar rakyat yang menyediakan berbagai jajanan dan makanan khas daerah seperti nasi jagung, sayur bobor, dan lain-lain. Para pengunjung bisa menjajaki setiap makanan yang disediakan sesuai dengan paket wisata yang dipesan.
3. Kesulitan dianggap sebuah tantangan

Tidak ada yang mudah dalam membangun sesuatu yang berarti dan menuai berkah. Akan selalu ada kesulitan yang jadi teman di perjalanan. Akan selalu ada suka duka yang mengisi perasaan dan pikiran. Apalagi melekatnya stigma masyarakat tentang Dusun Tanon yang disebut sebagai dusun paling miskin dan bodoh. Pernyataan tadi seiras dengan yang dikatakan oleh Pak Sudirman, sesepuh di dusun tersebut,
“Dulu jalan sempit sekali, anak-anak berangkat sekolah tidak pakai sepatu, tidak ada bimbingan orang tua untuk belajar. Pada tahun 1970-1982, anak-anak baru sekolah sampai kelas 6. Orang dulu pendidikan paling tinggi kelas 2 itu sudah jadi RT. SMP sudah jadi kepala desa. Satu-satunya anak dari Dusun Tanon yang Kang Tris jadi sarjana pertama,” ujarnya.
“Dulu kebanyakan anak sekolah karena kehendak sendiri. Ada mitos yang melekat itu jangan sekolah pintar-pintar. Lebih baik jadi petani karena sudah lumayan hasilnya. Jangan jadi orang pintar nanti cepat mati karena kalau terlalu pintar nanti stress,” sambung Pak Sudirman menutup obrolan.
Namun, hal-hal tadi tidak dijadikan sebagai hambatan, melainkan tantangan yang pasti bisa terlewatkan. Dalam upaya membangun Desa Menari, hal lain yang paling dikeluhkan dan menjadi tantangan berat bagi Kang Tris adalah mengubah pola pikir masyarakat. Ada banyak pertanyaan yang dilontarkan dan yang paling sering adalah “Ini betul ga kita bisa berubah dengan cara seperti ini?”
Untuk menjawab pertanyaan itu, Kang Tris memiliki aksi cerdas dan bijak yakni, membangun relasi dengan banyak pihak dari perguruan tinggi untuk membantu mengubah pola pikir masyarakat. Sebab, menurut pandangannya, perubahan akan datang ketika berinteraksi dengan orang-orang luar.
“Lihatlah hal sederhana dari sudut pandang berbeda yang bisa menunjang kemajuan. Potensi kita banyak jadi harus dimanfaatkan. Di daerah kalau kita bisa berpikir kreatif tu banyak peluang yang bisa dikembangkan,” juga menjadi prinsip yang selalu ditekan pada masyarakat demi kepentingan bersama.
4. Keuntungan yang berkelanjutan

Tidak terasa waktu berlalu, akhirnya kerja keras dari berbagai pihak yang terlibat pun menorehkan hasil positif. Desa Menari kini dikenal lebih luas, terdapat banyak turis, dan banyak program untuk kehidupan lebih baik yang dijalankan. Astra Indonesia dengan program kontribusinya pun sangat membantu kemajuan desa yang lebih baik.
“Ada 36 anak dapat beasiswa dari Astra, pasar rakyat dari Astra, penataan kawasan yang tadinya zona buang sampah sembarangan terus dijadikan tempat peternakan, kesehatan tiap bulan ada cek kesehatan gratis, perilaku hidup bersih sehat, setelah Astra masuk banyak program yang dijalankan,” tutur Kang Tris.
Ada satu pegangan yang menjadi penentu arah jalan dalam melangkah membangun Desa Menari “Semangat kebersamaan jadi penunjang kemajuan. Semuanya ada perasaan untuk bagaimana kita bersama sama membangun. Jadi, kebersamaan yang jadi modal kita. Kita harus terus berproses, harus melampaui diri kita sendiri," ucapnya mengakhiri obrolan.
Dari kisah penuh inspirasi di balik Desa menari, dapat tersirat pesan bahwa siapa saja bisa berperan tuk perubahan, beraksi tuk beri arti, dan bersatu tuk lebih maju. Semua daerah punya hak yang sama untuk berkembang dan dipandang, karena kita satu jiwa, karena Kita Satu Indonesia. Dengan dukungan Astra dan kontribusi bersama, Tersenyumlah Indonesia.